Share

Batch 3 : Kecewa

"Selamat pagi." Azyan mendengar suara bariton yang mengantar tidurnya. Gadis itu tersadar, ia baru tertidur selama 45 menit. Ia tak bisa tidur karena perlakuan Dennis yang tiba-tiba, dan sekarang ia harus bangun lagi.

Sebenarnya, Azyan masih mengantuk, tapi ia sadar diri. Akhirnya dengan senyuman ia terbangun. Keduanya saling menyapa dengan senyuman pagi.

"Dia nggak sadar-sadar." Dennis melihat ke arah Baby Danish, dan tersenyum. Azyan hanya tersenyum, ia juga heran, Baby Danish begitu nyenyak. Biasanya bayi merah itu terbangun 2-4 kali karena pampers penuh atau ingin makan. Tapi, tidak sama sekali. Sepertinya, ia kelelahan karena menangis.

Dennis bangun dari ranjang. Dan menggaruk rambutnya sambil menguap, semua hal itu tak pernah lepas dari pandangan Azyan.

"Saya mau buat sarapan. Kalau ngantuk tidur aja." Dennis pun keluar. Meninggalkan Azyan yang memerah. Hey, ia hanya seorang pengasuh tapi kenapa ia bersikap seperti Nyonya di rumah ini? Azyan menggeleng, bangun dan mengisi kebutuhan di kamar mandi.

Gadis itu keluar dari kamar mandi, dan Baby Danish sama sekali belum sadar. Azyan dibuat geleng-geleng, begitu nyamannya tangan Dennis, hingga Baby Danish tak sadar. Padahal, jika bersamanya, bayi merah itu sering membuatnya begadang.

Azyan mendekati Baby Danish. "Pagi baby, nyenyak benar. Neny ganti pampers ya." Dengan pelan dan hati-hati, Azyan melihat isi pampers Baby Danish, penuh. Tapi tak sadar sama sekali, gadis itu hanya bisa tersenyum bangga. Azyan akhirnya membuka pampers Baby Danish, mengelap bokong bayi itu dengan tisu dan memakai pampers lagi. Baby Danish sedikit terkejut, tapi bayi itu menutup matanya lagi, sepertinya ia begitu lelah.

Azyan akhirnya membereskan tempat tidur, ketika ia menarik seprai bagian Dennis, ia bisa merasakan seprai itu terasa hangat. Bahkan, aroma tubuh Dennis masih tertinggal disana, menarik napas panjang, Azyan mengambil sebanyak mungkin aroma tersebut.

"Zyan sarapan." Dennis memasukan kepalanya ke kamar, tapi badannya tertinggal di luar. Azyan mengelus dadanya, lelaki itu selalu saja membuat jantungnya copot, karena selalu hadir tiba-tiba?

Azyan akhirnya mengelung rambutnya asal, niatnya awal ia ingin menyisir rambut.

Di atas meja, sudah ada 4 potongan roti bakar, capucino untuk Dennis, dan susu untuk melancarkan ASI. Bahkan, Dennis harus repot-repot membuatkan untuk Azyan, yang notabene hanya pengasuh.

"Duduk Zyan." Dengan gugup, Azyan duduk di samping Dennis. Entah, kenapa lelaki kaku ini, selalu membuat Azyan kehabisan kata? Action yang ia buat, terasa begitu nyata bagi kehidupan Azyan.

"Jam berapa kuliah?"

"10 bang."

"Yaudah. Saya juga mau jemput Bu Amin," Azyan hanya diam. Dan meminum susu tersebut sambil memandang Dennis. Wajah Dennis itu tampan, bahkan jika dilihat lagi, ia seperti copyan ayahnya. Tak ada yang beda, kecuali Ayah Dennis suka tersenyum, tetapi Dennis jarang tersenyum.

"Baby." Kedua manusia dewasa itu bersorak, ketika mendengar suara tangisan bayi. Dengan refleks, Azyan dan Dennis sama-sama mengeser kursi dan berlari ke kamar. Terlihat, Baby Danish yang mengerak-gerakan tangannya sambil menangis.

Azyan akhirnya mengendong, dan memeriksa isi pampers Baby Danish. Benar saja, bayi merah itu baru saja membuang kotorannya. Azyan melirik pada Dennis yang tak suka dengan bau-bau kotoran bayi. Tapi, lelaki itu masih berdiri disana. Akhirnya, Azyan membuka pampers Baby Danish, dan mengambil tisu basah dan pampers lagi.

"Yaudah, saya nunggu di luar." Azyan hanya tersenyum, hampir tertawa keras, ketika melihat wajah Dennis yang tak enak, ketika melihat kotoran bayi. Gadis itu hanya geleng-geleng, padahal, jika Dennis punya anak sendiri, mau tak mau, ia harus mengurus hal seperti ini.

Azyan memberi bayi merah makanannya dan membawa keluar. Azyan duduk di kursi, dengan Dennis yang masih setia di meja makan, dan tersisa satu potongan roti.

Akhirnya, Azyan menghabiskan sarapannya sambil memberi makan Baby Danish yang menyedot makanannya dengan begitu rakus. Mungkin, karena bayi itu tak makan semalaman.

"Saya mau mandi." Azyan hanya diam. Dan terus menyusui Baby Danish. Kebetulan sudah bangun, Azyan ingin memandikan Baby Danish.

Akhirnya, Azyan membawa Baby Danish ke kamar dan menidurkan sambil memberi makanan pada bayi itu yang tak mau melepaskan makanannya.

"Udah ya. Mandi dulu, nanti makan lagi." Malah, bayi itu semakin semangat menyedot makanannya. Akhirnya Azyan pasrah dan membiarkan Baby Danish makan.

"Zyan." Azyan sadar ada yang menepuk pipinya lembut. Rupanya ia tertidur.

"Danish mandikan dulu. Saya sudah siapkan airnya." Azyan membuka matanya dan Dennis berdiri di ujung ranjang, laki-laki itu begitu wangi. Akhirnya Azyan melihat bayi merah itu berusaha memasukan tangannya dalam mulut. Azyan membuka baju Baby Danish, dan bayi merah hanya diam. Azyan selalu berdoa, agar Baby Danish cepat besar dan ia bisa bermain bersama bayi mengemaskan ini.

Azyan mengangkat bayi merah itu, dan memandikan. Dennis, lelaki itu hanya berdiri di pintu kamar mandi sambil memegang handuk. Tapi ada rasa aneh yang membuatnya ingin mengurus Baby Danish sendiri. Dengan tak ada drama menangis, Azyan mengangkat bayi merah tersebut. Dan Dennis menyambutnya, membalutkan handuk dan membungkus bayi merah tersebut.

Dennis membawa ke ranjang, Azyan mengambil pakaian Baby Danish dan mengambil segala tetek bengek perlengkapan bayi tersebut. Azyan bersyukur, Baby Danish tidak menangis. Biasanya acara mandi bayi itu, diisi dengan tangisan yang memekik.

"Zyan mandi aja, biar saya yang urus." Azyan ragu. Bisa-bisa tulang bayi itu patah semua.

"Mandi Zyan. Saya sudah biasa ngurus adik-adik." Terpaksa, Dennis mengakui hal-hal yang membuatnya masih menyimpan dendam. Baby Danish mengemaskan, kenapa tak ia urus saja? Dulu, semasa kecil ia selalu mengurus bayi. Apalagi Ilana, semua Dennis lakukan. Membersihkan kotoran adiknya, kadang memandikan, jadi ia membuat jangan sampai Ilana kualat padanya, padahal gadis itu bar-bar luar biasa.

____________________________

Azyan mencium Baby Danish. Walau hanya berpisah beberapa jam, gadis itu tak rela. Dennis mengantarnya lagi pagi ini, lelaki itu memilih kerja dari rumah. Ia ingin terus mengawasi Baby Danish.

Azyan tersenyum dan pamit pada Dennis. Lelaki itu hanya mengangguk. Kedekatan keduanya, perlahan membuat Azyan tak terlalu cangung berada disekitar Dennis.

Azyan melihat Ilene dan kembarannya sedang melempar tas. Ilene melempari kembarannya dengan tas berkali-kali. Darris menarik rambut sebahu kakaknya.

Cowok itu terdiam, ketika melihat sang mantan. Ia merasa, mungkin karena sifat kekanakan yang ia tunjukan membuat Azyan tak lagi menjalin hubungan dengannya. Karena, jika bersama kembarannya mereka selalu bertengkar.

"Bella! Mana abang?" teriak Ilene. Gadis itu tak peduli, jika semua perhatian tertuju padanya. Semua orang sudah tahu, si kembar biang rusuh. Di mana ada Ilene dan Darris, disana ada pertengkaran.

"Abang udah pergi."

"Yah.. gagal maning dapat duit lagi. Aku lagi naksir baju model baru di olshop." Azyan hanya menggeleng. Ia bukan gadis yang gemar mengkoleksi baju dan sepatu. Ia membiasakan hidup minimalis sedari kecil.

"Bella." Darris memanggil Azyan. Gadis itu menoleh, dan merasa tak enak hati pada Darris. Percakapan mereka semalam, berakhir begitu saja. Lagian, hubungan mereka telah kandas satu tahun yang lalu, namun cowok tampan yang mirip Dennis tersebut tidak menyerah, walau ia sudah ditolak berkali-kali. Azyan sadar diri, ia merasa bukan lagi anak muda. Ia punya tanggung jawab yang besar, dan sebagian waktunya ia habiskan untuk mengurus anak, bukan lagi mengurusi masalah percintaan yang tak kelar-kelar.

"Bella." lirih Darris. Cowok itu menarik tangan Azyan ke belakang fakultas, ia ingin meminta kesempatan.

"Woy! Ingat status woy!" teriak Ilene. Tapi diabaikan oleh kembarannya. Azyan hanya diam, sebenarnya apa yang diharapkan Darris dari dirinya? yang lebih memilih bau bayi, daripada memakai parfum mahal.

Azyan begitu tenang, tidak dengan Darris yang bolak-balik seperti pesawat lepas kendali.

"Bella." Azyan hanya mengangkat wajahnya memandang Darris.

"Bella." Azyan diam lagi. Justru, pikirannya tersita pada Dennis. Apa yang laki-laki itu lakukan dengan Baby Danish? Walau sudah ada Bu Amin, tapi kadang ia tahu, Dennis yang menawarkan diri mengurus Baby Danish. Azyan tak ingin Baby Danish bermasalah karena sifat sok tahu Dennis yang katanya sudah terbiasa mengurus adik-adiknya.

"Aku udah emak-emak. Aku udah punya anak." tutur Azyan. Darris menggeleng, kenapa Azyan harus merendah? Bukankah, gadis ini layak dapat perhatian dan cinta?

"Aku hanya pengasuh bagi keluargamu. Aku nggak enak sama abangmu, nanti dikira tak sungguh-sungguh jadi pengasuh, malah mau pacaran." Azyan coba beri pengertian. Darris masih menggeleng. Cowok itu meremas rambutnya. Salah, jika ia belum bisa melupakan masa lalunya?

"Maaf. Tapi aku masuk sekarang." Azyan meninggalkan Darris mengepalkan tangannya. Ia berjanji, gadis itu akan menjadi miliknya.

___________________________

Dennis membawa laptopnya ke kamar Azyan. Lama-lama ia bisa pindah kamar, bergabung dengan pengasuh tersebut.

Baby Danish sedang tertidur, bayi merah itu tertidur ketika sudah diberi makanan, karena Azyan selalu menyetok susu bagi Baby Danish. Gadis itu selalu berusaha yang terbaik, agar bayi merah itu tak kekurangan apapun.

Dennis mengalihkan perhatiannya dari layar laptop dan memandang Baby Danish. Pikirannya sedang tidak fokus ke kerjaan sekarang. Lelaki dewasa itu menoleh pada bayi merah tersebut tanpa sadar tersenyum. Teringat, ia melakukan hal nekat. Bagaimana mungkin, ia mengatakan hal semanis itu pada Azyan. Padahal, ia tak berkata manis, pada gadis manapun?

Dennis hanya geleng-geleng, menghilangkan segala pikiran tentan Azyan yang terus menari di kepalanya. "Zyan... Zyan..." guman Dennis.

Akhirnya, Dennis menyingkirkan laptopnya dan menyambar ponsel miliknya, ingin memberi pesan pada Azyan. Entah kenapa, ia ingin menanyakan kabar Azyan, dan ingin menjemput gadis itu. Padahal, mereka berpisah belum sampai satu jam. Benar-benar aneh.

DennisN : Zyan, pulang jam berapa?

Lekaki itu meletakan ponselnya, dan kembali memandang ke arah Baby Danish. Rasa untuk melindungi bayi ini begitu besar. Entah kenapa, Dennis merasa ia sudah seperti membangun sebuah keluarga kecil. Ia ingin membangun keluarga kecil miliknya. Tapi, Dennis tak pernah memikirkan pasangan lagi, setelah kejadian pahit di masa lalu. Kejadian, yang membuat ia tak ingin mengenal cinta seumur hidupnya.

"Kamu secepatnya akan dapat mommy. Tapi nggak tahu kapan, cepat besar ya baby." Dennis menghirup aroma bayi tersebut. Dennis dan Azyan sama-sama memiliki keinginan Baby Azyan cepat besar, agar mereka bisa bercengkrama langsung dengan bayi ini. Entah kenapa, Dennis merasa Baby Danish bayi paling beruntung di dunia. Ia mendapatkan kasih sayang dari semua orang.

Dennis memeriksa terus ponselnya, tapi belum dibalas Azyan. Mungkin terlalu berharap, Dennis merasa kecewa. Ia berharap Azyan mengiyakan, mungkin mereka bisa jalan-jalan sebentar. Walau harus repot, karena bayi merah tak boleh sering jalan.

Andai, sudah besar. Dennis akan mengajak Baby Danish berjalan terus. Lelaki itu akan memilih kerja freelance dan fokus mengurus anak.

Dennis melihat pesannya telah dibaca Azyan, tapi tak dibalas gadis itu.

Lelaki itu hanya mendesah kecewa.

Ketika melihat Azyan mengabaikan pesannya.

_____________________________

Azyan terus memikirkan Dennis dan Baby Danish. Gadis itu tak tenang, ia berharap perkuliahan cepat selesai,  ia pulang dan mengurus bayi. Jiwa pengasuh telah mengakar pada dirinya. Ia bersyukur hari ini, hanya ada satu mata kuliah, jadi Azyan bisa pulang cepat selesai.

Azyan bernapas lega, akhirnya selesai juga mata kuliah Morphology. Walau dengan tugas yang menumpuk, gadis itu bisa menyempatkan waktunya membuat tugas, ketika Baby Danish tidur.

Azyan berjalan dengan cepat ingin pulang. Ia memeriksa ponselnya, dan tanpa sadar tersenyum. Dennis begitu perhatian. Belum sempat gadis itu membalas. Ia sudah ditarik oleh Darris.

"Lepasin!"

"Pulang sama aku Bella." Azyan menggeleng. Dennis sudah berkirim pesan padanya.

Darris dan Azyan saling tarik-menarik. Azyan tak ingin terlibat dengan Darris. Tapi bungsu Ilona itu terlali keras kepala. Ia juga bersikap seperti ibunya dan berbanding terbalik dengan abang sulungnya.

"Trus Ai pulang sama siapa?"  tanya Azyan akhirnya mengalah. Karena Darris dan Ilene biasanya pulang dan berangkat bersama, walau mereka memiliki jadwal yang berbeda.

"Udah biarin aja." Darris memasukan Azyan dalam mobil dan cepat menguncinya, takut gadis itu kabur.

Azyan hanya diam, walau di dalam mobil, Darris terus mengoceh. Gadis itu terlalu lelah untuk melayan. Ia sudah terbiasa hidup bersama Dennis kaku yang hidupnya terlalu diam.

"Makasih." ujar Azyan ketika, telah sampai di rumah Dennis.

"Aku mau mampir juga dong, lihat baby." Modus Darris. Azyan memutar bola matanya malas. Dan turun.

"Woy bang! Apa kabar keponakan? Makanya cari bini, biar tak susah ngurus anak." teriak Darris. Padahal Dennis sedang menatap Azyan kecewa. Gadis itu memilih mengabaikan pesannya dan memilih pulang bersama adiknya. Kalau tak ingat, mereka berasal dari perut yang sama Dennis sudah menendang Darris jauh-jauh. Ia kelewat kesal, adiknya suka sekali modus pada pengasuh Baby Danish.

"Baby." Azyan mendekati Baby Danish yang tertidur di gendongan Dennis yang berdiri di depan pintu.

"Jangan dipegang. Bayi tak boleh terkontaminasi dengan orang pacaran." ujar Dennis dengan nada sarkas. Azyan hanya diam, menelan ludahnya gugup.

Darris tersenyum, merasa menang sekarang.

"Sepertinya ada api yang terbakar disini." timpal Darris tanpa dosa, dan masuk ke dalam rumah abangnya.

Azyan dan Dennis sama-sama menghela napas panjang. Merasa kecewa pada lawannya.

____________________________________

Ada yg cembukor :v

Kalau kita buat abang bosbob jadi bucin seru kali ya :v

Biar war sama adiknya.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Intan S Durand
buat abang jadi bucin thor
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status