All Chapters of Ditalak suami karena gendut: Chapter 11 - Chapter 20
44 Chapters
Bab 11
Darwan memeriksa notif pesan di ponselnya. Matanya terbuka lebar, ketika mendapati adik semata wayangnya tengah melakukan hal tak senonoh pada seorang wanita. Ia mulai bergerak. Keluar dari kamar untuk menemui sang adik."Ini apa maksudnya?" tanya Darwan sembari menyodorkan ponsel miliknya kearah Arya yang tengah memainkan ponsel di kamar.Arya melirik sejenak. Akan tetapi ekpresinya hanya biasa tak memperlihatkan keterkejutan sedikitpun."Apa benar, laki-laki di video ini adalah kamu?" lagi-lagi Darwan bertanya. Rahangnya kian mengeras, menyembunyikan kekecewaannya."Iya! Itu aku," jawab Arya santai. Ponselnya diletakan di meja nakas. Kemudian Arya mengajak sang kakak untuk duduk bersebelahan dengannya."Biar aku jelaskan sedikit. Laki-laki di video itu memang aku, tapi kenyataannya aku dijebak oleh seseorang," ucap Arya menerangkan."Kamu punya musuh di sana?" tanya Darwan. Ekpresinya masih terlihat kesal pada sang adik.Bagaimana Darwan tak marah dengan kelakuan sang adik. Ia adalah
Read more
Bab 12
Nani menyuguhkan tiga gelas kopi kepada teman-teman Majikannya. Ketiga pria itu terkagum-kagum memandangi Nani dari ujung kaki sampai ujung kepala. Tubuh ramping dan berisi itu begitu mempesona di mata mereka.Nani yang merasa diperhatikan oleh tiga pria tersebut merasa risih. Bahkan hanya sekali lirikan oleh Nani, tiga lelaki itu membeku di tempat. "Makasih, Nani," ucap Darwan sembari mengulas senyum. "Sama-sama, Pak!" Nani menjawab sopan. Ia pun pamit kembali kedapur.Tiga pria itu terus memandangi Nani tanpa berkedip. Darwan yang menyadari ada yang tak beres pada tatapan teman-temannya, berdehem."Diminum Gil, Dion, Parel," kata Darwan, sembari mendekatkan kopi-kopi itu di hadapan teman-temannya."I-iya! Makasih, Wan," ucap Ragil gelagapan.Dion meminum kopi itu tanpa menyadari jika kopinya masih sangat panas. Repleks, Dion terkejut bukan main. Lidahnya ia julurkan karena saking panasnya."Panas!" rintih Dion. Semua yang ada di situ tertawa melihat tingkah Dion yang ceroboh."Mas
Read more
Bab 13
"Jadi calon isteri, Bapak? Ini beneran?" tanya Nani dengan wajah yang sudah memerah. "Saya serius! Tapi hanya pura-pura, ko."Nani hampir kegeeran ketika sang majikannya ingin menjadikannya calon isteri. Nyatanya Darwan memintanya hanya untuk bersandiwara."Kenapa, bapak ingin melakukan itu? Kayanya, bapak lebih baik cari perempuan yang benar-benar dianggap sebagai calon isteri, deh.""Masalahnya saya belum menemukan perempuan yang saya sukai. Apalagi waktunya tinggal sehari. Saya gak ada waktu. Kamu mau, kan Nani? Saya akan bayar kamu berapapun jika bonus yang saya berikan kurang di mata kamu.""Tapi, Pak. Gimana kalau saya gak becus berakting? Saya malu dan takut.""Kamu gak perlu takut. Kan ada saya!" Darwan tak sadar telah menyentuh bahu Nani, membuat jantung Nani berdebar begitu cepat. "Kamu mau, kan, Nani?" "Kalau gitu, saya mau, Pak!" Nani, pun akhirnya setuju, dan Darwan sangat senang mendapat jawaban dari Nani. Ini kabar baik untuknya. Almira pasti akan merasa tersaingi..
Read more
Bab 14
Acara pesta pernikahan mulai digelar amat meriah oleh sepasang dua pembelai pengantin yang tengah berada di atas pelaminan. Almira atau yang kini sudah menjadi mantan dari isteri Darwan sangat antusias menyambut para tamu yang hadir, tanpa terkecuali sahabat dan rekan bisnis dari suami barunya."Selamat, ya? Cantik banget, sih," ujar para sahabat Almira memberi selamat. "Makasih, loh! Kalian juga sama cantiknya malam ini," sahut Almira sembari menyunggingkan senyum termanisnya.Mereka semua tampak juga menikmati hidangan yang sudah tersedia. Beberapa tamu berbondong-bondong untuk mengantri makanan yang diinginkannya. Sala satunya anak pejabat yang sedari tadi diam mengamati makanan di depannya. Bahkan tak kunjung sedikitpun memakan hidangan tersebut."Kenapa cuma dilihat, sayang? Mau Mamah suapi?" tanya sang ibu pada gadis kecil yang cantik berusia lima tahun itu."Aku gak suka singkong, Mah!" gadis itu beranjak. Kemudian menemui teman-teman sebayanya yang elit."Padahal singkong ini
Read more
Bab 15
Drttt...Suara handphone berdering mengejutkan Mirna yang sedang buang air kecil dari dalam kamar mandi. "Duh, siapa, sih yang telpon, ganggu aja," gumam Mirna seraya mengambil gayung yang tercebur kedalam bak besar.Usai membersihkan diri, Mirna keluar dengan hati yang plong. Ia pun langsung mengecek nomor siapa yang masuk ke handphonenya. Di rasa tak mengenali nomor tersebut Mirna mengabaikan panggilan itu hingga tujuh kali."Mirna, siapa yang telpon? Angkat saja. Siapa tahu dari orang penting," ujar sang ibu sembari menaruh ranting kayu yang sudah kering dekat tungku api."Gak ah, Bu! Takut orang stres yang telpon.""Ih, kamu tuh jangan begitu. Udah cepat angkat. Berisik ibu dengarnya."Setelah menimbang-nimbang, Mirna pun mau mengangkat telepon tersebut dengan malas."Dengan siapa ini?" tanya Mirna dengan nada ketus."Assalamualaikum. Ini Nani, Mbak. Gimana kabar semuanya? Ya Allah, kangen banget aku, Mbak! Akhirnya aku bisa telpon, Mbak juga. Gimana dengan anak-anak? Ajril dan An
Read more
Bab 16
Nani sangat senang setelah mendapat kabar tentang anak-anaknya di kampung, yang rupanya keadaannya baik-baik saja. Rindunya sedikit terobati. Perasaannya serasa plong seakan beban-beban yang selama ini bersemayam dipikirannya telah terbebaskan. Nani sudah tak sabar ingin segera berjumpa dengan anak dan ibu serta kakaknya di kampung. "Nani!" panggil Darwan. Nani menoleh."Ada apa, Pak?" tanya Nani sembari menaruh ponselnya di meja."Ini uang yang saya janjikan untuk kamu!" Nani melongo. Darwan menyerahkan dua gepok uang kepada Nani. "Banyak sekali, Pak. Tapi, kemarin itu bapak sudah belanjakan banyak barang untuk, saya. Duh, bagi saya semua itu lebih dari cukup," tolak Nani dengan cara sopan."Tapi, Nani! Itu gak ada apa-apanya di banding kamu sudah bekerja keras berakting di depan mantan isteri saya.""Ya ampun, Pak! Saya jadi malu. Saya, kan cuma mengikuti perintah, Bapak. Kan, bapak sendiri yang ajarkan.""Meskipun begitu, saya ingin kamu terima ini, Nani. Tolong, jangan menolak!"
Read more
Bab 17
"Nani, kamu sedang apa?" tanya Darwan, menghampiri Nani yang tengah membungkuk di bawah meja. Nani sempat kaget. Kepalanya terbentur atap meja yang lumayan membuat ubun-ubun Nani berdenyut."Ambil pisau dapur! Tadi gak sengaja jatuh, Mas," kata Nani sembari meringis dan mengusap kepalanya yang terasa sakit."Kamu gak apa-apa?" tanya Darwan sembari tersenyum menahan tawa."Gak apa-apa, Mas!" Nani kembali membungkuk dan cepat mengambil pisau dapur itu. "Ada apa, Mas? Butuh sesuatu, kah?""Begini, nanti siang ibu saya mau datang. Tolong, kamu masak yang enak-enak, ya? Ibu saya itu paling suka sayur asem, ikan asin dan sambal terasi. Menu yang lainnya bisa kamu inisiatif sendiri! Yang panting tiga menu itu jangan sampai ketinggalan," tutur Darwan. Nani manggut-manggut."Kalau gitu saya mau belanja ke pasar dulu, Mas?""Iya! Makasih sebelumnya, Nani!" Nani mengangguk sembari tersenyum sopan....Nani sampai di sebuah pasar tradisional, setelah ia turun dari angkutan umum. Jarak dari rumah
Read more
Bab 18
"Masakan kamu gak terlalu buruk. Yah... Bisa di bilang lumayanlah," ujar Bu Antena sembari mencicipi hidangan yang lain. Nani tersenyum lega. Setidaknya hari ini ia bisa mengatasi masalah masakannya yang cukup menguras tenaga itu. Bahkan untuk dirinya sendiri, Nani belum mengisi perutnya yang sedari tadi sudah keroncongan. "Ini benar kamu yang masak sendiri?" tanya Bu Antena lagi dengan halis beradu."Iya, Nyonya! Saya sendiri yang masak," sahut Nani meyakinkan."Awas ya kalau kamu bohong! Soalnya masakan sebanyak ini saya kurang percaya kamu mengerjakannya sendiri."Bagi Nani, memasak adalah hobinya. Ia tak pernah merasa sulit jika untuk keperluan perut yang semestinya di isi. Maka dari itu, Nani selain senang memasak, ia juga dulu senang makan. Belum juga makanan itu tersaji dengan utuh, makanan yang sudah dimasaknya itu selalu tersisa sedikit. Jangan heran jika Ramlan, mantan suaminya sering marah, karena porsi hidangannya jadi mengurang."Enggak, ko, Nyonya. Ini semua saya yang m
Read more
Bab 19
"Mirna, Ajril dan Angga belum bangun?" tanya Nek Idah berbisik pelan."Belum, Bu! Semalam anak-anak bergadang main congklak. Kenapa, Bu?""ibu mau kepasar! Kamu jaga Ajril dan Angga di rumah," kata Nek Idah sembari menentang tas yang sudah lusuh."Tapi, Mirna mau keladang," sahut Mirna yang kini sudah bersiap membawa keranjang dan golok di tangan."Hari ini tak perlu keladang. Ibu ingin memberikan hadiah untuk Ajril yang sedang ulang tahun hari ini. Kamu lupa, ya? Keponakan kamu itu sudah berusia enam tahun," tutur sang ibu."Memangnya ibu punya uang?" tanya Mirna."Kan, ibu dapat uang dari Nani!""Oh, iya. Mirna lupa, Bu. Kalau begitu ibu pergi aja kepasar, biar mereka Mirna yang jaga.""Ya! Ibu hanya pergi sebentar, ko.""Mirna nitip ya, Bu!""Titip apa?" dahi Nek Idah merenggut."Kue lapis!" Mirna nyengir."Aish... Ibu kira kamu nitip apa," gerutu Nek Idah."Pria lajang juga gak apa-apa,Bu. Mirna, sih ikhlas-ikhlas aja menerima!""Iya. Lelaki botak dan bergigi ompong nanti yang ibu
Read more
Bab 20
Alex tengah memandang video hingga raut wajahnya memanas, menahan amarah. Video itu kini sedang menjadi tranding topik dan ramai diperbincangkan. Hal yang tak pernah dipikirkan sebelumnya. Rencana yang seharusnya berhasil malah seolah membanting hidupnya pada kehancuran. Alex tak menyangka akan menjadi serumit ini. Ia menyadari tandingannya bukanlah orang sembarangan."Heh, Sialan kamu, Alex!" Alex terperanjat bukan main. Mendapati Panji dan Almira nyelonong masuk kamar hotel miliknya sembarangan. Alex mengumpat. Rupanya Panji dan Almira memaksa pelayan hotel untuk membuka pintu kamar miliknya. Bisa dilihat, wajah dua pelayan itu seperti ketakutan."Mau apa kalian ke sini?" tanya Alex geram pada Panji dan Almira. "Heh, pelayan! Kalian jangan diam aja. Bawa pergi mereka berdua dari sini," perintah Alex pada dua pelayan hotel. Dan, itu langsung mendapat isyarat dari Panji. Dua pelayan itu keluar tanpa peduli perintah dari Alex dan justru hanya menanggapi perintah dari Panji."Mereka gak
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status