Pagi itu, langit tampak pucat. Udara yang masuk melalui celah tirai kamar membawa hawa dingin lembap yang membuat tubuh Kamila menggigil. Ia terbangun dengan keringat dingin membasahi pelipis, tapi tubuhnya justru terasa panas luar biasa. Tenggorokannya kering, kepalanya berat, dan pandangan matanya berkunang.Ia mencoba bangun, tapi lututnya lemas. Tubuhnya seolah menolak semua perintah. Napasnya pendek-pendek. Dalam kebisuan kamar besar itu, hanya suara detak jam di dinding yang terdengar jelas—pelan, teratur, tapi menegangkan.Kamila menunduk, menatap perutnya yang kini semakin besar. Bayi itu menendang pelan, seolah memberi tanda bahwa ia masih ada di sana, hidup, dan menunggu.“Tenang… Mama baik-baik saja…” bisiknya dengan suara serak. Tapi kalimat itu lebih terdengar seperti doa daripada keyakinan.Ia mencoba meraih segelas air di meja nakas, namun tangannya gemetar terlalu hebat. Gelas itu jatuh, pecah di lantai, airnya memercik ke kakinya yang dingin.Kamila menunduk, terengah
Last Updated : 2025-10-11 Read more