Tous les chapitres de : Chapitre 21 - Chapitre 30
49
Bab 21: Makasih Ya, Ra
Kurang lebih tiga puluh menit berlalu. Ivan membuka matanya dengan kondisi tubuh yang sudah terasa jauh lebih baik dan tak begitu menggigil seperti tadi. Demikian pula dengan kepalanya.Melihat ke samping, Ivan melihat seorang wanita di sebelahnya sedang tertidur pulas dengan posisi memeluknya erat seolah tengah memeluk bantal guling.Mulutnya memang sedang menganga, tetapi entah kenapa tetap terlihat sangat cantik. Semua yang ada pada diri Laura tercipta sangat proporsional. Pas dan tak berlebihan. Hanya satu kekurangan Laura, yakni kurang peka dengan keadaan.Awalnya, Ivan memang sempat berpikir bahwa Laura adalah gadis yang tidak bisa melakukan hal remeh-temeh serupa pekerjaan rumah jika dilihat dari sisi penampilannya. Tetapi ternyata semua pemikirannya terbantahkan. Dia bisa melakukan semua itu tanpa ia duga.Laura memang pantas untuk dijadikan sebagai istrinya. Ivan tak salah memilihnya dan dia memang sedang bergerak cepat karena takut gadis ini terlewatkan. Lantas didahului ole
Read More
Bab 22: Mengorek Masa Lalu
Keesokan harinya.“Mbak, aku mau pergi nanti siang,” kata Laura memberitahu Mbak Mira yang saat ini tengah sibuk menyiapkan sarapan pagi seperti biasa. Sedangkan Laura sendiri baru turun setelah membersihkan diri.“Oh, Kenzo minta ke kantor lagi?” jawab Mira menduga.Laura menggeleng pelan, “Nggak ... kita mau ketemu sama Papa aku.”Romannya Mira terlihat penuh tanda tanya, tetapi mungkin terlalu gengsi untuk menanyakannya sehingga dia terdiam selama beberapa lama sebelum akhirnya dia mengucapkan sesuatu.“Apa hubungan kalian akan segera berlanjut ke jenjang berikutnya?” katanya hati-hati.“Kurang lebih begitu, Mbak. Tapi terserah Papa aku, sih. Kalau nggak setuju ya ...” Laura mengedikkan bahu, tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Semua ia serahkan kepada Tuhan—karena Dia-lah sebaik-baik Maha pengatur segala kehidupan.Tapi entah kenapa saat Laura melihat Mira, wanita itu seperti syok. Atau hanya perasaannya saja?“Selamat, ya, Ra. Semoga nggak ada halangan.” Mira tersenyum.
Read More
Bab 23: Setuju?
Kalau harus memilih, Ivan mungkin akan lebih memilih berhadapan dengan profesor, investor, atau direktur perusahaan besar daripada harus berhadapan dengan calon mertua. Karena lebih terasa lebih mengerikan dan membuatnya menjadi ketar-ketir—takut akan segala kemungkinan yang terjadi.Setelah mengusai diri agar merasa lebih baik, Ivan kemudian menjawab, “Mudah-mudahan niat baik saya ini diterima, Om. Saya menemui Om karena ingin meminta restu untuk hubungan kami berdua. Saya memang belum mengenal Om sebelumnya, tapi saya merasa perlu meminta izin Om karena saya sangat menghargai Om sebagai Papanya Laura,” jelas Ivan berusaha terlihat serius dan percaya diri agar dapat memunculkan kesan yang lebih positif di mata Adinata yang terlihat tegas tersebut. Ya, tentu saja tegas mengingat siapa dan apa kedudukan beliau yang sebelumnya.“Hubungan apa yang kamu maksud?” sela Adinata segera.“Saya tahu sebagian besar orang tua tidak suka anaknya mulai berpacaran. Maka dari itu, izinkan saya menika
Read More
Bab 24: Mau Lari Ke Mana?
Pada pukul pertengahan siang, Ivan mendapati dirinya berada di sekumpulan para pembeli lainnya, di sebuah minimarket.Lantaran karena malu, Ivan memanggil salah satu pegawai untuk membantunya mencarikan barang yang sesuai dengan gambar yang ada di dalam ponselnya, yakni sebuah benda keramat permintaan Laura.Tak hanya itu saja, dia juga memasukkan beberapa barang yang ingin ia beli ke dalam keranjang. Setelah membayar, serta merta pegawai tersebut membawakan barang belanjaannya ke dalam mobil sebagai bentuk rasa terima kasihnya karena Ivan memberikannya sejumlah tips.“Terima kasih, ya, Pak,” kata si pegawai laki-laki itu setelah semua pekerjaannya tuntas.“Sama-sama.” Ivan menduduki kursi kemudi, kemudian meninggalkan tempat tersebut.“Sama kayak di foto, nggak?” tanya Laura, “saya nggak cocok pakai yang lain, bisa ruam kulit saya. Nanti jadi hitam.”Seketika Ivan menoleh terkejut. Apanya lagi yang hitam? Macam-macam saja istilahnya. Terlalu lama berdua dengan Laura memang bisa membu
Read More
Bab 25: Romansa Di Kolam Renang
“Lepasin, nggak?” pinta Laura seraya meminta untuk dilepaskan. Laura terus tertawa tanpa henti, dia geli sendiri melihat Ivan seperti itu.Ivan jelas menolak, “Nggak akan. Kamu jangan pura-pura lupa.”“Dih, perhitungan banget. Jadi orang nggak boleh perhitungan. Nanti kuburannya sempit,” cibir Laura dengan menjulurkan bibirnya keluar. Serupa seorang anak kecil yang sedang mengejek.“Itu kalau pelit.” Ivan tak mau kalah.“Apa bedanya?”“Saya nggak pelit. Kalau saya pelit mana mungkin saya membelikanmu benda itu.” Ivan mengarahkan pandangannya ke benda yang sedang Laura pegang sehingga Laura pun refleks melakukan hal yang sama.“Ini apa sih?” tanya Laura, “bracelet or necklace?”Ivan hanya menggestur tangannya supaya Laura membuka saja kotak tersebut.Laura membuka kotak itu lalu memperlihatkan bentuknya. Necklace dengan liontin permata berinisial L.“Saya nggak tahu kamu sukanya apa. Maaf kalau nggak cocok.”Laura menatapnya sekilas, lantas kembali memfokuskan pandangannya lagi ke kalu
Read More
Bab 26: Cepat Pulang....
“Mana Tantenya!?” pekik Kenzo begitu menyentak di telinga Ivan. Sebab bocah itu sedang berada di dalam gendongannya sekarang.“Tante lagi di rumah, besok ke sini lagi, ya.”Dari suara halus, hingga suara lembut—rasanya sama sekali tak berguna untuk meluluhkan hati Kenzo.Entah dengan cara apa lagi Ivan menenangkannya agar anak ini terdiam dan tidak menanyakan Laura lagi. Kepalanya terasa seperti mau pecah.“Maunya sekalang! Ngga mau besyok!”“Ya, ya. Papa telepon Tante Laura sekarang.”Kenzo memukul pipi Papanya, “Ngga mau telepon!”“Maumu apa, sih? Sabar sebentar. Besok Tante datang,” tegas Ivan. Namun kali ini dia sudah sampai membelalakkan matanya dan mengancam akan mencubitnya jika Kenzo tidak mau terdiam.“Ada apa ini? Kenapa ribut sekali kedengaran sampai luar,” sahut suara dari arah pintu.Ketika sosok itu sudah berada di depan mereka, Kenzo langsung mengulurkan tangannya minta digendong dan mengadu, “Opa ... Papa nakal.”“Eh, kok jadi Papa yang nakal?” Ivan heran sendiri melih
Read More
Bab 27: Sangat Marah
Keesokan harinya, Kenzo sudah lebih baik daripada kemarin. Dia sudah tidak marah-marah lagi dan tidak terus mencari Tante Laura sebab karena penjelasan dari Laura kemarin di sambungan telepon.Tetapi hari ini Ivan akan membawanya ke kantor karena dia tidak mungkin meninggalkan anaknya di rumah hanya bersama dengan Mira.Sebab wanita itu sudah pasti sibuk sendiri dengan setumpuk pekerjaannya. Maka dari itu, Ivan memerintahkan Mira untuk menyiapkan semua keperluan anaknya agar ia mudah mengurus anaknya di kantor nanti.Kenzo sendiri sedang disisiri oleh Ivan dan ditata rambutnya agar menjadi lebih teratur. Tangan kirinya tak lupa dipakaikan jam tangan berwarna hitam.Penampilannya semakin lengkap manakala Ivan memakaikan Kenzo sepatu berwarna putih. Keren seratus persen, Ivan junior.“Jangan lupa, bawakan dia baju ganti sekalian, Mbak,” titah Ivan pada saat mereka sudah hampir pergi.Saat tas ransel milik Kenzo sudah selesai diisi dengan lengkap. Ivan menggendong anaknya ke dalam mobil.
Read More
Bab 28: Konflik Pertama Dalam Hubungan
“Pak Ivan, lepasin, stop plis!”Sekonyong-konyong Laura berjalan mengimbangi langkah Ivan yang panjang-panjang.Laura merasa begitu nelangsa. Ia serupa seorang gadis yang sedang dijajah oleh laki-laki yang tengah memperbudaknya tanpa ia tahu apa kesalahannya.Hal ini mungkin akan terlihat lebih baik jika mereka sedang tidak berada di tempat umum dan tidak menjadi tontonan bagi siapa saja yang melihatnya. Malu bukan kepalang. Tapi ia bisa apa?“Nggak usah kenceng-kenceng pegang tangannya sakit,” rintih Laura kepada pria yang masih mencekal tangannya dengan sangat keras tersebut.Tak mendapati jawaban, Laura kembali berucap dengan suara lebih menyeru, “Pak Ivan! Stop it!”Ivan menoleh ke arah Laura dan menatapnya dengan sorot mata menajam, “Bisa diam?”“Apa salah saya?”“Masih pantas kamu bertanya apa kesalahanmu?” tanya Ivan menyentak. Kemudian kembali berjalan tergesa seperti tadi.“Bapak ini lagi kenapa sih? Ha? Kesetanan?” ulang Laura bertanya namun tetap tidak diindahkan oleh Ivan.
Read More
Bab 29: Meminta Maaf
Tut ... tut ... tut ....Entah yang ke berapa kalinya telepon menyambung ke ponsel milik Laura. Namun tak kunjung dijawab. Sepertinya gadis itu benar-benar marah sekali padanya.“Ayolah, angkat teleponku, Ra,” gerutu Ivan sangat-sangat menyesal.Ivan : Tolong maafkan saya, Ra. Beri aku kesempatan untuk menjelaskannya.Begitu ketikan pesan yang Ivan kirimkan kepada Laura. Dua kali dengan kata yang sama.“Aku harus mencarinya ke mana kalau sudah seperti ini?” Ivan bergumam kebingungan. Ia juga tidak tahu harus meminta tolong kepada siapa karena yang Ivan tahu, Laura tidak punya teman dekat lagi.Semua teman yang diceritakannya meninggalkannya pada saat mendengar Adinata telah bangkrut.Ada kemungkinan dia pulang ke rumah Tantenya, di mana tempat Papanya berada. Tetapi masalahnya Ivan tidak tahu persis di rumah yang mana, sebab ia hanya tahu kompleksnya saja.Sedangkan KTP Laura yang berada di tangan Ivan sekarang ini, adalah alamat rumah yang lama.Mungkin karena pikirannya sedang kalut
Read More
Bab 30: Cara Memperlakukannya
“Karena saya mencintaimu,” jawab Ivan segera namun juga langsung disela oleh Laura.“Bohong. Itu hanya trik supaya aku bisa balik ke sana sama kamu. Aku nggak semudah itu dirayu-rayu sama buaya tua!”Ivan menggaruk kepalanya mendengar Laura mengatai dirinya buaya tua. “Kalau dirayu sama buaya muda?”“Nggak usah ngajakin bercanda!” Laura memelototkan matanya yang justru malah terlihat lucu di mata Ivan sehingga ia tak kuasa menahan tawa.“Kamu cantik,” puji Ivan tanpa pura-pura. Karena begitulah yang terlihat sekarang. Tanpa berdandan pun Laura cantik, apalagi memakai makeup seperti ini.Terus terang dia gemas, tangannya gatal sekali ingin menyentuh pipi gadisnya untuk sekadar menjembil atau menoelnya sedikit saja.Namun ia takut macan cantik ini akan bertambah marah dan mungkin saja bisa menggigitnya. ‘Sabar, Ivan sabar. Kamu harus bisa mengendalikan dirimu. Jangan malah semakin merusak suasana ini.’“Aku ini lagi marah loh.” Laura menekankan kalimatnya, menunjukkan kedua jarinya ke a
Read More
Dernier
12345
DMCA.com Protection Status