Menikah karena Cinta Duda, itu hal biasa. Tapi menikah karena Cinta Anak Duda, itu hal yang luar, biasa. Rani Wanita 20 tahun harus berurusan dengan seorang duda beranak satu akibat anak sang duda yang bernama Fania menganggap Rani Mamah yang melahirkannya. Bukan hanya itu, Fania pun pernah hampir saja tertabrak karena ingin mengejar Rani karena kecewa pada Papahnya Doni. Sehingga, membuat Rani tidak rela berpisah dengannya. Dan saat itulah Rani wanita bertubuh mungil tersebut bertemu dengan Doni sang duda yang bersifat angkuh dan arogan. Wajah Doni memang tidak terlalu tampan dengan kulit yang tidak terlalu, putih, tapi dengan karismanya yang cukup kuat, membuat semua orang tunduk padanya. Begitu pun dengan Rani, dia tunduk pada permintaan Doni untuk menikah dengannya, bila masih menginginkan untuk bisa melihat Fania yang sudah mencuri hatinya walaupun baru beberapa jam bertemu.
Lihat lebih banyak“Tidaaak!” Semua orang berteriak ketika melihat seorang anak menyeberang dengan ceroboh demi memeluk Rani.
“Apa kamu tidak apa-apa?” Rani terlihat pucat dan memeriksa si anak dengan teliti.
Matilah kauuu! Kalau sampai ada apa-apa dengan anak ini, bisa berabe nanti.
Lagian kenapa sih, ni anak tidak ada yang mengawas!
Rani menggerutu di dalam hati sembari celingak-celinguk mencari orang tua anak tersebut.
“Mamaaah, huhuhu ...” Si anak menangis dengan memeluk erat Rani.
“Tidak-tidak, Saya bukan_”
“Fania Albarani! Apa yang kamu lakukan!” Doni berdiri dengan nafas ngos-ngosan.
Dia berteriak dan menatap tajam pada sang anak yang bernama Fania
“Kamu membuat semua orang kawatir! Apa kamu ingin membuat Papah mati mendadak!” Dia pun menarik Fania dengan paksa.
“Tidak! Fania ingin dengan Mamah, Papah jahat! Pokonya Fania ingin dengan Mamah!” Fania memeluk erat Rani yang dia panggil Mamah.
“Fania! Apa kamu ingin Papah_”
“Maaf, Pak. Bisa bicara dengan lembut, kasihan anaknya kesakitan.” Rani yang sejak tadi terdiam, mencoba mengingatkan.
“Apa urusannya denganmu! Dia itu anak Saya, jadi ini tanggung jawab Saya!” Doni membentak tanpa tahu situasi.
Mimpi apa aku semalam, sampai di bentak orang tidak dikenal, karena menyelamatkan bocah yang hampir tertabrak!
Dikira mamahnya, lagi! Apes banget aku hari ini.
Rani kembali menggerutu di dalam hati sembari terus menatap Doni yang ngeyel.
“Fania! Cepat lepaskan, ikut Papah, sekarang!”
“Tidak mau, Fania ingin bersama Mamah. Fania tidak mau bersama Tante jahat!” Fania semakin erat memeluk.
“Fania! Mamah kamu itu sudah_”
Akhirnya Rani merasa kesal dan semakin kesal lagi ketika dengan tidak hormatnya, Doni malah memeluk dan meminta melepaskan anaknya.
“STOP!” Rani berteriak dan menendang kaki Doni dengan penuh kemarahan.
“Kamu!” Doni tersulut emosi dan hendak menampar.
“Apa! Anda ingin menampar Saya karena kesalahan Anda sendiri!” Rani menatapnya garang dengan tangan memeluk si anak yang mulai gemetaran karena ketakutan.
“Aduuuh, maafkan Tante, ya, Nak. Bukannya Tante ingin membentakmu.” Rani memenangkan Fania dengan mengusap kepala.
“Lihat, nih! Anaknya sampai gemetaran ketakutan! Dasar orang tidak becus!”
Doni terkejut, karena baru pertama kali ada orang yang berani mengomelinya dengan tajam terkecuali istri dan Mamihnya.
Dia ingin marah kembali, tapi ketika melihat interaksi Rani pada Fania anaknya, akhirnya dia terdiam.
“Fania anak baik, kan?”
Fania mengangguk dan tetap memeluk Rani dengan erat.
“Kalau begitu, Fania bisa lepaskan Tante? Tante sakit lehernya, tidak bisa bernafas. Apa Fania ingin_”
“Tidak! Fania ingin terus seperti ini, Fania takut, nanti Mamah pergi lagi!” Fania memeluk semakin erat.
Rani menghembuskan nafas perlahan dan kembali membujuk.
“Tidak sayang, Tante tidak akan pergi, coba tanyakan pada Papahmu?” Rani melihat Doni untuk meminta bekerja sama, tapi ...
“Fani!” Doni malah memeluk dengan cepat ketika mata mereka saling beradu pandang.
“Ternyata kamu benar-benar masih hidup. Ke mana kamu selama ini, Sayang. Aku dan Fania terus merindukan kamu.” Pelukannya semakin erat.
“Heeey! Apa yang Anda lakukan!” Rani meronta dan akhirnya bisa terlepas setelah menggigit tangan Doni.
“Hey, Tuan jelek! Apa Anda kesurupan? Mencari kesempatan dalam kesempitan! Nama Saya Rani, bukan Fani!”
“Kalian!” Rani menatap 3 orang berbaju hitam, “ini, Bos kalian, bukan?”
“Iya, Nyonya.”
“Seret dia ke mobil dan bawa anak_”
“Fania ingin bersama Mamah!” Fania kembali memeluk Rani dengan kuat.
“Nyonya, eh, Nona ...”
“Panggil saja Saya Rani.”
“Baik, Nona Rani, bisakah Anda ikut saja bersama kami?”
Rani menggaruk pelipis, sebenarnya dia tidak ingin mempunyai masalah, tapi ketika melihat tatapan orang-orang dan kesedihan Fania, akhirnya dia ikut pergi.
Untung hari ini aku libur. Jadi tidak meresahkan!
Hati Rani kembali berbicara sembari naik mobil dengan susah payah karena Fania tidak mau lepas.
Sesampainya di rumah Fania, Rani menatap tidak percaya karena ternyata Fania bukan anak orang sembarangan.
“Fania! Apa kamu tidak apa-apa, Sayang?” Mawar menghampiri dan hendak memeluk.
“Jangan mendekat, wanita ular! Kamu hanya ingin Papah dan tidak_”
“Fania!” Suara menggelegar itu kembali terdengar, membuat Fania merapat ke arah Rani.
“Jaga bicaramu! Jangan sampai Papah_”
Rani yang sudah kesal, karena dari tadi Doni terus membentak anaknya, langsung menatap dengan permusuhan dan berkacak pinggang.
“Anda itu laki-laki apa perempuan! Cerewet banget! Dari tadi teruuus, saja mengomel!”
“Hey, dia anak Saya, jadi_”
“Memangnya siapa yang bilang Fania anak Saya! Dasar lambe beo! Pantas saja anaknya ingin kabur!”
“Apa kamu bilang!”
“Apa, membentak lagi! Mau tampar, nih!” Rani menyodorkan pipi dengan ujung mata menatap tajam.
Semua orang terkejut karena melihat Tuan yang selama ini jarang bicara, malah saling adu mulut dengan wanita yang baru mereka lihat.
Kembali semua orang terkejut ketika melihat wajah Rani yang sama persis dengan Nyonya muda mereka.
“Minggir!” Rani menyenggol tubuh tinggi Doni, “Fania sayang, Tante minta minum, ya. Seret nih, haus.” Rani mengusap tenggorokan dengan satu tangan menggenggam tangan Fania.
“Ini semua gara-gara si lambe beo!” Rani menatap Doni dengan ujung matanya.
“Mamah mau minum? Ayo masuk, di lemari pendingin banyak minuman. Nanti Fania pilihkan kesukaan Fania dan Papah.” Fania menarik Rani, melewati Mawar, wanita yang hendak memeluknya tadi.
“Siapa yang mengizinkan kamu membawa orang asing masuk rumah?” suara itu kembali terdengar, membuat Rani terdiam.
“Bagaimana kalau dia komplotan pencuri penggasak rumah, apa kamu tidak takut, Fania?”
Rani mengepalkan tangan dan bergumam, “Dasar Tua bangka jelek!” dia melepaskan tangan Fania dan berbalik menatap Doni dengan permusuhan.
“Hey, Tuan Jelek! Kalau Saya perampok, ngapai Saya ikut kesini! Cari cara yang elegan dong, buat cari duit! Contohnya, Saya bawa saja Fania, dan minta tebusan. Toh Fania sendiri yang mendekat, atau ... bisa saja Saya jual dia, enakkan!” Rani menyeringai.
Doni terkejut ketika mendengar penuturan Rani.
“Kamu!”
“Kenapa, takut! Kalau tetap tidak percaya, perintahkan bawahanmu membawa minum! Saya benar-benar haus. Atau, jangan-jangan di sini minum harus bayar!”
“Mamah, ini minumnya.” Fania menyodorkan sebotol air yang bertabur bulir jeruk yang menyegarkan, membuat Rani semakin kehausan.
“Aduuuh, Fania memang baik. Tidak seperti_ eeeh, apa yang Anda lakukan!” Rani terkejut ketika botol itu berpindah tangan dan airnya habis tidak tersisa.
Rani menelan ludah dan terlihat sedih, dia benar-benar haus.
“Anda menghabiskan minum Saya?”
“Siapa bilang itu minum kamu?”
“Tapi Fania mengambilkannya itu untuk Saya. Apa Anda tidak melihat, tadi Fania memberikannya pada Saya?”
“Mungkin.”
Rani mengepalkan tangan kesal, “Kembalikan minuman Saya! Karena itu Fania yang memberikannya!”
Doni malah menaikkan alis, “Tetap saja itu punya Saya, karena Sayalah yang berkuasa di sini, jadi, tanpa persetujuan Saya tidak boleh ada yang minum!”
“Apa! Dasar orang tua aneh! Minta minum saja harus pake acara drama, bilang inilah, itulah. Bilang saja, TIDAK BOLEH Dari tadi! Minggir!” Karena kesal, Rani mendorongnya kuat dan melangkah pergi.
Rani memutuskan untuk mencari minum di warung terdekat saja. Dia hendak pergi,
“Mamah mau ke mana?” Fania memeluk Rani.
“Mau beli minum, Fania mau ikut?”
“Tidak boleh!” sebelum Fania menjawab, Doni sudah terlebih dahulu menentang.
“Kalau begitu, Tante pergi_”
“Tidak, Fania ingin bersama Mamah!”
Ya ampuuun, sebenarnya ini kenapa, aku hanya ingin minum.
Rani menggerutu di dalam hati.
“Kamu harus tetap di sini, Fania. Bagaimana kalau dia menculik_”
“Hey, kalau begitu, cepat Saya minta minum! Anda ini kenapa sih, Saya membawa Fania karena ingin membeli minum, tidak boleh. Minta minum pun malah di habiskan sendiri.”
“Saya tidak kenaapa-apa dan memang Saya tidak mengizinkan siapa pun mengambil milik Saya! Kecuali_”
“Kecuali_” Rani mengerutkan kening. Baru kali ini dia menghadapi orang macam ini, benar-benar merepotkan.
Doni tidak mau mendengar apa pun yang istrinya katakan, dia menutup telepon dengan kasar dan melemparnya ke samping.Sedangkan di tempat lain, Rani tengah mengusap muka sembari menghembuskan nafas kasar. Dia tidak tahu harus berbuat apa, karena saat ini, dia tidak mungkin meminta Pram untuk memutar, dan kembali ke rumah. Sebab, dia sudah janji untuk membawa Fania ke tempat mandi bola, sebagai permohonan maaf.“Kamu kenapa, sepertinya tidak baik-baik saja?” Pram menatap Rani.Dia berpikir inilah waktu yang tepat untuk lebih mendekatkan diri pada istri kakaknya.Pram sudah tidak sabar ingin melihat raut wajah Doni yang marah dan kembali kalah dengan apa yang Pram lakukan.Dia pun akan sedikit demi sedikit mempengaruhi Rani supaya berpaling padanya seperti Fani di waktu dulu sehingga menghasilkan anak yang ada di antara mereka sekarang.“Tidak apa, Bang.” Rani malah menatap Fania yang tengah bermain dengan bonekanya.“Sayan
“Sekarang kalian bisa pergi.” Akhirnya semua pergi dan menyisakan satu wanita paruh baya yang membuat kening, Rani mengerut ketika melihatnya masih berdiri di.“Apakah masih ada yang mau Bibi tanyakan?”“Maaf, Nyonya. Masakan tadi ... maksud Saya masakan uang tadi Nyonya buat_”“Oh, iya. Kalian bisa memakannya. Saya sudah tidak berselera, lagian sebentar lagi Saya pergi.”Pekerja itu mengangguk dan pergi. “Kamu mau pergi ke mana? Apa kamu sudah tidak sakit lagi?”“Sakit, aku?” Rani mengerutkan kening, tapi tidak lama menggeleng, “itu sudah tidak apa. Sekarang aku mau bertemu dengan Fania. Aku rindu. Semalam Mas malah langsung membawaku sebelum melihatnya.”Doni tersenyum, mengikuti istrinya pergi. Akan tetapi, sebelum Rani mencapai pintu rumah, dia langsung menarik Rani supaya medekat padanya.“Kamu pergi dengan, Pram?” Doni menatap sang istri yang malah melambaikan tangan. Sehingga dengan cepat Doni meraih tangan itu dan membawanya ke sebalik badan.“Mas tidak akan mengizinkan kam
“Tidak usah, aku masak sendiri saja.” Rani memilih melangkah ke dapur dan menyiapkan semua yang ingin dia makan.“Maaf, Nyonya. Pak Doni itu tidak suka nasi goreng yang di campur telur. Dia lebih suka yang telurnya di simpan di atas nasi dan ditaburi bawang goreng.” Ucap si pembantu dengan bangga karena dia bisa menghafal semua yang disukai sang tuan.Sedangkan Rani langsung berhenti dan mengerutkan kening, “apakah kamu meragukan apa yang akan Saya buatkan untuk, suami Saya?” Rani menekankan kata terakhir sembari melipat tangan.“Yang istrinya itu kamu, apa Saya?” Rani menatap lekat sang pembantu yang sepertinya merasa jadi Nyonya rumah.“Eh, m-maaf, maaf Nyonya. Saya tidak bermaksud demikian. Tapi yang Saya_”“Benarkah begitu! Kalau begitu Saya tidak peduli!” Rani memberikan tatapan tajam.“Kamu bisa pergi dari sini! Jangan ngelunjak!” Rani kembali pada kegiatannya.“Di sini, Saya Nyonya kamu!” Rani benar-benar kesal.
“Maaas!” Dengan cepat Rani mengalungkan tangan di leher sang suami.“Masih sakit, kan.” Ucap Doni tanpa menggubris rengekan sang istri yang ingin turun.Dia membaringkan tubuh Rani dengan hati-hati. “Maaas, aku cape.” Mata Rani terbuka ketika merasakan embusan nafas Doni mendekat.Doni mengulum senyum, “iyaaa, Mas, tahu. Mas hanya ingin_” Doni mendaratkan kecupan di kening.“Selamat malam, Sayang.” Rani tersenyum, dia tidak menyangka kalau Doni bisa semanis itu.“Sekarang, ayo kita tidur.” Doni membawa Rani dalam pelukan setelah menyelimuti tubuh mereka berdua.Rani pun semakin dalam menyembunyikan kepala di pelukan hangat suaminya, dan akhirnya mereka pun tidur dengan saling memeluk membawa hati bahagia ke peraduan yang akan merubah semua kehidupan keduanya.*** Rani terbangun dengan uluman senyum menghiasi wajahnya. Dia tidak menyangka mulai hari ini dia benar-benar sudah menjadi seorang i
Rani melipat bibir ke dalam dengan tangan saling berpautan dan mata tidak berani menatap.Doni menghembuskan nafas, meraih dagu sang istri, “tatap Mas, Sayaaang. Katakan, sejak kapan kamu sering bertukar kabar dengan Pram.”Rani terdiam dengan otak bekerja mencari alasan yang tepat supaya sang suami tidak marah.“Mas, tidak butuh diammu, Rani. Yang Mas butuh kan kejujuran dari istri Mas.”Doni berucap pelan di depan telinga, membuat Rani berjengket. Andai pinggangnya tidak di pegang, mungkin dia tersungkur.“Hati-hati Sayaaang, Mas hanya minta kejujur.”Rani menghembuskan nafas, dan akhirnya mau tidak mau Rani pun membalas tatapan Doni dengan menelan saliva seret.“Emmm, sebenarnya, sudah lama. Kalau tidak salah ketika di antar pulang waktu dari rumah sakit.”Doni terkejut, tubuhnya menegang menatap sang istri mencari kebohongan, namun dia tidak mendapatkannya. Hati Doni mulai tidak tenang.“Apa kalian sering bertemu di luar atau di rumah tanpa se_”“Tidak dan iyah!”Rani cemberut dan
Rani di bawa masuk ke kamar dan di jatuhkan sedikit kasar, membuat dia menjerit.“Bisa kan pelan-pelan, sakit tahu!” Rani menggerutu dan duduk di atas kasur.“Itu hukuman kamu karena tidak bisa diam.”“Ya wajarlah aku berontak, Mas bikin aku malu di depan Mamih dan orang rumah.”Doni tidak menggubrisnya, dia malah masuk ke kamar mandi tanpa berucap sedikit pun.“Mas, tenggorokannya sakit, ya? Perasaan dari tadi aku yang jerit-jerit.”Doni mendengus, sembari menatap Rani dengan ujung matanya.Rani yang melihat itu hanya mengedikkan bahu. Dia malah turun menapaki kaki yang sedikit berjinjit.“Jangan coba-coba untuk kabur! Kita selesaikan semua hari ini.”Rani mengangguk sebelum Doni menutup pintu kamar mandi, dan dia pun keluar.Perutnya terasa lapar karena, sejak pulang dari supermarket dia belum makan apa-apa.“Perutku lapar sekali, mudah-mudahan ada yang bisa di makan.” Ucap Rani sembari mengusap perut yang sudah berdemo.Namun, semua dipatahkan dengan cukup keras ketika Rani membuka
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen