Kain putih yang menjulur dari bawah pintu semakin kuat melilit kaki Rara. Semakin ia meronta, semakin erat kain itu menjerat kulitnya—dingin, basah, dan hidup seperti ular yang kelaparan.“WARNO, LEPASKAN!” Rara berteriak, suaranya pecah oleh ketakutan.Warno menarik tangan Rara sekuat tenaga, tapi kain itu justru bergerak lebih cepat, merambat naik dari pergelangan kaki ke betis, lalu ke paha. Seolah ingin menyelimuti tubuh Rara sepenuhnya.“Ini bukan kain biasa! Ini tubuhnya!” Warno menjerit, panik. “Kain itu… bagian dari dirinya!”Rara merasakan sensasi dingin menjalar di seluruh kakinya, seperti darahnya membeku. Ia berusaha menatap kain itu, namun begitu ia melihatnya, jantungnya serasa berhenti.Di permukaan kain itu ada urat-urat hitam, seperti pembuluh darah yang bergerak pelan. Kain itu bukan benda mati—itu kulit. Kulit makhluk itu.“Aku… tidak bisa… bernapas…” Rara terisak.Napasnya menjadi berat, terpotong-potong. Seolah paru-paru di dalam tubuhnya direbut paksa oleh sesuat
Last Updated : 2025-11-28 Read more