Semua Bab Mertua Pilih Kasih Tidak Tahu Kami Banyak Uang: Bab 21 - Bab 30
131 Bab
BAB 21
[Bukan urusan kamu!][Lagipula, apa maksud kamu dengan mengirimkan foto dan video itu saat ini?][Sebenci itukah kamu padaku sampai menggunakan momen bahagia keluargaku untuk mengirimkan hal-hal tidak berguna ini?!][Hapus sekarang juga!]Itu adalah pesan balasan yang aku terima dari Mbak Dina. Saat itu juga aku menyimpulkan bahwa Mbak Dina adalah tipe kedua dari yang disebutkan oleh Eva kemarin. "Aduuh, Astri. Ini akibat dari kamu nggak nurut sama suami sih!" rutukku pada diri sendiri. Ponsel pipih itu lalu aku ketuk-ketukkan pada dahi. "Gimana nih?" tanyaku untuk diri sendiri. Jantungku tiba-tiba mulai berdebar dan aku menjambak rambut yang terselubung di balik jilbab yang membalut kepalaku dengan frustrasi."Ibu! Ibu kenapa?" Suara sapaan Danis yang entah sejak kapan telah kembali dari lari-lari sore bersama dengan pamannya menyadarkan aku dari tindakan yang baru saja aku lakukan. "Eh,
Baca selengkapnya
BAB 22
'Bagaimana? Apa kamu sudah siap menerima hukuman?'Pertanyaan Mas Ruslan yang satu ini terus berputar di dalam benakku untuk waktu yang lama. Kakiku pun sudah lemas dan tak sanggup lagi menyangga tubuh. Jika tidak ada Mas Ruslan, barangkali aku sudah jatuh meluruh di atas lantai yang dingin. "Tadinya aku cuma bercanda, tapi suasananya terlalu mendukung," bisik Mas Ruslan. Aku mendecakkan lidah dengan keras di dalam hati karena bisikan bertele-tele Mas Ruslan ini. Ingin aku mengambil kendali, tapi gengsi. Mas Ruslan akan menjadikanku bulan-bulanan keesokan harinya jika aku sampai mengambil tindakan pertama malam ini. Di tengah lamunanku, Mas Ruslan akhirnya memagut bibirku. Dan akupun tidak sungkan untuk membalas. Lenganku refleks melingkar pada lehernya. Mataku pun terpejam rapat untuk mulai menikmati cumbuan ini. Tok tok tok! Suara ketukan pintu yang bergema dari samping membuat mataku langsung membelalak lebar. Debaran jan
Baca selengkapnya
BAB 23
Sejak hari itu, Mbak Dina terus menghubungiku. Dan akupun terus menghindarinya. Antara sengaja dan tidak. Karena acara ulang tahun Danis juga sudah memasuki hari-H. Aku disibukkan oleh segala persiapan acara yang membuatku tidak memiliki waktu untuk memikirkan benda pipih itu. "Ibu, Danis ulang tahun?" tanya Danis dengan senyum ceria di wajahnya. "Iya!" balasku sambil menebarkan senyuman yang sama. "Yaayy!!" sahut Danis kegirangan sambil melompat-lompat kecil. Ini adalah pengalaman pertama Danis merayakan ulang tahunnya. Di wajahnya yang 80 persen mirip Mas Ruslan itu, ada kegirangan yang jarang terlihat. Jika berada di rumah mertua, Danis akan bersikap dengan begitu hati-hati. Bahkan secara tidak sadar, dia juga akan meminimalisir aura keberadaannya. Terlalu sering mendengarku dimarahi dan dibentak oleh mertua membuat Danis menjadi seperti pria dewasa kecil. Tidak seperti kanak-kanak pada umumnya. "Sayang, ibu mau bikin k
Baca selengkapnya
BAB 24
"Ibu cepat! Cepat! Acara mau dimulai!"Aku yang sedang berdandan di dalam kamar dibuat tergesa oleh suara panggilan Danis. Dari balik pintu yang terbuka setengah, aku dapat melihat tubuh anak itu menggelinjang tidak sabar. "Iya, sayang. Ibu dandan dulu sebentar," ujarku sambil membubuhkan bedak pada wajahku yang mulus. "Teman-teman Danis sudah datang, Bu!" seru anak itu lagi kian tidak sabaran. Wajah kecilnya bahkan mengkerut tidak puas menatap ke arahku yang hanya meliriknya dari sudut mata. "Iya, sayang. Sebentar lagi," ujarku. Kali ini aku sambil menorehkan lipstik berwarna peach di bibirku sebagai sentuhan terakhir. "Ibu. Lama sih!" keluh Danis semakin menjadi-jadi. Aku hanya menggelengkan kepala melihat tingkahnya. "Iya. Ayo! Ayo!" ucapku setelah selesai berdandan.Sembari menggandeng tangan Danis, kami melangkah menuju ruang tamu yang sudah terdengar hiruk-pikuk oleh tamu yang datang. Melihat orang-orang baru
Baca selengkapnya
BAB 25
Pagi ini aku dan Mas Ruslan terpaksa harus kembali ke rumah mertua. Terus menerus diwanti-wanti sejak semalam membuat kami tidak punya pilihan lain. Bahkan jika Danis menangis karena masih ingin terus tinggal di sini, tapi kami hanya bisa membujuknya. "Minggu depan kita ke sini lagi kok, sayang!" bujukku. "Danis tidak suka di rumah Nenek Ipah!" seru Danis dengan air mata berlinang. "Sayang, jangan ngomong begitu dong. Ibu jadi sedih dengarnya," ujarku. "Nenek Ipah, nggak sayang Danis. Nenek bisanya marah-marah sama Danis! Nenek cuma sayang sama Kak Aldi. Danis nggak suka Nenek Ipah!" teriak Danis dengan sedih. Wajahnya terlihat sangat muram. "Danis! Nggak boleh ngomong gitu, sayang!" ujarku menasehati dengan lembut. Bahkan meskipun aku juga memiliki rasa sensi pada ibu mertua, tapi aku tidak ingin Danis mengeluarkan kata benci semudah ini untuk kerabatnya. "Huhuhu!"Air mata semakin bergulir jatuh dari pe
Baca selengkapnya
BAB 26
"Kenapa sih pagi-pagi sudah ribut?!" Bentak bapak mertua ke arah kami yang masih berada di garasi rumah. Wajah tuanya terlihat merah padam karena amarah. "Kamu juga, Astri. Kenapa kalau ada kamu di rumah ini, pasti tidak pernah ada kedamaian!" lanjutnya. Aku tidak lagi terkejut jika disalahkan seperti ini. Tapi tetap saja aku tidak terima. Rasa empati yang sempat aku miliki pada Mbak Dina hanyut sudah mendengar kata-kata ketus bapak mertua. "Yang marah-marah duluan itu Mbak Dina loh, Pak. Aku ini baru sampai rumah. Lepas helm aja belom!" timpalku sambil mengetuk helm yang masih bertengger di kepalaku. "Lalu apa lagi sekarang yang kalian ributkan?" tanya bapak mertua dari balik gigi yang terkatup repat. Terlihat jelas kalau beliau sedang berusaha menahan amarah yang lebih besar lagi. "Bagaimana, Mbak? Mbak pagi-pagi datang ke sini mau apa?" tanyaku dengan dagu terangkat tinggi sedikit menantang. Sepasang netra hitam Mbak Din
Baca selengkapnya
BAB 27
"IBU!" Dimas yang semula berdiri di teras rumah bergegas menghampiri ibunya yang jatuh terduduk di atas lantai garasi. Hal ini membuat para tetangga kepo itu semakin heboh. "Masuk kalian semua. Sekarang juga!" bentak bapak mertua ketika melihat kejadian ini. Urat biru di leher bapak mertua pun terlihat jelas tampak menonjol karena amarahnya. Mendengar amukan bapak mertua, Mas Ruslan segera melangkah menuju pintu gerbang yang terbuka untuk menutupnya. Sementara Dimas sibuk membantu ibu mertua untuk bangkit dari posisinya serta membimbing beliau ke dalam rumah. Aku sendiri memilih untuk fokus pada Danis yang mukanya semakin ditekuk. "Sekarang kamu jelaskan apa yang terjadi?" tanya bapak mertua dengan nada menuntut ke arahku begitu kami berada di ruang tamu. "Ini seharusnya menjadi waktu berangkat kerja bagi semua orang, tapi kalian malah membuat keributan!" omelnya. Aku yang sedang di sidang menghela nafas pelan. "Aku sudah b
Baca selengkapnya
BAB 28 | DINA POV
Dina POV"Apa kamu ingin membohongi diri?" Ucapan Astri itu menusuk tepat di jantungku. Dengan pikiran kalut, aku lantas mengendarai mobil Ava*zaku hampir seperti orang kesetanan. Nafasku memburu naik turun karena amarah yang bersarang di dalam dada. Aku tahu bahwa Astri tidak salah. Namun, aku membutuhkan validasi untuk melampiaskan perasaan tak berdaya ini. Aku sudah mengetahui perihal Mas Arifin yang mendua sejak dua tahun yang lalu. Wanita sialan bernama Astuti itu sendiri yang berkoar-koar di depanku bahwa dia dan Mas Arifin sedang menjalin kasih. Pun Mas Arifin tidak membantah hubungan itu sama sekali. Sebagai seorang wanita, tentu aku merasa sakit hati. Duniaku pun hancur, sehancur-hancurnya. Pria yang aku pikir adalah sosok setia dan pasti berbeda dari yang lainnya itu ternyata sama saja dengan pria kebanyakan. Lalu kenapa aku bertahan pada pernikahan penuh borok ini? Hanya ada satu alasan yang bisa aku seb
Baca selengkapnya
BAB 29
Aku menatap ruko 2 lantai yang ada di depanku dengan perasaan puas. Inilah hasil dari kerja kerasku selama 5 tahun ke belakang ini. "Sudah sampai mana, Pak?" tanyaku pada para pekerja. Saat ini mereka sedang sibuk memindahkan rak-rak besar yang telah mereka susun sesuai dengan instruksi Mas Ruslan. Aku sendiri hanya tahu beres saja sebenarnya. "Hari ini sudah bisa selesai, Bu. Tinggal mengatur rak-rak ini, dan ibu bisa mengoperasikannya," jawab salah seorang dari pekerja itu. Aku menganggukkan kepala dengan semangat. Senyum merekah terus tercetak di bibirku ketika mendengar keterangan dari para pekerja ini. "Boleh saya lihat-lihat ke atas?" tanyaku sambil menunjuk anak tangga di sudut ruangan dengan menggunakan ibu jari. "Boleh, Bu. Silakan!" jawab pekerja itu. "Saya bawa sedikit cemilan nih. Silakan dinikmati, Pak!" ujarku sembari menyerahkan sebuah kantong berisi jajanan pasar pada salah satu dari mereka.
Baca selengkapnya
BAB 30
Setelah mengabaikan perintah Tiana siang tadi, aku baru kembali ke rumah mertua bersama dengan Mas Ruslan di sore hari. Sepanjang siang itu, aku dan Danis lebih memilih untuk mengekori kemanapun Mas Ruslan pergi. Ketika suamiku itu sibuk di peternakan, aku dan Danis menunggu di ruangannya. Ketika Mas Ruslan mengunjungi toko grosirnya yang ada di kecamatan lain, kami juga tidak mau ketinggalan. Dikala kami pulang ke rumah, aku dan Mas Ruslan memutuskan untuk mengabaikan semua makian ibu mertua yang semakin menjadi-jadi karena masalah Mbak Dina tadi pagi. "Mas Ruslan~" sapa Tiana ketika kami sedang melakukan santap malam. Mas Ruslan tidak menjawab. Dia hanya mengangkat sedikit pandangannya kemudian terus melanjutkan menyuap nasi ke dalam mulutnya. "Mas Ruslan apa tidak bisa sewa pembantu sama pasang AC di kamarku dan Mas Dimas?" tanyanya. Suara denting piring dan sendok yang semula terdengar saling sahut-sahutan di atas meja
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
14
DMCA.com Protection Status