Fajar naik lambat di atas lembah Keta. Kabut pagi berbaur dengan asap dari sisa pertempuran semalam — tipis, kelabu, dan beraroma besi. Tanah masih basah oleh darah, dan udara memantulkan keheningan yang aneh: bukan damai, melainkan duka yang belum sempat dikubur.Di lapangan tengah, barisan prajurit berdiri dalam senyap. Bendera Majapahit setengah tiang, berkibar lemah tertiup angin. Gaja Mada berdiri paling depan, wajahnya dingin, tanpa ekspresi. Tapi di balik kain penutup wajah itu, matanya merah — terlalu banyak yang gugur di bawah panjinya hari ini.Arya Wuruk berdiri di sebelahnya, bahunya masih diperban, tapi matanya tegak menatap ke depan. Ia memimpin doa bagi para prajurit yang tak akan kembali. Suara mantranya rendah, namun setiap kata terasa berat: “Semoga roh kalian diterima dalam ketenangan, dan darah yang tumpah menjadi dasar kekuatan baru bagi negeri ini.”Ketika doa selesai, dentang gong terakhir bergema, menandai akhir upacara. Namun yang benar-benar berakhir
Last Updated : 2025-10-12 Read more