Tania melangkah tergesa melewati gerbang, jejak kakinya seolah tak sabar menginjak tanah pekarangan rumah Paman David. “Assalamulaikum, Paman, Rania,” sapanya, suaranya sedikit bergetar, “Aku punya berita untuk kalian.”Paman Burhan dan Rania, yang semula bersantai di bangku panjang halaman, sontak menoleh. Raut wajah mereka menyiratkan keheranan. Kedatangan Tania menjelang senja, seorang diri, bukanlah pemandangan yang biasa.Rania bangkit dengan terhuyung, wajahnya sepucat kapas, tubuhnya tampak kurus dan rapuh, seolah embusan angin saja bisa merobohkannya. Paman Bruhan segera menyongsong, memapah bahu keponakannya itu, dan menuntunnya mendekat ke arah Tania.“Kalian tetap di sana saja! Jangan mendekatiku,” seru Tania, nadanya tegas namun ada gurat cemas di matanya.“Sebaiknya kita bicara di dalam,” putus Paman Burhan sembari menuntun Rania perlahan. Tania mengangguk patuh, melangkah mengikuti, menyelaraskan langkahnya dengan Rania yang tertatih. Semakin dekat ia melihat kembarann
Last Updated : 2025-10-04 Read more