Semua Bab Dinikahi Mantan Sepupu: Bab 21 - Bab 30
48 Bab
Bab 21. Kedatangan Mantan Mertua
Rani meringis, andai bisa, Rani ingin pergi segera dari acara sarapan ini. Apa lagi ketika melihat orang-orang tersenyum mendengar perkataan Pram.“Jadi, Mamah yang meminta Fania bicara seperti itu?” Doni bertanya dengan mata menatap Rani.“Emmm, tadi pagi Mamah bicara seperti itu.” Ucap Fania dengan terus mengunyah.Doni menautkan alis dan tersenyum, “gadis nakal, lihat, apa yang akan Mas lakukan padamu.”Itulah arti dari tatapan Doni pada Rani ketika mereka beradu pandang. Membuat Rani langsung menunduk.Bulu kuduknya berdiri, merasa takut dengan apa kemungkinan yang akan terjadi.“Faniaaa, apa kamu tahu, kalau Papah dan Mamah menikah, kamu akan bisa mempunyai adik bayi seperti yang kamu inginkan.”Mendengar adik bayi membuat Fania langsung antusias dan mengangguk, “benarkah itu?”“Yaaa, Papah tidak berbohong kali ini.”“Nenek, apakah itu benar?” Fania menatap Mamih Doni.“Itu mungkin saja terjadi, Sayang.”“Horeee, Fania akan punya adik bayi!”Rani mengepalkan tangan, dia tidak ha
Baca selengkapnya
Bab 22. Menikah dengan Tori
Doni menatap, menghela nafas lalu mengambil tas di sampingnya.“Bayaran segini, cukup, kan?” Doni memberikan lima lembar uang merah.Rani langsung mengambilnya, “sudah lebih dari cukup.”Doni mendengus, melihat Rani yang mata duitan, lalu kembali pada pekerjaannya.Akhirnya Rani dan Doni sudah sampai di tempat tujuan.“Setelah ini, aku bisa pergi, kan?”“Bibi menelepon terus, kami harus bicara, Mas.” Ucap Rani ketika Doni menatapnya.“Baiklah. Bawa mobil itu, nanti kamu jemput lagi Mas.”“Kemari?” Rani menatap tidak percaya.“Ke kantor saja, Mas pergi ke sana selepas ini selesai.”Rani menghembuskan nafas lega. Karena, kalau sampai kembali ke sini, Rani akan menangis dan memilih di marahi.“Siap! Kalau begitu, aku pergi dulu.” Rani memberi hormat dan kembali ke balik kemudi.“Jangan ngebut. Ini tamba
Baca selengkapnya
Bab 23. Kecelakaan Tori
Rani merasa lega, walaupun bau asap kendaraan mengelilinginya. Dia tidak menghiraukan itu, yang Rani rasakan saat ini kelegaan, karena sebentar lagi dia bisa lepas dari beban walaupun hanya sebentar.“Apakah aku tinggal bersama nenek saja, ya, di sana.”“Kamu tidak Saya izinkan!”“Kenapa tidak_ aaah!” Rani terlonjak, hampir saja terjungkal andai Doni tidak segera menangkapnya.“Ke, kenapa, kenapa Mas ada di sini?” ucap Rani gugup.“Saya ingin pergi ke suatu tempat, tapi sayang, tempat itu sudah di tutup karena seseorang tidak datang menjemput sampai saat ini!” Doni menatap dengan ujung matanya.Rani meringis, “maaf, aku sedikit mau kabur, karena belum siap_”Rani melotot ketika Doni meraih tengkuknya dan melumat habis bibirnya yang masih bergetar.“Sekali ucapan kabur, keluar dari mulutmu, Saya tidak akan segan menghisap, bahkan menggigit bibir dan lehermu!”Rani menutup mulut dan memegang leher dengan mata melotot.“Mas, Mas bukan hantu kan?” Rani menatap sekeliling, bulu kuduknya mu
Baca selengkapnya
Bab 24. Rahasia Fani
Di ranjang rumah sakit, Tori mengerjapkan mata menatap sekeliling dan tersenyum, orang pertama yang dia lihat ternyata Rani. Tangannya menggapai dan menggenggam, “kamu di sini.” Ucapnya lemah. “Kamu sudah bangun.” Rani tidak kuasa menahan air mata, “maaf, karena aku kamu jadi seperti ini.” Tori menggeleng dan tersenyum, “ini bukan salah kamu, aku yang ceroboh dan terlalu memaksakan kehendak. Sudah tahu dari dulu kalau kamu itu_” “Tori, anakku!” Mamah Tori mendekat menggeser Rani menjauh. “Kamu tidak apa-apa, Sayang? Ada yang sakit? Oh, iya. Mamah harus memanggil dokter!” Mamah Tori tidak diam, membuat Tori tersenyum. “Maaah, Tori tidak apa-apa.” “Tidak apa-apa bagaimana! Wajah dan tubuhmu babak belur begini!” Mamah Tori menatap Rani, “Ini salah kamu! Ingat, ya! Kamu harus tanggung jawab menjaga anak Saya! Bila perlu Saya akan meminta Bibimu untuk menikahkan kalian saat ini juga!” Mamah Tori menatap Rani benci. “Maah, jangan paksa_” “Dia memang harus di paksa, supaya sadar! S
Baca selengkapnya
Bab 25. Panggilan Cinta
“Maaas, aku tidak butuh_””Jangan banyak bicara! Pokonya malam ini kita menilah, tidak ada penolakan!” Doni kembali melajukan mobil tanpa menatap Rani yang sudah tidak tenang.Dan pada akhirnya Rani pun menikah malam itu tanpa bisa mengelak. Saat ini, dia tengah duduk diranjang kesakitan yang mungkin Doni akan meminta haknya.Tubuhnya bergetar, benar-benar ketakutan dengan apa yang akan terjadi setelah ini.Terdengar pintu kamar terbuka dan derap langkah masuk membuat hati Rani semakin tidak karuan.Rani gelisah tangannya tidak henti diremas dengan nafas yang terus berembus kasar.“Kenapa kamu tidak pergi ganti baju?” Doni mendekat, “atau kamu berharap, Mas yang membuka baju kamu!”Rani mendongak, jantungnya berdegup tidak normal ketika merasakan embusan panas dari nafas Doni yang terlalu dekat.Dengan cepat Rani menggeleng dan menjauhkan kepalanya.Dia menatap Doni dengan mata yang membulat.“Kenapa_ eh, bukannya itu yang_”Rani menyilangkan tangan dan menggeleng kuat, “aku mau man
Baca selengkapnya
Bab 26. Obat di pagi hari
Suara pintu terbuka membuat Rani menutup kepala dengan selimut.“Apa yang kamu lakukan, apakah kamu sudah tidur, Sayang?”“Ya, aku sudah_” Rani berhenti, membuka selimut dan menatap takjub Doni yang tengah tertawa.“Mana ada yang tidur menyahut! Kamu itu ada-ada saja!”Rani mengalihkan pandangan, “maaf ...”Doni merangkak mengungkung Rani yang semakin memegang erat selimut.“Ayo kita tidur, Mas sungguh lelah.” Doni menjatuhkan tubuhnya di pinggir membawa Rani dalam pelukan.“Selamat malam, Sayang.” Kecupan di dahi membuat senyum Rani naik.“Mas akan selalu mengingatmu, Fani.”Rani membeku, senyumnya luntur seketika. Doa terasa jatuh ke jurang yang paling dan kembali ingat apa tujuan dari pernikahan yang dia jalani ini.Perlahan, Rani mengurai pelukan Doni, dia bangun dan menatap wajah tampan suaminya.“Suami, bisakah a
Baca selengkapnya
Bab 27. Masih Ingat Dia
“Fania, kamu tunggu di sini, ya. Mamah mau ke kamar mandi_”“Siap! Fania tidak akan mengintip seperti Mamah barusan ke_”Rani menutup mulut Fania segera sebelum anak ini mengatakannya pada semua orang yang tengah siap-siap untuk makan.“Ssstt ... jangan bicara lagi, di sini orang-orang mau makan, jadi jangan banyak bicara, oke! Mamah mau ke kamar mandi.”Rani melenggang pergi, setelah memastikan Fania diam. Dia tidak akan membiarkan anak itu mengatakan apa yang barusan dia lihat.Setelah selesai dari kamar mandi, Rani membantu ART menghidangkan makanan untuk sarapan.Beberapa kali ikut sarapan di rumah ini, Rani baru sadar ternyata kebiasaan orang-orang rumah sama dengan dirinya.Sarapan di pagi hari memakan nasi goreng, atau nasi uduk. Bukannya makan roti atau sereal seperti di TV-TV yang biasa dia lihat.“Mam, sepertinya Doni akan pindah rumah.” Ucap Doni mengutarakan apa yang dia pikirkan sedari tadi di kamar mandi.Mamih menatap anaknya yang baru saja menikah, dan menghembuskan na
Baca selengkapnya
Bab. 28 Aku Hanya Bayangan
“Mamih tidak ingin melihat Rani semakin tersakiti! Setidaknya bila di sini, dia tidak akan merasa sedih karena banyak teman mengobrol untuk melupakan rasa sakit di hatinya.” Mamih berdiri, suara kursi berdecit kuat, karena Mamih menyentaknya kasar.“Tapi dia istri Doni, Mam. Dan ke mana pun Doni pergi dia harus_”“Tidak! Mamih tidak mengizinkan kalian pindah dari sini, sebelum kamu menganggap istrimu itu benar-benar Rani bukan karena bayangan Fani!”Mamih menatap Doni jengah, “bila itu tidak bisa kamu lakukan, lihat saja, Don. Kamu yang akan menyesalinya. Karena, wanita pun punya kesabaran yang ada batasnya.” Mamih menghembuskan nafas.“Mamih harap, kamu tidak menyesal terlalu mendalam dengan kemungkinan buruk yang akan terjadi. Berubahlah, sebelum meledak.”Rani menutup mulut, karena tangisnya mulai tidak bisa terbendung. Hatinya kembali tersakiti oleh orang-orang yang begitu dekat dengan
Baca selengkapnya
Bab 29. Wanita-wanita Ular
Di rumah, Rani masih terbaring lemas akibat terus menangis. Air matanya sudah surut dan tidak bisa keluar lagi.“Kamu kuat Rani! Ayo bangun, dan tunjukan pada dunia kalau kamu tidak apa-apa!”Rani mencoba menyugesti pikirannya supaya tidak berlarut-larut dalam kesedihan.Dan akhirnya, Rani mempunyai tenaga untuk bangun dan membersihkan diri sebelum Fania pulang sekolah.Namun, sebelum dia beranjak ada pesan yang masuk.“Ayo kita bertemu! Saya ingin makan enak!” Rani tidak usah melihat nama pengirim lagi karena, dia sudah tahu pesan dari siapa itu.“Jangan menolak! Bila kamu tidak mau terjadi sesuatu!” pesan baru kembali Rani dapatkan.Rani menghela nafas, “iya.”Walaupun malas, akhirnya Rani mengiyakan untuk bertemu.“Datang ke restoran XXM depan persimpangan! Jangan telat!”“Iyaaa.”“Sebenarnya aku ingin berendam. Tapi, itu membutuhkan waktu lama. Aaah, kalau begitu, apa boleh buat!Rani akhirnya hanya mencuci muka tanpa pergi mandi karena, tidak mau membuat Bibinya bicara yang tida
Baca selengkapnya
Bab. 30. Perlakuan lembut Pram
“Kamu masuk dulu, Saya ingin membeli sesuatu di minimarket depan!”“Aaah,” Mawar mengentakkan kaki seperti anak kecil.“Ya sudah. Tapi jangan lama-lama, aku tunggu di dalam.” Matanya menatap Doni manja.“Iya, Mawaaar. Saya tidak akan lama!”Setelah melihat Mawar pergi, Doni menatap istrinya dari atas sampai bawah. Dia menyungging senyum melihat cara berpakaian Rani.“Kamu cantik!”Rani mengerling, melangkah dengan menghembuskan nafas kasar.“Kamu mau ke mana?”Tangan Rani di tarik Doni supaya tidak pergi.Rani kembali menghembuskan nafas, “aku mau pulang, Maaas. Bisa kan, sekarang lepaskan tanganku, Mas. Aku ingin cepat sampai rumah.”“Kamu dengan siapa kemari?” Doni menatap sekeliling.“Aku di bawa si kuning, Mas. Jadi, bisa lepaskan tangan aku, tidak!” Rasanya Rani ingin menggeplak kepala Doni sakin
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status