All Chapters of Istri Tiga Tahun CEO Arrogant: Chapter 51 - Chapter 60
75 Chapters
Kepulangan Elgar.
Sampai pukul dua belas malam Shilla masih sibuk dengan laptop di depannya. Setelah selesai dengan teman lamanya, saat ini Shilla sedang berkirim email dengan psikiaternya yang sedang berada di Mesir dan baru akan kembali ke Jepang bulan depan. Diabaikannya ponsel yang sejak tadi berdering. Fokusnya masih pada email yang ada layar laptop. Dirinya sedang berkonsultasi dengan Psikiater yang selama ini merawatnya.Lama-lama Shilla merasa terganggu dengan suara nada dering dari ponselnya. Dengan sedikit malas diambilnya benda pintar itu. "Elgar," gumamnya ragu untuk menerima panggil video dari pria itu. Dari pantulan cermin nampak wajah sembab dengan mata bengkak. Shila mendengus, "Nampak sekali jika habis nangis," gumamnya. Elgar pasti akan bereaksi berlebihan jika melihat dirinya seperti ini. Shilla masih belum lupa seperti kepanikan Elgar saat melihat dirinya terluka karena Olivia. [Terima VC dariku atau aku akan menerobos masuk ke dalam rumah.] Sebuah pesan masuk dari sang pria. [
Read more
"Segera perintahkan pengacara kita untuk mengajukan gugatan pidana pada pria itu. Usahakan sebanyak mungkin pasal yang disangkakan. Aku ingin pria itu membusuk di penjara."
"Siapa yang melakukannya? Pria itu?" tanya Elgar dengan wajah memerah. Shilla semakin menunduk dengan tangis yang kembali pecah. "Katakan, siapa yang melakukanya? Aku suamimu jawab aku! Apa laki-laki bernama Devon itu yang melakukanya?" Shilla mengangkat wajahnya, terkejut. 'Dari mana Elgar tahu? Jangan-jangan...' batin Shilla. "Kenapa kamu menemuinya seorang diri? Kemana Nathan dan Ardi yang biasanya sangat protect sama kamu?" Elgar tak sabar dan terus mencecar Shilla dengan banyak pertanyaan. "Apaang kamu sengaja ingin bertemu berdua dengan mantan kekasihmu itu?" Shilla menggeleng cepat. "Kamu masih mencintainya?" Pertanyaan yang sama sekali tak ingin Elgar ajukan namun pada akhirnya terucap juga karena kebisuan Shilla. "A-aku menemuinya untuk menegaskan semuanya. Ada janji yang belum selesai dan aku ingin mengakhirinya. A-ku juga mengembalikan cincin pertunangan kami dulu." Tak mau Elgar salah faham, Shilla pun berusaha menjelaskan sambil sesegukan. Entah kenapa Shilla me
Read more
"Sebaiknya mulai hari ini kita tidak perlu bertemu lagi. Jalani saja hidupmu sendiri. Aku yakin suatu hari kamu akan mendapatkan wanita yang jauh lebih sempurna untuk kamu jadikan pendamping hidup."
"Sudah bangun?" Begitu Shilla membuka mata, nampak wajah tampan suaminya. Hidung mancung dengan rahang dan tatapan tajam. yang memepesona. Untuk beberapa detik gadis berkulit putih itu terpaku. . "Good morning, Baby." Elgar mengecup pipi Shilla. Shilla mengerjapkan matanya beberapa kali sebelum akhirnya tersenyum tipis. "Mau langsung sarapan apa mandi dulu?" tanya Elgar. "Mandi dulu," jawab Shilla, turun dari ranjang lalu menuju kamar mandi. Hanya butuh waktu setengah jam dan Shilla sudah terlihat lebih segar seapas mandi. Sebuah dress berwarna putih bermotif bunga membuat Shilla nampak seperti peri tanpa sayap. "Cantik," puji Elgar menatap kagum. Pria berwajah bule itu sangat puas saat melihat dress yang dibelinya ketikan berada di Singapore terlihat sangat cocok dan pas di tubuh Shilla. "Duduklah, ayo sarapan." Shilla duduk berhadapan dengan Elgar. Dipilihnya sadwizd isi tuna untuk sarapannya pagi ini. Berbeda dengan Shilla, Elgar memilih sepiring nasi goreng. Dia b
Read more
"Karena aku sudah menikah." Shilla menunjukkan cincin di jari manisnya.
Elgar segera memindahkan tubuhnya untuk memberi jalan. Tanpa ragu Shilla membuka pintu dan berjalan keluar. Elgar mengalah bukan karena cemburu atau kecewa dengan pengakuan Shilla yang masih mencintai mantan kekasihnya. Elgar hanya tak ingin membuat Shilla marah. Dia tidak akan lupa dengan nasihat Derrick, sahabat yang seorang psikolog. Derrick berpesan agar tidak membuat Shilla emosi. Elgar tahu gadis yang sudah menjadi istrinya itu sedang mendorongnya pergi. Dan Elgar tidak akan mengikuti keinginan gadis itu. Sah tidak sah pernikahan mereka Elgar takkan pernah melepaskan Shilla sampai kapan pun. Elgar menghela nafas berat sambil terus menatap tubuh ramping itu menghilang di balik pintu lift. Masih sempat Elgar melihat tatapan sendu wanita yang begitu dicintainya itu sebelum pintu Lift tertutup rapat. "Suruh orang mengikuti istri saya. Ingat jangan sampai kejadian kemarin terulang lagi. Atau kamu juga akan menanggung akibatnya." Elgar memberi perintah pada Putra melalui sambu
Read more
Jujur.
Devon terkekeh. "Tidak mungkin. Sama sekali tidak mungkin terjadi." Shilla menghela nafas berat, mengerti jika akan sulit menyakinkan pria di hadapannya itu. Namun dirinya juga tidak mau memberi harapan kosong. Devon harus bisa menerima kenyataan jika mereka sudah tidak bisa bersama lagi seperti dulu. Jangan sampai mantan kekasihnya itu kembali berbuat nekat dan memancing amarah Elgar. Maka dari itu Shilla harus membuat Devon sadar status baru Shilla sebelum Elgar turun tangan. Shilla tahu betul seperti apa seorang Elgar Dimitri Romanov. Pendendam dan sulit memaafkan. Seratus persen Shilla yakin, suaminya itu tidak akan tinggal diam setelah tahu apa yang sudah Devon lakukan padanya. Cepat atau lambat Elgar pasti akan melakukan sesuatu untuk membalas Devon. "Apa kamu pikir aku percaya? Sama sekali tidak." Devon kembali membuka mulutnya. Kali ini wajahnya menampilkan ekspresi serius dan beberapa kali terlihat menahan sakit dengan menggigit bibir bawahnya. Lukanya terasa nyeri
Read more
"Aku tidak akan pernah kembali ke Belanda. Kami akan tinggal di tempat yang sudah kami rencanakan. Dan aku akan membawanya meski secara paksa."
"Tidak," jawab Shilla masih asyik menikmati pemandangan sore hari dari kaca apartemen. "Aku akan pergi sendiri. Jadi rahasiakan ini dari siapapun." Matahari mulai terbenam dan langit berwarna keemasan. Indah sekali. "Kenapa? Kalian tidak cocok? Emang seperti apa dia?" Banyak pertanyaan Raisa ajukan. Gadis itu sangat penasaran dengan suami dari sahabatnya. Shilla menganggukkan kepalanya. "Dia sangat arrogant dan semaunya sendiri. Kejam, dingin dan kadang tak berbelas kasih. Dia juga sangat percaya diri." "Kenapa aku merasa kamu menyukainya. Kamu berbicara dengan mata berbinar." Raisa memicingkan matanya. Menatap penuh selidik pada temannya yang terkenal tertutup itu. Shilla pun terseyum, tak ingin memungkiri jika dirinya sudah jatuh hati pada Elgar. Entah karena sikap peduli dan perhatian pria itu atau karena rasa kecewanya terhadap Devon yang tega membohonginya selama hampir tiga tahun. "Tuh.... kan. Lihat ekspresi wajahmu, Kamu benar-benar menyukainya kan?" Raisa me
Read more
"Itu masalahnya Ar, aku merasa jadi beban kalian. Aku merasa jadi orang yang paling lemah. Yang harus dijaga seperti benda lunak yang mudah rusak."
Pov Shilla. Untuk beberapa hari ke depan aku akan tinggal di apartemen Raisa. Disini aku merasa lebih nyaman. Aku bisa merenungi dan memikirkan baik-baik hakikat hidupku dan segala hal yang telah terjadi. Tin tong.... Tin tong....... Baru selesai sholat dhuha suara bel terdengar nyaring dan terus-menerus. Siapa tamu yang memencet bel seperti anak kecil, tak sabaran. "Astaghfirullah..... " Kupercepat melipat mukena dan segera menuju pintu. "Raisa," panggilku pada tamu yang ternyata pemilik apartemen ini. Gadis yang masih dengan piyama tidur itu nyelonong masuk. "Oh... Astaga.... gak pernah dalam hidupku pagi-pagi keluar hanya dengan piyama. Kalau bukan karena kembaran gil*mu itu," gerutu Rais dengan Gadis itu menyodorkan ponselnya yang layarnya berpendar. Nampak nama Ardi sedang melakukan panggilan suara. "Sejak pagi dia nanyain kamu." Sambung Raisa dengan nada kesal. "Kamu gak bilang aku disini kan?" Aku panik. "Kalau aku bilang ngapain aku buru-buru kesini.
Read more
"Jadi demi dia kamu datang ke sini? Kalau begitu, aku tidak akan mencabut laporannya."
"Ini pasti ulah Elgar." Aku menepuk keningku sendiri. "Astaghfirullah..... masalahnya akan tambah runyam." "Wajar sih, kalau suami kamu laporin Devon ke polisi. Siapa coba yang gak marah, kalau istrinya dilecehkan." Komentar Raisa. Raisa benar. Itu jika pernikahan kami normal seperti pernikahan pada umumnya. Dan lagi kemarin aku sudah menegaskan pada Elgar, kami hidup masing-masing. Dan memintanya membatalkan pernikahan kami. Dia diam dan bahkan membiarkan aku pergi. Bukankah itu artinya dia setuju? "Benarkan? Gak ada suami yng rela istrinya dilecehkan?" Tambah Raisa. "Pernikahan kami tidak seperti yang kamu pikirkan. Masalah akan bertambah runyam kalau masalah ini sampai masuk ke ranah hukum." Bisa-bisa pernikahan kami akan terbongkarnya. Dan semua yang sudah terencana tidak bisa berjalan seperti seharusnya. Kuhela nafas panjang, kupikir kemarin Elgar bisa menerima keputusanku mengakhiri hubungan kami. Tapi ternyata.... "Coba deh, kamu telfon dulu. Tanyain, benar n
Read more
Mendengar dia mengatakan aku kejam dengan yang keras, hatiku seperti dihujam dengan pisau tajam. Sakit.
"Kenapa sekarang kamu jadi kejam?" gumamku menyandarkan punggung dan kepalaku pada sofa. "Dari dulu saya memang kejam," sahutnya, kulirik dia mengikuti posisiku. Bersandar dengan mata terpejam. "Segera setelah sembuh dia akan kembali ke Belanda. Jadi jangan mempersulitnya." "Saya tidak percaya. Itu pasti cuma akal-akalanmu saja. Kalian pasti akan bersama setelah aku cabut laporan itu." Tuduhnya melirikku sinis. Ish.... kuhela nafas. Sabar..... sabar.... anggap saja kamu lagi membujuk anak dua tahun yang lagi tantrum. "Kapan aku bohong? Aku juga gak pernah ngakalin kamu. Bukan sebaliknya," cibirku. "Kebohonganmu kalau dibahas bisa sampai tengah malam." Aku melotot tidak terima. "Apa? Mau dibahas?" tantangnya. "Katanya sepakat nikahnya serius, baru dua hari berubah pikiran, minta pembatalan nikah." Kubuang muka pura-pura tidak dengar. 'Sabar Shilla...... kamu harus sabar...... emosi tidak menyelesaikan masalah.' Aku mensugesti diri dalam hati. "Tolonglah, aku
Read more
"Kamu sedang merasa ragu dan bimbang. Kamu takut membuka hal yang kamu anggap privasi dan tidak ingin diketahui banyak orang."
"Raisa." "Temanmu yang tadi?" "Hemm." Saat kami hampir sampai Raisa keluar dari dalam mobilnya. "Kenapa masih di sini?" tanyaku pada gadis yang langsung menarik lenganku. "Bagaimana mungkin aku tega meninggal kamu sendirian di sini," jawabnya lalu melirik Elgar. "Kalau sampai ada apa-apa denganmu. Habis aku diomelin Natalia dan Ardi tujuh hari tujuh malam." "Maksud kamu apa melirik saya begitu?" Sahut Elgar dengan dahi yang berkerut. "Saya ini suaminya mana mungkin saya menyakiti Shilla." Sambungnya tak terima. "Siapa yang bisa percaya omongan laki-laki? Jangan kan menyakiti, membun*h pun bisa kalau sudah kena pesona pelak*r." Ceplos Raisa tanpa filter. Sontak Elgar melotot. "Maksud kamu apa?" Aku reflek berdiri di depan Raisa saat pria itu sudah berkacak pinggang. "Dia serem benget. Bagaimana kamu bisa jatuh cinta sama dia?" bisik Raisa yang aku yakin Elgar pun mendengarnya. "Jangan diambil hati. Raisa terkadang suka kelepasan kalau bicara." Aku mengelus leng
Read more
PREV
1
...
345678
DMCA.com Protection Status