Semua Bab RAHIM PENGGANTI (Terpaksa menjadi istri ke dua): Bab 21 - Bab 30
35 Bab
Malam memabukkan
Sebenarnya sejak tadi sore, Aris merasa ada yang aneh pada tubuhnya. Berkali-kali ia tepis rasa itu. Namun, hasrat yang ia rasakan malah semakin menjadi. Begitu besar, hingga keringat keluar dari pori-pori tubuhnya.Aris meneguk air putih sebanyak mungkin, berharap bisa mendinginkan tubuhnya yang semakin terasa panas."Mas Aris kenapa?" tanya Nisa merasa curiga, ia lantas menghampiri suaminya yang sedari tadi tak bisa diam. Mondar-mandir ke dapur dengan wajah cemas."Gak papa," sahutnya lirih, namun masih tak bisa menyembunyikan gurat gelisah di wajahnya. Demi apapun, dan entah kenapa dirinya sangat berhasrat melihat Nisa. Susah payah Aris menahannya. Membuat sesuatu dibawah sana terasa sesak dan sakit."Nisa sholat maghrib dulu ya, Mas," Pamitnya setelah meneguk segelas air. Kemudian meninggalkan Aris yang masih di dapur.Aris hanya mengangguk menanggapi. Pandangannya masih tak lepas dari punggung istrinya yang kian menjauh hingga hilang dibalik tembok. Aris menghembuskan nafas kasar
Baca selengkapnya
Ancaman Danar
Setelah Sarah terusir dari apartemennya sendiri. Dan setelah puas kebut-kebutan melampiaskan amarahnya. Sarah memutuskan menghubungi teman teman sosialitanya. Menghilangkan penat dan segala kemarahan yang berkecamuk dalam dada. Ia harus tetap berfikir waras agar semuanya tidak menjadi berantakan, seperti saat tadi. Saat Suaminya datang tak disangka sangka dijam kerjanya. Menyebalkan!Tak apa jika hari ini ia tersakiti karena pengusiran itu. Tapi lihat saja nanti. Rencana awalnya tak akan gagal!Sarah menyeringai licik saat ia mengingat telah mencampurkan obat perangsang dosis tinggi kedalam seluruh air minum di hunian itu. Membuatnya tersenyum puas.Dengan begitu, jika mereka berhubungan, ia tak akan pusing lagi memikirkan kehamilan palsunya. Dirinya hanya tinggal menunggu sampai benih suaminya berkembang di rahim Nisa. Kemudian ia dapat mengabarkan kehamilannya ke mertua tersayangnya itu. Ah, rasanya tak sabar dirinya menantikan hal itu terjadi.****Setelah seharian puas berbelanja.
Baca selengkapnya
Mandi bareng!
Aris keluar dari kamar dengan gelak tawa yang menggelegar memenuhi ruangan. Puas sekali rasanya ia menjahili Nisa. Membuat pipinya memerah seperti kepiting rebus.Aris terduduk di sofa sembari menghembuskan nafas dalam. Kejadian semalam seakan membuatnya candu. Rasa ingin mengulangnya begitu dalam. Tapi sungguh tak tahu diri jika ia meminta lagi haknya. Andai saja pernikahannya bukan dengan jalan seperti ini, dirinya pasti sangat bahagia bersama Nisa. Tak ada Sarah dan rencana liciknya. Hanya Dirinya dan Nisa.Entahlah, Aris sendiri tak tahu apa yang harus dilakukannya pada Sarah. Perasaannya sudah mati melihat kelakuannya yang tak dapat lagi ia toleransi. Namun, menceraikannya bukanlah keputusan yang bijak jika hanya karena sifatnya. Namun hidup dengannya terasa hambar, tak ada rasa.Aris melihat jam tangan. Setengah delapan pagi. Ia memutuskan menghubungi ibunya untuk menggantikannya memimpin rapat."Halo Ma?" sapa Aris, setelah Henni menjawab panggilannya."Ada apa, sayang?" tanya
Baca selengkapnya
Sudah puas, kalian?
Sarah menggeliat saat merasakan cahaya matahari yang sudah terasa panas. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya, kemudian melihat jam yang tertera dilayar ponsel. Sudah jam sebelas.Setelahnya ia bangkit, berjalan malas ke kamar mandi sembari menguap tiada henti. Entah jam berapa semalam ia tidur, sampai membuatnya bangun kelewat siang.Setelah mandi dan berdandan. Sarah keluar kamar, menuruni anak tangga. Hatinya cemas memikirkan suaminya yang tak kunjung menghubunginya "Apakah Mas Aris benar-benar marah?" gumamnya dalam hati."Bi Limah!" panggil Sarah, membuat Bi Limah tergopoh menghampiri."Iya, Non!""Mas Aris, tadi udah pulang belum?" tanyanya. Barangkali suaminya pulang untuk mengambil berkas-berkas kantor."Enggak, tuh, Non," jawabnya menggelengkan kepala.Sarah meremas tangannya geram."Teganya kamu Mas! kau bahkan tak meminta maaf atas perlakuanmu kemarin!" batinnya memaki."Yasudah, Bik!" balas Sarah, kemudian berlari menaiki anak tangga. Ia segera mandi dan berdandan secepat mungki
Baca selengkapnya
Pergi
"Kamu tidur dulu ya," titah Aris pada Nisa yang tengah berbaring di ranjang sembari memejamkan mata."Nanti Mas bangunin kalo makanannya sudah datang," lanjutnya mengecup kening Nisa kemudian pergi keluar kamar.Aris mencari keberadaan Sarah. Ia membuka pintu kamar utama. Dirinya terperanjat saat melihat isi kamar itu sudah tak beraturan dengan barang-barang berserakan memenuhi lantai. Aris tak tahu jika Sarah mempunyai sifat sekeras ini. Sejauh ini memang tak pernah ada pertengkaran dalam rumah tangganya. Karena selama ini dirinya selalu menuruti keinginan Sarah. Sungguh, ia merasa menjadi suami yang gagal untuknya.Aris melangkah mencari sela-sela lantai kosong untuk ia pijaki. Ia menghampiri Sarah yang tengah duduk memeluk lututnya di tepi ranjang."Sarah ..." ia panggil nama itu lirih, sampai sang pemilik mendongak, menampakkan keadaannya yang sungguh berantakan."Mas Aris!" balas Sarah lantas berdiri, kemudian memeluk erat suaminya.Aris ragu untuk membalas pelukan Sarah. Rasa ke
Baca selengkapnya
Baikan
Aris mentap kosong jalanan di depannya. Fikirannya tertinggal di Apartemen bersama Nisa. Tak ada sepatah kata pun yang ia lontarkan, membuat suasana dalam mobil begitu hening, sampai kendaraan itu memasuki halaman rumah megah mereka.Aris langsung turun kemudian memasuki rumah. Dihiraukanya keberadaan Sarah yang masih berada di mobil dengan wajah masam.Sarah menghentakkan kakinya kesal. Ia membuka pintu mobil dengan kasar sebelum akhirnya berlari kecil menyusul suaminya ke dalam."Den, Aris ..." sapa Bi Limah tersenyum menghampiri.Aris mengangguk tersenyum, kemudian berlalu menaiki anak tangga. Bi Limah merasa ada yang tidak beres dengan majikannya. Terlebih saat melihat Sarah masuk dengan tergesa menyusul Aris ke atas."Mas ..." ucap Sarah memasuki kamar. Ia mendekati Aris yang tengah berbaring menatap langit-langit kamar dengan tangannya sebagai tumpuan."Mas!" ulangnya karena tak mendapat jawaban."Hmmm ..." balas Aris."Sebenarnya kamu kenapa, sih, Mas. Semenjak kedatangan Nisa,
Baca selengkapnya
Aris frustasi
"Siapa namamu?" tanya Lelaki itu. Kini ia duduk di kursi samping ranjang tempat Nisa terduduk.Nisa berfikir sejenak. Lebih baik, ia menggunakan nama belakangnya saja untuk persembunyiannya. Toh, di sini tak ada yang mengenalnya."Nayra," jawab Nisa datar."Emm, Baiklah. Nayra, adakah keluarga yang bisa dihubungi? Aku akan memberitahu tentang keadaanmu."Pertanyaan lelaki itu membuat Nisa terdiam."Tidak ada," jawabnya bohong. Nisa tak mau Sarina mengetahui kepergiannya. Bisa-bisa buleknya itu akan memaksanya untuk kembali pada Sarah.Lelaki itu mengernyitkan dahinya."Di mana orang tuamu?" tanyanya lagi."Orang tua saya sudah meninggal. Saya sebatang kara," jawabnya menatap objek di depannya. Kosong."Lalu, kau tinggal dimana?""Sa-saya tidak punya tempat tinggal," jawab Nisa tergagap.Lelaki itu terlihat berfikir. Matanya melirik pada tas besar yang ia bawa di tempat kejadian saat ia menabrak Nisa. Tas itu sudah menjelaskan bahwa Nisa pergi dari tempat tinggalnya.Tak mau banyak tan
Baca selengkapnya
Sarah kembali menemui Sarina
Sarah membuka matanya, kala mendengar suara knop pintu kamarnya dibuka. Meski belum sepenuhnya sadar dari tidurnya, ia melihat betul penampilan suaminya yang begitu berantakan. Menyadari lebih jelas, Sarah tersentak lantas terduduk dari pembaringannya. Berulangkali Sarah mengucek matanya, memastikan jika dirinya tak salah lihat. Sampai Aris terlihat mendekat, kemudian tubuhnya ambruk di atas ranjang. Membuat Sarah sadar, jika penglihatannnya tak salah."Mas kenapa. Kenapa seperti ini?" tanyanya panik, sembari memegangi wajah suaminya yang lesu. Tak ada gairah di sana."Mas, habis darimana?" tanyanya lagi. Menatap intens wajah Aris, yang begitu mrnyedihkan seperti terjaga sepanjang malam."Nisa pergi," balasnya lirih, dan air itu kembali lolos dari mata elangnya.Sarah tertegun. Mencoba mencerna perkataan suaminya."Maksud Mas Aris, apa?" tanyanya bingung.Aris tak menjawab pertanyaan Sarah. Ia memilih diam sembari memejamkan mata. Dirinya kelelahan.Sarah mencoba menerka-nerka. Nisa p
Baca selengkapnya
Tempat tinggal baru
Danar menggeliat, merenggangkan persendiannya yang terasa kram karena tidur di tempat yang sempit. Merasa ada pergerakan, ia membuka matanya yang masih terasa berat. Pandangannya beralih pada sosok putih yang sedang berdiri di tengah kegelapan. Matanya melebar, terkejut bukan main, Danar bergegas bangkit dengan jantung berdebar dan lututnya yang terasa lemas. Susah payah ia menekan saklar untuk menghidupkan lampunya. Detik kemudian lampu menyala, kembang kempis Danar meraup wajah dengan gelak tawanya yang tertahan. Bisa-bisanya ia merasa ketakutan. Sosok putih itu bukanlah hantu, melainkan Gadis yang ia srempet dan menyebut namanya sebagai, Nayra.Danar kembali ke sofa. Pandangannya melihat selang infus yang sudah dicabut paksa dari pemiliknya. Kemudian tatapannya beralih pada sosok yang meyejukkan jiwanya. Ia pandangi gerak gerik Nisa. Gadis itu masih belia. Namun pesonanya mampu menggetarkan hatinya yang bertahun-tahun telah mati. Ia jauh berbeda dari sekian banyak wanita yang perna
Baca selengkapnya
Penyesalan Nisa. Aris jatuh sakit.
Danar melihat jam tangan. Masih pagi, ia duduk di taman belakang setelah meminta Simbok membawa Nisa ke kamar."Tehnya, Den," ucap Simbok menghampiri. Meletakkan secangkir teh di atas meja."Makasih Mbok," balasnya tersenyum."Sama-sama, Den!" ucap Simbok, kemudian berlalu. Meninggalkannya seorang diri di taman belakang.Danar mengambil cangkir di atas meja. Menyeruputnya perlahan. Ia mengambil napas dalam, kemudian menghembuskannya perlahan. Bau embun yang masih melekat di dedaudan begitu kental dirasa. Sudah lama ia tak merasakan susana ini. Terakhir kali ia datang kesini sekitar dua bulan yang lalu. Saat ia baru kembali ke tanah air dari kepergiannya keluar negeri menemui kedua orang tuanya yang menetap disana.Setelah dirasa cukup, Danar meninggalkan tempat itu. Langkahnya mendekati kamar Nisa. Ia terdiam, merasa ragu untuk mengetuk pintunya. Danar kembali melihat jam tangan. Hari ini ada pekerjaan yang tak bisa ia tinggalkan."Mbok ..." panggilnya, menghampiri Simbok yang terliha
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
DMCA.com Protection Status