Lahat ng Kabanata ng Penakluk sang Cassanova : Kabanata 21 - Kabanata 30

"Tuan Allen, aku sudah pulang." Ujar Miya melangkah menaiki ranjang Allen. "Sofia, kamu kah itu?" Ujar pria itu memaksa matanya terbuka. Namun penglihatannya tampak kabur semata. Cahaya yang tak terang juga membuat Allen tak dapat melihat dengan jelas wajah wanita di hadapannya. Namun Allen masih sempat melihat lingerie yang melekat ditubuh wanita itu. Seksi dan itu milik Sofia. "Sofia? Ka--kamu pulang sayang. Kamu dari mana saja hmm? Maafkan aku Sofia. Aku janji akan memenggal siapa pun yang memfitnah mu." Racau Allen tak sadar. Mendengar ancaman itu membuat Miya cukup merinding. Beberapa saat wanita itu tertegun. Namun otaknya yang sudah dipenuhi nafsu birahi dan akal licik tak lagi peduli pada konsekuensi yang akan ditanggungnya. "Sofia, ayo mendekat!" Ujar Allen mengulurkan tangannya. Miya kemudian meringsek mendekati Allen, pria itu langsung merangkul Miya dan menciumi bibirnya dengan panas. Lama mereka berciuman, saling meraba satu sama lain hingga lingerie yang

"Maaf tuan kami gagal!" Ujar James dengan kepala menunduk segan. "Apa? Gagal lagi? Ini sudah sembilan bulan sejak Sofia pergi dan kalian belum menemukannya?" Ujar Allen murka. Pria itu berteriak hingga suaranya menggelegar se isi markas. Frustasy? Tentu saja, rasa bersalah mendominasi. Membuat pria itu semakin kesulitan berfikir jernih. Yang dilakukannya hanya membuat bawahannya sibuk, menyebar mencari informasi hingga ke pelosok terdalam dari kota Verona. "Maaf tuan, tapi kami benar-benar tidak dapat menemukannya. Seluruh kota Verona sudah kamu jelajahi, bahkan seluruh Italia." Jawab James menghela nafasnya lelah. "Aku bilang cari-- cari bahkan keujung dunia sekalipun!" Ujar pria itu kesetanan. James hanya dapat menundukkan kepalanya, sudah sembilan bulan sejak hari itu, Allen terus saja menggila. Pria itu tidak lagi fokus pada pekerjanya membuat James menjadi kewalahan. James sekarang sangat jarang tidur, mengurus perusahaan Royal Europa Company dari belakang layar karena

James berlari ke arah Allen, wajah pria itu tampak sangat tidak bersahabat. Allen yang menyadari raut wajah James sudah dapat menebak bahwa ada sesuatu yang besar dan buruk sedang terjadi. Selain kemarahan, tak ada raut ketakutan sedikitpun diwajah pria itu. Tenang, tak beriak, dan tatapannya dalam penuh keseriusan. "Tuan, saya bawa berita buruk." Ujar James terengah-engah menarik nafasnya dalam. "Katakan!" "Tuan, Cctv sekitar pelabuhan dirusak subuh tadi sejam sejak barang ini masuk. Sialnya tak ada yang menyadari itu." Ujar James ragu-ragu, matanya lekat memandang tuannya. "Bagaimana bisa? Cari tahu siapa yang keluar masuk dari pelabuhan sejak tiga hari lalu!" Ujar pria itu geram. "Tanpa anda minta saya telah melakukanya. Saya sudah menemukan mobil jeep hitam mencurigakan keluar masuk dermaga sejak tiga hari lalu." Jawab James mengeluarkan selembar kertas dan sebuah disk dari sakunya. Allen meraih benda itu, memeriksanya dengan serius. Tangannya mengepal erat dengan m

Tiga tahun kemudian. Seorang balita kecil bermata biru berambut coklat sedang berlari-larian disebuah taman bermain bertema air. "Eldrick Jangan berlari terlalu jauh honey. Mommy kesulitan menemukanmu." Teriak Sofia mengejar balita tampan itu. "Nah kena kau!" Ujar Sofia seraya menangkap balita tampannya dan mengangkatnya tinggi-tinggi. "Mommy, lihat itu bayi ikan paus?" Ujar balita itu menunjuk ke arah akuarium raksasa dihadapannya. "No, itu ikan lumba-lumba El," ujar Sofia tertawa. "Ohhh, lumba-lumba. Aku fikir itu bayi ikan paus." Ulang baby El dengan lancar dari bibir mungilnya. Sofia mengusap kepala sang putra. Wajah El begitu mirip dengan Allen. Tak ada yang tersisa untuk Sofia, semua seolah duplikat Allen. Matanya, hidungnya, bibirnya, hanya warna rambutnya yang mengikuti

"Lucy, kita akan kembali ke Milan. Disana aku akan tampil bersama busana rancangan ku. Apa menurut mu itu tidak beresiko?" Tanya Sofia gusar. Jari-jari tangannya saling meremas satu sama lain. Tatapan Sofia sendu, seolah meminta Lucy untuk mengatakan tidak perlu pergi. "Aku tidak tahu yang akan terjadi nona. Tapi alangkah lebih baiknya untuk mencoba kalau itu untuk kebaikan nona." Sofia menghela nafasnya dalam, menatap ke arah putranya yang sedang sibuk menggambar. Sebuah bakat alami yang di turunkan Sofia pada anak kecil berparas tampan itu. "Apa menurut mu itu yang terbaik?" Gumam Sofia tanpa menatap Lucy. Lucy tertegun, sungguh dia pun tak paham apakah ini yang terbaik atau bukan. Kehidupan mereka terlalu rumit, sama seperti dirinya yang meninggalkan hatinya di mansion suram tuan Allen. Sofia jauh lebih parah, dia harus meninggalkan hatinya, cintanya, keberaniannya, kenangan buruk dan manisnya namun masih