Semua Bab SUMPAH ANAK YANG TERSAKITI: Bab 51 - Bab 60
128 Bab
51. Ancaman Arman
Enam bulan sudah Arman menjalani hari-harinya di penjara. Dua kali saja Lusi mengunjunginya. Setelah itu dirinya menghilang. Begitu juga dengan uang bulanan yang ia janjikan pada Arman. Sebagai seorang pria, Arman tentu murka karena merasa tertipu. Namun, saat itu dirinya sedang tidak berdaya. Sehingga dia hanya bisa pasrah pada keadaan. Arman benar-benar menjalani masa hukumannya. Dia juga berusaha berperilaku baik. Sehingga dirinya mendapatkan remisi setengah bulan masa tahanan. Akhirnya setelah lima bulan setengah mendekam di penjara, Arman bisa menghirup udara bebas. Dia sengaja tidak langsung menemui Lusi. Pria itu memilih waktu yang tepat karena saat itu Lusi memblokir semua akses. Butuh waktu satu minggu lamanya bagi Arman untuk memantau perempuan itu. Hingga akhirnya laki-laki itu memberanikan diri untuk menemui Lusi. Tentunya Arman sudah menelisik semua. Dia melihat Haris sudah pergi ke kantor bersama sopirnya. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Ketika Arman memgetuk pintu, Lu
Baca selengkapnya
52. Benih Arman
Lusi sendiri benar-benar berganti pakaian. Namun, otak perempuan itu terus berputar. Tentu dia tidak mau menyerahkan tubuhnya pada Arman secara cuma-cuma. Karena memang di dasar hatinya tidak ada rasa cinta untuk pria itu. Hingga akhirnya manik perempuan itu tertuju pada kotak obat di bufet kamar. Lusi buru-buru membuka kotak obat tersebut. Satu strip tablet obat tidur dia ambil. Haris memang selalu menyediakan obat tidur. Semenjak berpisah dengan Miranti dan Abrina, pria itu terlampau sulit untuk memejamkan mata. Sehingga memerlukan obat tersebut setiap malam. Lusi yang merasa sudah di atas angin lekas memasukan obat tersebut ke tas tangannya. Dirinya lantas merias wajah. Setelah merasa cantik baru dia keluar untuk menemui Arman. Tiga bulan setelah resmi menjadi Nyonya Haris, Lusi meminta diberikan mobil. Dengan berbagai alasan dia mampu meyakinkan suaminya untuk memberi kendaraan tersebut. Sehingga perempuan itu leluasa pergi ke manapun tanpa diikuti oleh Pak Nono. Lusi pun mel
Baca selengkapnya
53. Arman Balas Dendam
Lusi terkapar di ranjang. Pergumulan panasnya dengan Arman membuatnya lemas. Pria itu menggaulinya dengan cukup brutal. Sebagai wanita muda tentu Lusi merasa puas dengan permainannya Arman. Namun, lama-lama dia merasa jengah karena Arman terlampau kuat di ranjang. Berbeda dengan Haris yang memang usianya di atas mereka. Sementara itu Arman tersenyum puas melihat Lusi terkulai di ranjang. Dia memang sengaja melakukan itu. Karena ada satu ide cemerlang yang melintas di otaknya. "Otak kamu itu licik banget, Lus," ujar Arman sembari memainkan rambut panjang Lusi yang terpejam. Selain karena kelelahan efek obat tidur yang ia minum pun sudah bekerja."Jadi aku harus lebih ekstra menjerat kamu. Biar kamu gak bisa berkutik di hadapan aku," lanjut Arman dengan seringai miring. Tangan pria itu lantas meraih ponselnya yang tergeletak di nakas samping ranjang. Arman pun mulai menyalakan kamera. Tanpa buang waktu dia segera membuat video saat mencumbui Lusi. Bibir Arman tersungging ketika mel
Baca selengkapnya
54. Kepergok Livi
Lusi pun menyerah. Akhirnya dia pasrah saja dijadikan ATM berjalan serta budak pemuasnya Arman. Bahkan perempuan itu pernah hamil anaknya Arman. Namun, segera ia gugurkan. Arman sendiri tidak peduli. Baginya yang terpenting hidupnya sudah terjamin. Di sepuluh bulan pernikahan, Haris pernah akan mengajukan cerai. Alasannya adalah Lusi tidak kunjung memberinya anak laki-laki. Hingga akhirnya Lusi meminta pada Arman untuk sementara waktu jangan dulu menganggu. Arman setuju dengan bersyarat. Pria itu minta dibelikan sebuah mobil. Lusi pun mengabulkan keinginan Arman. Dia membelikan laki-laki itu mobil Pajero putih yang beberapa waktu lalu diserempet oleh Haris. Hubungan Arman dan Lusi benar-benar tidak tercium oleh Haris. Karena Lusi cukup rapi menyembunyikannya. Dia selalu memberikan uang cash pada Arman. Begitu juga untuk uang cicilan mobilnya Arman. Tepat setahun menikah, akhirnya Lusi hamil kembali. Dan itu anaknya Haris yang bernama Alsaki. Perempuan itu kembali berhubungan deng
Baca selengkapnya
55. Bi Sarti Tahu
"Mbak selingkuh ya dari Mas Haris?""Jangan sembarangan kalo ngomong, Vi!" tegur Lusi langsung. "Ya udah ... coba kasih aku penjelasan, kenapa kamu mau dicium sama laki-laki itu," tantang Livia seraya melipat kedua tangannya di dada. "Jaga mulut kamu! Kalo Bi Sarti dengar gimana?" bentak Lusi dengan mata yang mendelik. Livia menghembuskan napasnya. "Mbak, kamu itu sudah beruntung dipungut Mas Haris menjadi istrinya, kenapa sih kamu tega menduakan dia?""Sekali lagi kamu ngomong gak bener, aku gak akan segan buat gampar kamu!" tegas Lusi dengan mata mengintimidasi. "Aku cuma mau mengingatkan, Mbak, kalo kebohongan ditutupi serapat apapun tetap suatu saat pasti akan terbongkar." "Sudah dibilang aku gak ada hubungan dengan Arman!" sangkal Lusi pada nasihat adiknya. Tanpa dia ketahui suaranya terdengar oleh Bi Sarti. Kebetulan perempuan itu akan mengantarkan jus wortel pesanan Livia. Bi Sarti memilih untuk menghentikan langkahnya. Dia perlu mencuri dengar pembicaraan istri majikan
Baca selengkapnya
56. Kepergok Abrina
"Oh iya tadi pagi Arman nganterin ini." Lusi menyerahkan bon bengkel pada Haris. "Arman siapa?" Haris sudah terlupa. "Itu lho mantan pacarnya Mbak Ranti," sahut Lusi sambil memainkan bibirnya. Haris tidak menimpali. Pria itu melihat angka yang tertera di bon. "Sama aku juga minta duit buat arisan dan pegangan dua puluh juta, Mas," pinta Lusi saat Haris akan mengambil cek. "Banyak bener tiga puluh juta." Mata Haris menatap Lusi dengan lekat, "baru kemarin loh kamu minta duit.""Mas, kebutuhan aku itu banyak. Itu tiga puluh juta kan yang sepuluh buat bayar bonnya Arman. Sepuluh lagi buat bayar arisan. Terus sisanya ya buat pegangan." Lagi-lagi Lusi membeberkan karangan palsu. "Heran boros banget kamu jadi orang," omel Haris sembari menulis angka, "perasaan banyak banget ikut arisan tapi nggak pernah dapet," ujarnya seraya menyerahkan kertas cek pada istrinya. Bibir Lusi langsung mengembangkan senyum melihat angka 30 juta pada kertas tersebut. "Terima kasih," ucapnya manja sambil
Baca selengkapnya
57. Di Supermarket
Abrina kembali mengarahkan pandangan pada Arman dan Lusi. Kedua sejoli itu sedang berada di rak parfum. Arman sendiri tampak tengah menggoda Lusi. Pria itu beberapa kali menyemprotkan parfum tersebut ke arah Lusi. Gayung bersambut. Lusi yang sedari tadi datar mulai merasa kesal dan gemas. Wanita itu mencubit keras perutnya Arman. Alhasil Arman pun menjerit kesakitan. Hal tersebut memancing kebahagiaan pada diri Lusi. Perempuan itu pun terbahak. "Asli ... kok mereka kayak orang lagi pacaran ya, Bi?" ujar Gavin sambil terus memperhatikan Arman dan Lusi dari tempatnya. Abrina tidak menyahut. Gadis itu sedang mengabadikan momen kebersamaan Arman dan Lusi. Dia lantas melihat hasil jepretannya. "Mau kamu kirim itu foto ke Papa kamu?" tanya Gavin lagi. "Wanita itu pintar banget ngomong, aku harus ngumpulin banyak bukti biar Papa percaya," jawab Abrina serius. Gadis itu lantas menatap Gavin. "Kamu bisa bantu aku gak, Vin?" tanyanya kemudian. Gavin yang memang selalu ingin direpotkan ole
Baca selengkapnya
58. Pak Min Salah Paham Maksud Gavin
"Eh mau ke mana, Vin?" cegah Abrina melihat Gavin mengayunkan langkah. "Gue mau nyari daleman," sahut Gavin dengan entengnya. "Dih gimana sih? Tadi di luar bilangnya mau beli hoodie, kenapa ganti jadi pakaian dalam?" Meski heran, Abrina mengikuti langkahnya Gavin. Tentu dia harus selalu berlindung di belakang tubuhnya pemuda itu. Karena dirinya tidak mau penyamarannya terbongkar. Sayangnya gadis itu dibuat merah padam saat Gavin justru menuju area pakaian dalam perempuan. "Coba dong pilihin satu lingerie yang paling bagus!" suruh Gavin dengan santainya. "Mau buat siapa?" tanya Abrina dengan menahan malu. "Buat cewek gue," jawab Gavin asal. Sebenarnya bukan asal, pemuda itu memang ingin membelikan Abrina pakaian dalam. Dia ingin tahu reaksi Abrina jika tahu nanti. "Oh jadi kamu sudah punya cewek?" Mulut Abrina membulat tidak percaya. "Kenapa? Cemburu ya?" Gavin tampak penasaran dengan perasaan Abrina. "Kenapa mesti cemburu? Malah seneng akunya," balas Abrina jujur, "tapi kayak
Baca selengkapnya
59. Masih Gagal Paham
"Ah sudahlah ... bagaimana pun aku harus jujur ke Mas Gibran," putus Pak Min setelah berpikir panjang. "Tapi nanti Mas Gavin bakalan marah."Pak Min kembali dibuat bimbang. "Ahhh sapa tahu Mas Gavin check-in hotelnya gak cuma sama Mbak Abrina saja. Mungkin ada Anggi dan yang lain," tuturnya berbicara sendiri. Dirinya mencoba untuk berpikir positif. Pria itu pun beranjak dari duduknya di pantry kantor. Pak Min mulai menuju ruang kerjanya Gibran. Kebetulan Livia masih belum berangkat kerja karena masih tidak enak badan. Sehingga Pak Min langsung mengetuk ruang kerja Gibran. "Masuk!" perintah Gibran dari dalam. Pak Min pun membuka pintu dengan hati-hati. Dirinya pun mendekati sang bos yang masih terlihat sibuk dengan berbagai laporan. "Eh ada Pak Min, ada apa nih?" tanya Gibran begitu menyadari kedatangan sang sopir. "Eh ini Mas, saya tadi habis ditelpon sama Mas Gavin. Suruh nemuin dia," jawab Pak Min seadanya."Oh." Gibran mengangguk, "memang mau nemuin di mana?" tanyanya sembari
Baca selengkapnya
60. Masih Miss Understanding
"Ya udah yuk, Vin, kita cepat ke kamar! Biar misi kita cepat selesai."Pak Min meneguk ludahnya mendengar ajakan Abrina pada Gavin. "Pak Min, nunggu aja di mobil dulu, ya. Kita gak akan lama kok," suruh Gavin mengulangi omongannya. Sebelum Pak Min menjawabnya pemuda itu sudah ditarik tangannya oleh Abrina. "Misi apa sih sebenernya mereka?" gumam Pak Min resah. Tatapan Pak Min terus tertuju pada kedua anak muda yang sedang berjalan itu. Abrina yang biasanya selalu cuek pada Gavin terlihat menggandeng tangan pemuda itu terus. Seolah tidak mau berjauhan. Si pemuda pun mengiringi langkah sang gadis dengan tegap sambil menenteng tas kertas berisi under wear. Pak Min beranjak keluar lobby setelah Abrina dan Gavin memasuki lift. Sesuai perintah Gavin, pria itu menunggu kedua bocah tersebut di dalam mobil. "Semoga saja misi mereka bukan hal yang buruk," doanya menenangkan hati. Sementara itu Gavin sedang menuju kamar dengan nomor 315. Sesuai dengan nomor yang tertera di kunci kamar. Beg
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
45678
...
13
DMCA.com Protection Status