MasukKejadian yang tidak pernah terbayangkan oleh Arsenio, hingga membuat Arsenio terpaksa harus menikahi seorang gadis yang tidak di kenal olehnya. "Saya akan menikahi kamu, tapi kita rahasiakan pernikahan kita, jangan sampai ada satu pun orang yang tau, termasuk keluarga saya," Deg Gadis yang bernama Kamila itu terkejut mendengar perkataan dari pria yang ada di hadapannya saat sekarang ini. Kepalanya langsung menggeleng kencang dengan kekehan miris. "Kalau begitu, pergi saja, aku tidak akan menuntut pertanggung jawabanmu, karena aku juga tidak mau menikah dengan pria sepertimu!" Kamila menarik selimut yang membalut tubuhnya, sungguh hatinya terlalu sakit, tak pernah terbayangkan olehnya kegadisannya akan di renggut oleh seseorang yang tak di kenalnya, apalagi mereka harus menikah diam-diam. Arsenio bimbang, mau tak bertanggung jawab, tapi di dalam hati kecilnya sana terus memberontak untuk bertanggung-jawab dengan gadis yang sudah di renggut kesuciannya itu. Ia juga tidak mungkin membiarkan gadis itu hamil anaknya nanti. Arsenio menarik tangan gadis yang akan membuka pintu hotel itu. "Saya akan tetap bertanggung jawab!" Ucap Arsenio dengan tegas. Kamila menepis tangan itu. "Saya tidak mau, pergi saja. Saya anggap ini semua hanya kesialan saya saja!" Namun, bukan Arsenio namanya jika tidak bisa mendapatkan sesuatu yang di inginkan olehnya...
Lihat lebih banyak"Ah"
"Ah" "Berhenti!!! Shhhh sakit.." Gadis di bawahnya sana mengerang penuh nikmat, sesekali merasakan sakit di bagian intinya karena sesuatu yang belum pernah di rasakan menembus intinya sana. Keringat membanjiri tubuh keduanya yang sama-sama polos, membuat ruangan itu semakin panas. "Saaakit... Ahhh" "Eghhh." Pria di atasnya membungkam bibir gadis itu, membuat bibir yang akan berbicara lagi itu jadi terdiam, ia hanya mampu pasrah, tanpa tau membalas apa. Karena gadis itu juga sama sekali tidak pandai dalam hal seperti ini. Ini untuk yang pertama kali yang ia rasakan. Dan sialnya pengalaman pertamanya harus di renggut oleh orang yang sama sekali tidak di kenalnya itu. Pria di atasnya terus memompa, memaju mundurkan miliknya yang kokoh, bahkan tidak peduli dengan rengekan serta air mata yang keluar dari mata gadis itu. Yang ia mau hanya sebuah kenikmatan yang baru pertama kali ini ia rasakan. Ya, nikmat, bahkan sebelumnya juga ia tidak pernah merasakan nikmat yang seperti ini. "Ugh." Pria itu terus bergerak liar, bahkan bibir basahnya sudah menjelajahi semua lekuk tubuh yang indah yang nyaris tanpa ada cacat sedikitpun itu. Ia bahkan sangat menyukainya, tidak ada satupun tubuh gadis di bawahnya sini tidak ia jelajahi. "Ahhh, kamu nikmat sekali..." Suara erangan itu nyaris memenuhi kamar yang berukuran besar nan mewah itu, pria tampan itu langsung ambruk di sampingnya setelah menuntaskan semua rasa yang menyiksanya tadi. Sedangkan wanita yang ada di bawahnya, langsung menangis, ia tidak menyangka akan berakhir seperti ini. "Pria brengsek!" Maki gadis itu, tangannya memukul dada pria itu, namun pria itu sama sekali tidak bergeming, karena pria itu sudah tertidur lelap.. * Sebelumnya!!! "Bawa masuk! Sebentar lagi saya akan kesana, saya harus menemui paman saya terlebih dulu" ucap seorang perempuan di seberang telpon sana. "Baik nona" sahut salah satu pria berbadan kekar itu yang tengah memegang earphone di telinganya. Tiiit.. Panggilan itu langsung terputus, salah satunya langsung menatap ke arah temannya yang tadi. "Bawa masuk ke dalam kamar ini!" Ucap salah satu bodyguard itu, tangannya menunjuk ke arah salah satu kamar hotel yang ada di depan mereka. Temannya itu mengangguk, tangannya menyentak pergelangan tangan pria yang ada di dalam pegangan kuatnya. "Lepas!" Pekik pria itu yang sedang di pegang kedua tangannya itu, pria itu sedari tadi terus meronta-ronta meminta di lepaskan, namun sialnya tenaganya tidak sebanding dengan tenaga kedua pria itu. Dan entah kenapa ia malah seperti orang lemah seperti ini. Padahal sebelumnya tidak. Ia bahkan bisa membantai musuhnya lebih dari sepuluh orang. Namun, tampaknya mereka mencampurkan sesuatu pada minumannya tadi, sehingga membuatnya tidak berdaya seperti saat sekarang ini. "Diam! Jangan membantah, nona kami Alana segera datang, jadi jangan banyak omong, kamu cukup turuti, dan kamu akan dapat enaknya juga" seru pria itu. Pria itu menggelengkan kepalanya dengan kencang. "Saya tidak mau! Siapa kalian? Mau mati?" Desis Pria itu, matanya yang sayu menatap kedua pria di sampingnya itu. Rasanya tangannya ingin sekali menghajar wajah-wajah keduanya, namun sialan, ia tidak berdaya. "Lepaskan saya! Saya akan bayar mahal kalian jika kalian mau melepaskan saya." Tidak ada pilihan lain, Arsenio bernegosiasi pada keduanya, berharap kedua pria itu mau melepaskannya. Namun sayang, perkataan Arsenio malah di anggap candaan oleh kedua pria itu. Keduanya malah tertawa terbahak-bahak mendengar perkataan Arsenio. "Kami tidak gila uang. Kami bahkan setia dengan bos kami. Lagian uang yang di kasih bos kami banyak," ucap salah satu dari mereka. Arsen mengeraskan rahangnya. "Lepas! Sialan kalian berdua! Siapa bos kalian? Bilang sama saya, saya bunuh juga dia." Pekik Arsen marah, matanya bahkan menyorot tajam kedua pria yang ada di sampingnya itu. Kedua pria di sampingnya itu agak menciut mendengar ancaman Arsen, namun keduanya masih tetap berusaha tenang, mereka hanya menganggap perkataan pria itu hanyalah sebuah bualan semata. "Halah, jaman sekarang itu banyak ya yang begituan. Jangan munafik kamu, kadang orang yang sudah punya istri saja, tapi pasti masih mau kalau di tawarin dengan perempuan lain. Ck, apalagi orang seperti anda!" Keduanya terkekeh. "Kalian berani tertawa dan mengatakan hal tersebut pada saya! Awas kalian berdua!" Pria itu tidak pernah bermain-main dengan apa yang di ucapkan olehnya, namun mereka sama sekali tidak peduli dengan perkataannya.b Keduanya kembali tertawa terbahak-bahak mendengar perkataan pria itu.. "Halah, beraninya main ancam saja. Kamu pikir saya takut gitu sama kamu?" Pekik pria itu. Lalu tangannya terangkat menampar pipi Arsen membuat Arsen semakin murka. "Mati kalian!" Pekik Arsen murka. "Kebanyakan bacot, masukin aja ke dalam kamar itu, jangan sampai nona Zihan marah karena tawanannya kabur." Deg Mendengar nama Zihan yang di sebut oleh kedua orang itu, Arsenio mengepalkan kedua telapak tangannya dengan kencang, sungguh tidak pernah terbayangkan olehnya sebelumnya, perempuan itu berani sekali menjebaknya seperti ini. Sialan, Zihan sudah berani bermain-main dengannya. Zihan adalah rekan bisnis Arsen. Malam itu, ia datang ke Bandung karena ingin melakukan meeting penting dengan salah satu koleganya. Namun sialnya, malam itu menjadi malam yang sial bagi Arsen, ia harus mengalami kejadian ini gara-gara ulah Zihan yang ikutan bergabung di pesta kecil-kecilan yang di buat oleh temannya. Awalnya Arsen menolak, ia sudah merasa tidak enak hati, namun Fadil temannya terus mengajaknya, mau tak mau Arsen ikut saja. Awas saja, Arsen tidak akan tinggal diam, ia akan menghukum siapapun yang sudah berani berurusan dengannya. Dua orang bodyguard itu membawa masuk Arsenio yang sudah terpengaruh oleh obat perangsang itu, bahkan Arsenio berulang kali mendesis karena merasakan sesuatu yang sudah timbul di dalam dirinya sana. Brugggh Keduanya bahkan langsung melemparkan Arsenio ke atas ranjang sana. "Kita keluar" setelah itu keduanya keluar dari dalam kamar itu, dan meninggalkan Arsenio sendirian di sana. Keduanya juga tidak lupa mengunci pintu kamar itu, namun mereka lupa mencabut kunci itu, tapi mereka langsung pergi dari tempat itu saat sudah memastikan tugas mereka selesai .... Di dalam kamar itu, pria bernama lengkap Arsenio Galvanis Zipper menggeram, ia bahkan merasakan sakit di kepalanya yang terus menerus menderanya. Ia sesekali memejamkan kedua bola matanya, menekan rasa yang muncul itu. "Sialan!" Maki Arsen, ia mengepalkan kedua telapak tangannya dengan kencang. "Mati kau, Zihan. Jalang sepertimu berani sekali membuat aku seperti ini. Sialan kau, setelah ini habis kau di tanganku" ucap Arsen, ia bahkan melepaskan dasi yang melingkar di lehernya, rasanya seperti di cekik. Ia sungguh tidak tahan. AC yang ada di kamar hotel itu benar-benar tidak berfungsi sama sekali, ia bahkan sudah menurunkan suhunya. "Sialan!" Entah sudah berapa kali ia mengumpat, ia benar-benar marah sekali. Dengan langkah gontai, ia berjalan menuju ke kamar mandi yang ada di kamar hotel itu, ia langsung mengisi bathtub itu dengan air dingin. Persetan sudah malam hari, dan udara sekitarnya bahkan dingin, tapi di dalam dirinya merasakan panas yang membara. Arsen langsung masuk ke dalam bathtub itu, lalu merendam tubuhnya. Untuk beberapa saat, ia bangkit dari dalam bathtub, ia langsung berjalan keluar sambil meremas rambutnya yang basah. "Berapa banyak obat yang di taruh di minuman gue?" Ucap Arsen marah, sebab ia sudah merendam tubuhnya, namun sialnya, efeknya sama sekali tidak ada. Ia bahkan masih merasakan panas yang membara di dalam dirinya sana. "Arghhh!!! Brengsek! Brengsek!!" Teriak Arsen sambil memukuli meja yang ada di sana, sampai meja itu hancur berkeping-keping. *Lorong rumah sakit itu sunyi, namun bukan sunyi yang tenang.Ini sunyi yang kental—seperti udara yang menahan napas.Jam dinding di ujung koridor berdetak terlalu keras, jarum detiknya bergeser perlahan, memantul pada lantai mengilap yang sudah dipel oleh cleaning service pagi itu.Di balik dinding kaca, ruang-ruang perawatan berbaris rapi. Bau obat antiseptik samar-samar menusuk. Cahaya matahari menyelinap dari jendela, memantul pada kursi tunggu besi dingin yang sepi.Kamila duduk di salah satu kursi itu.Rambutnya diikat seadanya, wajahnya tampak pucat, tak memakai make-up sedikit pun. Kaos abu-abu yang kebesaran dan cardigan tipis yang ia kenakan membuatnya terlihat lebih kecil dari biasanya—seolah ia bisa menghilang jika seseorang meniupnya.Ia menatap lantai, menatap lututnya, menatap tangannya yang saling menggenggam terlalu erat.Tidak ada kata-kata.Tidak ada suara dari bibirnya.Sejak tadi ia hanya diam.Nares berdiri tidak jauh darinya, bersandar pada dinding, kedua tangann
Ruang tamu villa itu terasa seperti sebuah ruang waktu yang membeku. Udara di dalamnya dingin, terlalu dingin untuk jam sepuluh pagi di kawasan perbukitan. Bukan dingin yang berasal dari udara luar atau AC yang lupa dimatikan. Ini dingin yang lahir dari tubuh seseorang—dari pikiran yang tak tidur dan jiwa yang remuk pelan-pelan.Arsen duduk bersandar pada dinding, kaki tertekuk, tangan menggenggam rambutnya sendiri. Ia tampak seperti seseorang yang sudah kehilangan orientasi, seseorang yang bahkan tidak sadar bahwa matanya yang merah sekarang menatap kosong ke arah lantai, bukan lagi ke dunia nyata.Mami Laudya berhenti beberapa langkah di depannya. Napasnya tersengal kecil saat matanya menyapu kekacauan ruangan.Dulu villa ini selalu bersih. Rapi. Beraroma mahal. Lantai mengkilap karena setiap jam ada staf yang mengepel. Vas bunga segar di meja. Piring makan mahal tersusun tanpa cela di dapur.Sekarang semuanya berantakan. Seperti rumah itu ikut jatuh sakit.“Arsen…” suaranya melembu
Pagi itu rumah Mami Nares dipenuhi aroma jahe hangat dan roti panggang. Cahaya matahari masuk dari jendela besar, mengenai wajah Kamila yang tampak lebih segar dibanding dua hari sebelumnya—meski kantung matanya masih terlihat jelas jika diperhatikan.Mami Nares sibuk di ruang tamu, mengemasi beberapa berkas. Rambutnya disanggul, wajahnya dihiasi riasan tipis yang menandakan hari ini ia tidak bisa menunda pekerjaan.Kamila berdiri di dekat meja makan, memegang segelas air hangat.“Kamila,” panggil Mami lembut.Kamila menoleh. “Iya, Bu?”Mami menatapnya penuh perhitungan. Ada kekhawatiran, tapi juga keyakinan bahwa gadis muda itu mulai menemukan ritme napasnya kembali.“Kamu ada jadwal periksa kandungan hari ini, ‘kan?”Tangan Kamila mengejang di sekitar gelas. Ia hampir lupa, atau mungkin sengaja menyingkirkan itu dari kepalanya.“I—Iya, Bu. Jam sepuluh. Tapi–”Mami mengangguk, merapikan blazer-nya.“Kamu harus tetap periksa. Dokter yang Mami telpon juga udah saranin kamu harus rutin
Malam berganti pagi, tapi bagi Arsen, waktu berhenti memiliki bentuk.Hari-hari berikutnya bukan lagi rangkaian jam yang bisa dihitung. Semuanya berbaur menjadi satu kabut tebal yang memeluk kepalanya—kabut yang tak pernah benar-benar hilang, bahkan ketika matahari tinggi di langit atau ketika lampu kantor menyala terang.Dan Kamila… tetap tidak ada di mana pun.Di KantorPukul sembilan pagi, gedung kantor Arsen biasanya penuh ritme, langkah cepat para staf, suara keyboard, telepon yang tak berhenti berdering. Tapi hari ini, semuanya terasa menahan napas saat Arsen datang.Ia masuk lewat pintu kaca besar, langkahnya lambat, bahunya sedikit merosot. Setelan rapihnya tidak menolong apa pun—kerahnya tampak tidak tersentuh tangan rapi, rambutnya acak sedikit.Paul, asistennya, langsung mendekat.“Pak… meeting sama tim legal lima menit lagi.”Arsen tidak menjawab. Tidak mengangguk. Tidak menoleh.Ia berjalan langsung melewati Paul, menuju ruangannya. Pintu kaca besar itu terbuka—kemudian d






Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Ulasan-ulasan