Semua Bab Menantu Pilihan Bukan Pemilik Hati: Bab 51 - Bab 60
228 Bab
51. Tugas Baru Menantu Pondok
“Ahh, begitu rupanya. Saya kira kalian memiliki hubungan kerabat atau pertemanan lain. Baiklah Nadina, selamat datang ke Butik Medina. Semoga kita bisa bekerja sama dengan baik, ya! Dan pemotretan pertamamu adalah besok sesuai jam yang tekah kita sepakati!” papar Meydina. Nadina dan Nadhif saling mengangguk. Usai semua penjelasan hari itu, Nadina dan Nadhif kembali pulang. Nadina terus saja memikirkan mengapa Nadhif tidak memberi tahu Meydina jika Sadewa adalah kawan satu sekolahnya dulu. “Mas Nadhif, kenapa Mas Nadhif tidak mengaku saja jika Mas Dewa adalah kakak tingkat Nadina?” tanya Nadina sembari sedikit menoleh ke arah Nadhif. “Setidaknya mereka tidak akan memperlakukanmu spesial atau merendahkan kemampuanmu karena orang dalam. Dan ada beberapa alasan lain yang tidak bisa saya jelaskan sekarang ini,” jawab Nadhif sembari sedikit melirik ke arah istrinya. Nadina hanya sedikit berdeham. Separuhnya ia paham dan separuhnya ia tak mengerti dengan apa maksud dan tujuan Nadhif. Nam
Baca selengkapnya
52. Kantor Umum
Nadina dengan raut kebingungan menoleh ke kanan dan ke kiri berharap bertemu sang umi maupun suaminya yang akan bisa menjelaskan kebingungannya hari itu. Namun percuma, tak ada yang bisa ia temui. “Ehm, begini. Kalian tahu saya baru di sini bukan? Bahkan hari ini adalah hari pertama saya berada di sini. Jadi bolehkah jangan membahasnya dulu? Saya masih belum memahami apa-apa saja yang boleh dan tidak boleh saya putuskan,” tutur Nadina berusaha selembut mungkin. “Ahh, baiklah Mbak! Kami akan kembali nanti. Assalamualaikum!” pekik dua orang santriwati itu. Seperginya mereka dari sana, Nadina segera meraih ponselnya dan mengetikkan pesan kepada Nadhif. Ia segera hendak meminta Nadhif datang dan menjelaskan semua kebingungannya itu. Karena Nadhif sedang sibuk mengajar, ia tak bisa datang secepat itu dan berjanji akan menjelaskannya sore nanti. Nadina yang merasa sedikit frustrasi, akhirnya menjatuhkan kepalanya ke meja dan bergaya malas. Tak kama setelah posisinya itu, seseorang masuk
Baca selengkapnya
53. Perhatian Kecil
“Mas, jangan!” pekik Nadina sambil memegang tangan Nadhif yang saat itu berada di atas meja yang sama dengan Nadina. Kedua mata mereka seketika saling bertemu. Ada perasaan aneh yang terlintas saat Nadina menyaksikan mata sang suami menatapnya penuh cinta. Ia segera mengalihkan pandangannya laku kembali fokus pada berkas di hadapannya. “Nadina tidak bisa fokus dengan berkasnya jika Mas Nadhif terus melihat Nadina seperti itu,” tutur Nadina tanpa menoleh ke arah Nadhif. “Baiklah, kalau begitu saya pergi ya, Nadina. Sebentar lagi kelas dimulai. Terkait berkas itu, kamu bisa bawa ke kamar nanti. Saya akan tanda tangani di kamar nanti,” ujar Nadhif lalu bangkit dari kursinya. Nadina dengan cepat menahan pergelangan tangan Nadhif dan ikut bangkit dari kursinya. Ia segera melepaskan cekalannya saat Nadhif berbalik menatapnya. “Mas Nadhif jadi tidak sempat makan dan minum karena menjelaskan semua ini pada Nadina. Maaf ya Mas, terima kasih juga!” tutur Nadina. Nadhif seketika tersenyum
Baca selengkapnya
54. Induk Anak Hilang
“Apa makanannya begitu lezat hingga kamu makan dengan berlepotan seperti ini?” ujar Nadhif sembari menarik tangannya dari Nadina. Wanita itu menatap kosong piring di hadapannya sembari kembali menyapu bibir yang baru saja sang suami usap. “Sudah hilang, Nadina. Tenang saja, nodanya sudah hilang.” Nadhif melanjutkan makannya. Usai makan sore itu, Nadina mengembalikan piring ke dapur sekaligus mencucinya dan menata kembali ke rak. Saat ia hendak kembali ke kamarnya, seorang wanita paruh baya masuk dan memanggil Nadina. “Iya, ada apa?” sahut Nadina sembari menghentikan langkahnya. “Ada santriwati hendak menemui Mbak Nadina untuk meminta izin berkas. Apa Mbak Nadina bisa menemuinya sekarang? Mereka ada di ruang tamu dalem,” tutur wanita paruh baya itu. “Ehm, baiklah. Nadina akan menemuinya, terima kasih!” Nadina mengubah arah perjalanannya. Meskipun sedikit kesal karena masih terusik, Nadina tetap harus melakukannya juga. Di ruang tamu yang cukup luas itu, duduklah dua santriwati d
Baca selengkapnya
55. Rencana Kembalinya sang Primadona
Nadina langsung membeku, tangannya tak jadi kian dekat mengambil berkas tersebut. Jantungnya serasa berhenti berdetak saat mendengar nama itu terucap lagi dan lagi antara dirinya dan Nadhif. “Putri Azalea? Mas Nadhif salah baca mungkin?” ujar Nadina akhirnya. “Tidak, Nadina. Silakan kamu baca dulu berkas ini,” tutur Nadhif lalu mengembalikan berkas itu kepada sang istri. Mata Nadina dengan cepat menyebar ke segala sisi berkas itu. Dengan cepat ia membaca mulai salam pembuka yang disampaikan pengirim berkas hingga salam penutup. Tangan Nadina melemas dan perlahan melepasnya kembaran kertas tersebut. Ada sesuatu yang aneh yang terlintas dalam hati dan pikirannya saat mengetahui masa lalu sang suami akan kembali ke sekitarnya. Seharusnya wanita itu bahagia bukan? Bukankah ini dapat membantu usahanya untuk melepas pernikahannya dengan Nadhif jika suatu saat Nadhif kembali dekat dengan Putri Azalea? Namun mengapa rasa sakit yang pertama kali ia rasa ketika mengetahui berita ini. “Di
Baca selengkapnya
56. Rumor Masa Lalu
“Saya hanya ingin kamu yakin kepada saya, Nadina. Kita memang tidak tahu apa yang akan terjadi ke depannya. Tidak seharusnya kita berprasangka buruk atas kedatangannya. Tetapi saya ingin kamu yakin jika saya akan selalu memilih kamu.” Nadina menarik napasnya panjang sebelum akhirnya mengangguk sembari menghapus air matanya. “Apakah saya bisa menandatanganinya sekarang?” tanya Nadhif. “Mas Nadhif belum menandatanganinya? Nadina pikir sore tadi mas sudah tanda tangani semua berkasnya,” ujar Nadina. “Belum, Nadina. Saya tidak bisa tenang menandatanganinya jika belum berbicara denganmu, Nadina.” Nadhif kembali menatap sang istri. “Sekarang Mas Nadhif bisa menandatanganinya, Nadina baik-baik saja,” ujar Nadina lalu menggeser bolpoin dan berkas itu ke dekat Nadhif. Pemuda itu tampak sebentar mengamati wajah Nadina yang sedikit memandangnya getir sebelum akhirnya mengisi kolom kosong di sana dengan tanda tangan miliknya. “Kenapa rasanya perih? Apa yang terjadi padamu, Nadina? Bukankah
Baca selengkapnya
57. Kejanggalan
Nadhif yang mendengar semua pengakuan santriwati itu seketika terkejut. Tak ada hal lain yang bisa ia lakukan selain diam di balik dinding dan mendengarnya. “Sudah ambil vlberkasnya? Ayo, Umi menunggu kita!” pekik suara santriwati itu lagi lalu langkah kaki meninggalkan ruangan kantor terdengar. Nadhif pun berjalan ke arah depan dengan perasaan yang bercampur aduk, langkahnya terasa gontai. Baru saja ia selesai menandatangani izinnya untuk membawa Putri Azalea kembali ke pondok, namun kenyataan yang ia dengar itu seakan memorak-porandakan perasaannya sendiri. “Tidak mungkin yang mereka katakan itu benar, bukan? Tidak mungkin Putri Azalea seperti yang mereka bicarakan. Saya yakin dia kembali ke sini untuk mengabdi kepada pondok, bukan hal lain terlebih apa yang dikatakan santriwati itu!” lirih Nadhif. Baru saja pemuda itu menenangkan dirinya dengan duduk di bangku kerjanya sambil meneguk minuman, Nadina muncul dari ambang pintu sembari mengucapkan salam. “Waalaikumsalam, Nadina. K
Baca selengkapnya
58. Bekerja Dengannya
Nadina telah mengganti pakaiannya dengan model gamis sederhana berwarna pine yang tampak amat cocok dengan tubuh dan warna kulit wajahnya. Saat ia baru saja memasuki ruangan pemotretan, hanya ada Sadewa di sana yang tampak bersiap dengan kamera di tangannya. Salam wanita itu ucap sembari melangkahkan kakinya masuk ke dalam. Sadewa berbalik sambil menjawab salam yang Nadina berikan, seketika pemuda itu membeku, dilihatnya Nadina dari atas hingga bawah. Tak ada tatapan lain selain kekaguman. “Mengapa aku baru menyadari kecantikan Nadina? Oh sial, sadarlah dia sudah menikah, Sadewa!” batin pemuda itu. “Apa kita hanya akan berdua di sini, Mas?” tanya Nadina sembari memutar pandangannya ke sekitar. “Oh tentu tidak, Nadina! Timku yang memotretmu sedang mencari tambahan properti. Kita tunggu sebentar lagi, ya!” ujar Sadewa. “Ehm, maksud Mas Dewa? Bukankah yang memotret Nadina adalah Mas Dewa?” tanya Nadina sedikit kebingungan. “Awalnya begitu, Nadina. Tetapi Ibu Meydina meminta fotogr
Baca selengkapnya
59. Hati Remang
Pemotretan akhirnya usai berbarengan dengan Nadhif yang tiba kembali ke butik untuk menjemput Nadina. Keduanya langsung berpamitan untuk pulang. “Bagaimana hari pertamamu, Nadina? Apa semuanya sesuai harapan?” tanya Nadhif. “Iya! Semua sesuai harapan dan bahkan lebih baik dibanding yang Nadina pikirkan. Intinya semuanya sempurna!” pekik Nadina bahagia. Nadhif sejenak tersenyum sembari melirik Nadina yang juga tampak amat bahagia itu. “Bagaimana dengan Mas Nadhif? Apakah ada kejadian di pondok? Atau sesuatu lainnya?” “Ada. Baru saja saya mengantarmu dan turun dari mobil, saya datang ke kamar dan mencarimu seperti orang bodoh. Itu terjadi terus menerus hingga Umi menemui saya dan bilanh jika kamu sedang berada di butik.” Tawa Nadina memenuhi mobil. Nadina bahkan sempat beberapa kali memukul pundak Nadhif menyadari betapa lucu suaminya itu. Mendengar tawa yang tulus keluar dari mulut sang istri, Nadhif pun balik tertawa. “Nadina bisa membayangkan bagaimana suara Mas Nadhif yang te
Baca selengkapnya
60. Kedatangan
“Nadina, bangun, Nadina!” bisik Nadhif sembari sedikit mengelus rambut yang menutup wajah istrinya itu.“Nadina, sebentar lagi subuh, ayo bangun!” imbuhnya lagi saat tak melihat istrinya berusaha bangun dari rasa kantuknya itu.“Kenapa dia susah bangun kali ini? Biasanya alarm saja sudah bisa membangunkannya?” gumam Nadhif lalu meraih gelas minuman yang ada di nakas sebelah ranjangnya.Sambil menuangkan sedikit air itu ke telapak tangannya, Nadhif mengucapkan basmalah. Kini ia memercikkan air itu berulang kali ke wajah Nadina.“Mas, jangan!” teriak Nadina lalu langsung membuka matanya lebar-lebar. Nadhif yang terkejut atas apa yang terjadi pada Nadina segera mengembalikan gelas ke atas nakas dan memegang kedua bahu Nadina sambil memandangnya cemas.“Nadina, ada apa?” tanya Nadhif.Tak ada balasan yang keluar dari mulut Nadina, namun sejak mata mereka saling bertemu pandang, Nadina langsung memeluk Nadhif erat.“Nadina mimpi buruk. Tolong peluk Nadina sebentar saja,” ujar Nadina masih
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
45678
...
23
DMCA.com Protection Status