Share

Batch 4 : Bersama Zyan

"Bang, makan." Dennis mengepalkan tangannya. Ia masih ingat, mereka berasal dari kandungan yang sama. Berasal dari satu perut. Kalau saja, Darris bukan anak Ilona, Dennis akan menendang Darris ke sungai dekat rumahnya.

Cowok itu tanpa malu, duduk di meja makan, dan membuka tudung saji, rupanya kosong. Ia sudah terbiasa, di rumahnya disajikan berbagai makanan berbagai macam oleh bundanya.

"Disini bukan warung makan."

"Aelah bang. Tinggal pesan aja, yaudah aku suruh bini masak dulu ya."

"Bella!" Suara Darris mengema di seluruh ruangan. Benar-benar gen raja hutan. Di manapun berada, pasti teriak-teriak seperti Tarzan.

"Saya usir kamu! Jangan teriak-teriak, disini ada bayi!" peringat Dennis. Darris hanya nyegir. Cowok tampan itu melihat abangnya dan tersenyum. Jarak usia yang lumayan jauh, membuat kedua cowok dalam keluarga raja hutan tak terlalu dekat. Darris lebih dekat dengan kembarannya.

"Lapar bang." Darris berkata dengan melas dan mengusap perutnya.

"Bella, masakin mie dong. Abang lapar, belajar jadi bini abang ya." ujar Darris memainkan alisnya ketika ia melihat Azyan yang mengantarkan baju kotor Baby Danish ke keranjang.

"Mie apa?"

"Zyan jangan." Darris makin tersenyum penuh kemenangan. Kapan lagi, bisa melihat abangnya kelabakan seperti ini?

"Nggak papa bang." Azyan ke dapur. Darris makin terkekeh.

"Saya temanin."

"Aelah. Baru juga bini mau masak buat calon suami, ada aja, lebah pengaanggu."

"Diam Darris!" sentak Dennis, ketika ia ingin memasuki dapur. Darris makin tertawa lebar. Sifat kaku abangnya, membuat ia merasa seperti bukan saudara kandung tapi orang asing. Ditambah, Dennis sudah berpisah rumah bersama mereka.

Dennis mengikuti Azyan dari belakang. Hari ini, gadis itu memakai dress berwarna hitam, dan Dennis suka melihat Azyan memakai dress tersebut, terlihat manis pada Azyan.

"Masak mie apa?" Azyan menolah dan mengambil teplon hendak memasak air.

"Mie rebus aja bang." Dennis mengangguk. Bu Amin, sedang menemani Baby Danish yang sedang tertidur pulas. Setelah, Azyan pulang dan memberi makanan pada bayi itu.

Dennis membuka kulkas dan melihat sayuran apa yang pas, untuk memasak mie. Dennis jarang memasak, tapi untuk memasak apa saja ia bisa. Akhirnya, Dennis mengambil daun bawang, wortel, daun seledri, ada sawi juga.  Sangat lengkap, bahkan ia membuka freezer mencari sosis.

"Zyan, bawangnya ditumis dulu." Azyan dengan sigap mengiris bawang, dan menumisnya hingga harum.

"Jangan pacaran di dapur bang. Lapar nih!" teriak Darris. Padahal, jarak antara ruang makan dan dapur tak sampai 10 meter.

"Diam!" balas Dennis tak mau kalah. Azyan hanya tersenyum. Geli dengan sikap Dennis yang kaku, dan mendadak jadi bagian dari raja hutan, walau gennya berasal dari sana.

Azyan menunggu air mendidih sambil mengunting bumbu mie. Dennis memasukan wortel terlebih dahulu, ia mengambil dua butir telur memasukan ke dalam, disusul daun bawang dan sawi. 

"Abang suka pake cabai rawit?" Dennis mengangguk dan mengaduk mie. Azyan memotong cabe rawit kecil-kecil.

Dennis membagi mie tersebut dalam empat mangkok.

"Abang minuman dingin mau?" tanya Azyan. Dennis yang sedang menyusun  mangkok dalam nampan menoleh pada gadis itu mengangguk. Azyan tersenyum puas, dan mengeluarkan 4 kaleng minuman dingin.

"Tapi, kamu jangan minum itu. Biar saya buatkan susu." Diam-diam, Azyan manyun. Baru juga, ia ingin memanjakan lidahnya.

Dennis membawa mangkok tersebut dan melihat Darris duduk dengan pose yang sangat tidak sopan. Cowok itu menaikan kakiknya ke atas meja sambil bermain ponsel. 

"Kaki itu, kalau dipotong buat sop enak ya." sindir Dennis. Darris langsung merinding, dengan cepat menurunkan kakinya. Cowok itu tahu, abangnya yang kaku tak pandai bercanda, alias semua yang ia bicarakan bisa serius.

"Mana bini aku bang?" Darris mencari keberadan Azyan. Tapi gadis itu belum kembali dari dapur.

Azyan membawa tiga minuman kaleng, terpaksa ia mengalah, demi kebaikan dan kenyamanan bersama. Terutama kesehatan Baby Danish.

Azyan meletakan minuman kaleng di atas meja, dengan Darris yang menopang kepalanya sambil memiringkan beberaapa derajat dan tersenyum hangat pada Azyan.

"Calon bini rajin yekan. Nanti, kalau kita udah nikah, Mamah nggak usah masak, cukup di ranjang aja, layan Papah." goda Darris pada Azyan.

Bugh!

Darris mengusap kepalanya. Tiba-tiba sebuah botol kosong melayang ke kepalanya.

"Anjir... bisa hilang kepala, kalau tinggal disini." sindir Darris, setelah tahu, yang melempar abangnya sendiri.

"Pulang sana." usir Dennis. Darris tertawa begitu keras. Dan tanpa dosa, mengambil satu mangkok mie dan mengaduk-ngaduk mie tersebut.

"Enak nih, mie buatan bini. Nggak papa, makan mie tiap hari, kalau enak gini." Cowok tampan itu, langsung memakan mie dengan lahap, dan melirik ke arah Azyan yang datang membawa irisan cabe rawit. Darris merebut piring kecil tersebut, dan menumpahkan separuh cabe ke mangkok mie miliknya. Darris makan seperti orang kesetanan.

"Uhuk... sayang air sayang. Aduh, Papah bisa mati kepedasan, entar Mamah jadi janda, jadi baby kita siapa yang jaga." Darris mendramatisasi keadaan, dan melirik pada Dennis yang sudah duduk di ujung meja.

Merasa tak tega, Azyan mengambil minuman tadi, membukanya dan memberi pada Darris. Darris tersenyum puas, melihat tatapan maut Dennis. Azyan akhirnya bergabung dan memakan mie miliknya dengan pelan.

"Sayang mau rasa punyaku nggak?" Darris ingin menyuapi Azyan. Tapi gadis itu menggeleng.

"Jangan malu-malu sayang. Kan kita pacaran, biar aja abang jones. Udah punya anak, tapi bini nggak ada."

Buk!

Semua orang terkejut. Dennis memukul meja, Azyan sampe berjengit kaget. Ia pun mengelus dadanya. Dennis kalau marah, sangat menyeramkan. Apa yang ada di depannya akan hancur, walau ia belum pernah melihat Dennis marah besar.

"Makan!" kata Dennis dingin. Darris melanjutkan makannya, dan menyengol-nyegol Azyan. Gadis itu menoleh dan tak paham, maksud dari mantan kekasihnya tersebut.

"Udah kek anak dajjal." bisik Darris pada Azyan. Gadis itu diam, Darris terkekeh. Rasanya menyenangkan sekali, menggoda abangnya. Hidup abangnya terlalu kaku.

"Anjir... pedas.." Darris terus mengoceh. Cowok tampan itu menghabiskan mie miliknya dan meminum, tak puas Darris berdiri dan mengambil air.

"Ah kenyang. Bang pulang dulu ya, oh iya, titip bini boleh dong. Jangan diambil, nanti balik lagi." Dennis hanya diam, ia malas mau melayan adik-adiknya yang sangat berisik. Manusia-manusia di keluarganya selalu membuat ia pusing, walau mereka tetap kesayangan Dennis. Dennis sangat menghormati bundanya, baginya wanita cantik yang sudah berumur itu segalanya. Dulu, Dennis memandang bundanya sangat tegas, bahkan kejam seperti ibu tiri, tapi setelah dewasa ia sadar, didikan yang keras dari bundanya, membuat ia jadi manusia cerdas, dewasa, dan mandiri.

"Pergi dulu bini aing. Titip anak kita, kalau nyari Papah, bilang aja, Papah belajar dulu, jadi nitip dulu sama om-nya yang nggak laku."

"Darris!" Suara Dennis menggelegar di ruangan tersebut. Dennis tak suka teriak-teriak, tapi karena didikan bundanya, membuat ia harus teriak-teriak terhadap saudaranya jika mereka sudah kelewatan.

"Makasih mienya bang. Oh iya, jangan lupa cemburu!" Cowok itu melongos pergi, sebelum abangnya makin murka. Di rumah, ia akan bertengkar bersama saudara kembarnya. Memang ada saja tingkah keduanya, ketika Darris bermain ponsel diganggu Ilene. Ketika, cewek itu di kamar mandi, dan Darris iseng mematikan lampu, dan berakhir Ilene teriak-teriak, diikuti teriakan raja hutan, jangan seperti itu. Atau, Ilene yang iseng menyembunyikan buku-buku Darris, membuat cowok itu murka dan mencari ke seluruh penjuru rumah, dan Ilene tanpa dosa, pura-pura tak tahu, ujungnya keduanya bertengkar, dan takkan berhenti sebelum sang wasit meniupkan peluit khas, teriakannya.

Dennis menggeleng, hidupnya selalu rame jika ia berada di rumah bundanya. Tapi sekarang, sisa empat orang, Ilana juga sudah pindah rumah satu tahun yang lalu. Gadis itu, ingin mandiri juga, mengikuti jejak abangnya, yang memilih pisah rumah lima tahun yang lalu.

Dennis hanya memperhatikan Azyan yang makan mie dalam diam. Mie miliknya telah habis.

"Mau jalan?" tawar Dennis. Azyan yang baru saja memasukan mie dalam mulutnya melihat ke arah Dennis, apa lelaki ini mengajaknya pergi jalan? Semacam kencan? Azyan dengan cepat mengenyahkan pikiran itu. Ingat, kamu hanya pengasuh! Beruntung, keluarga ini, menerima sebagai keluarga.

"T-tapi jangan lama, saya mau buat tugas." Dennis mengangguk. Keduanya berberes, dan bersiap-siap. Azyan melihat Baby Danish yang sedang tertidur. Dari pulang, gadis itu belum menyentuh bayi merah tersebut. Azyan tersenyum, dan menowel-nowel pipi bayi yang tak terpengaruh sama sekali.

"Hai baby tampan. Mimpi apa sih, Sampai senyum-senyum?" Azyan berkata pada Baby Danish, yang terkadang terlihat tersenyum.

Dennis sudah berganti baju, membuat lelaki itu makin rapih, dan parfum yang dipakai Dennis menguar, membuat Azyan menutup matanya sebentar dan mencium aroma cowok tersebut.

"Kita mau pergi, cepat besar, biar kita jalan-jalan terus."

Diam-diam, Dennis memberikan gendongan Baby Danish pada Azyan, gadis itu mengambil sambil tersenyum.

Azyan mengangkat Baby Danish yang enteng dalam gendongannya, dan memasukan ke dalam. Azyan tak perlu berdandan, karena gadis itu tak suka berdandan, dia ia juga orangnya sangat simple.

"Bu, kami mau keluar." Bu Amin yang sedang serius dengan tontonan di depan TV hanya mengangguk.

"Oh iya, mienya dimakan, nanti ngembang." ujar Dennis lagi.

_____________________________________

Demi apapun, Azyan menutup Baby Danish serapat mungkin, jangan sampai bayi merah itu masuk angin. Alih-alih jalan-jalan, malah Dennis mengajak ke pantai. Sekarang sedang berdiri di bawah pohon kelapa. Pantai ini sebenarnya sepi, hanya ada beberapa orang yang berkunjung. Azyan dan Dennis hanya berdiri disana, sambil memandang ke arah luasnya lautan.

"Nanti kalau baby udah besar, ajak main terus." Azyan hanya tersenyum. Dan mengintip ke arah bayi yang sangat pulas tersebut. Ia juga berharap hal yang sama, minimal bayi ini berumur satu tahun, agar ia ada temannya.

Dennis mengajak Azyan duduk di pondok yang telah disediakan. Harusnya, mereka membawa makanan.

"Kita beli makanan dulu?" Azyan selalu manut, apapun kata Dennis. Keduanya bertolak, dan Dennis memasuki sebuah toko roti.

Baby Danish terbangun, Azyan duduk si salah satu bangku, dan Dennis mengantre.

"Duh, anaknya masih merah bangat. Berapa bulan?" tanya seorang ibu-ibu dengan rambut mengembang dan lipstik merah yang tebal.

"Eh, masih 6 minggu." Ibu-ibu itu duduk di depan Azyan.

"Mana suaminya?" Azyan diam. Dia tak punya suami, apa yang harus ia katakan? Tapi jika bilang tak ada suami, ia akan dicap wanita tak benar, karena hamil diluar nikah, apalagi ia masih sangat muda.

"Masih sekolah?" tanya Ibu itu lagi, seolah meremehkan Azyan. Apalagi, jika ibu ini tahu, ia hanya seorang pengasuh, apa yang ibu ini lakukan?

"S-saya kuliah buk."

"Jadi ngambil cuti?" Azyan menggeleng.

"Oh, kuat ya. Hati-hati, jahitannya belum kuat, bahaya entar. Harusnya cuti aja." Azyan menggigit bibirnya.

"I-iya bu."

"Ibu bukan menghakimi, tapi bagi pengelaman aja. Dulu, Ibu udah nggak sabar mau kerja lagi, tapi dokter melarang sampai 12 minggu, nggak boleh kerja, bahaya. Nggak papa cuti, buat anak juga. Nyusu badan 'kan?" Azyan mengangguk.

"Sudah." Dennis sudah berdiri di samping Azyan dengan membawa sekantung roti.

"Ini suaminya?" tanya ibu itu.

"Ya, saya suaminya. Kenapa bu?" Azyan memalingkan wajahnya. Deg-degan setengah mati.

"Istrinya dijaga. Jangan jalan-jalan terus." Dennis langsung menarik Azyan pergi. Dengan sopan, Azyan mengangguk pada Ibu tersebut.

Keluarga kecil itu, kembali lagi ke pantai tadi.

Dennis membawa kantung tadi dalam tangannya. Ia menoleh pada Azyan yang mengikut dari belakang. Azyan masih sibuk memberi ASI pada Baby Danish.

Azyan mengikuti Dennis yang sudah minum capucino yang ia pesan di toko roti tadi. Laki-laki itu membuka roti, dan memakannya.

"Zyan mau?" Azyan mengangguk.

"Ah.." Azyan tersipu dengan wajah memerah, Dennis ingin menyapinya. Gadis menggeleng, ia malu.

"Buka mulutnya Zyan." Azyan semakin merapatkan bibirnya. Dennis menarik tangan Azyan dan menyuruh gadis itu membuka mulutnya.

"Banyak makan, biar makanan Baby Danish banyak." Wajah Azyan makin memerah. Akhirnya dengan membuka sedikit mulutnya, gadis itu menerima cubitan roti yang diberi Dennis.

"Duduk Zyan." Akhirnya Azyan duduk di samping Dennis. Dengan angin sepoi-sepoi dari pantai, dan nyiur-nyiur di pantai yang daunnya melambai-lambai.

Akhirnya, Dennis menyuapi Azyan, bahkan sampai minum pun, lelaki itu yang menyuapkan.

Setelah kenyang, Dennis berdiri di bawah pohon kelapa. Azyan terus mengagumi Dennis dari belakang. Azyan jatuh cinta? Berharap saja tidak, gadis itu sadar posisinya hanya seorang pengasuh dari seorang bayi yang mengemeskan.

"Sini Zyan." Azyan bangun dan berdiri di samping Dennis.

Tiba-tiba, laki-laki itu menyuspkan jari-jari tangannya dengan jari Azyan. Azyan dengan gugup memandang Dennis.

"Tetap seperti ini bersama saya dan Baby Danish." Dennis meremas tangan mungil Azyan. Membuat gadis itu rasanya melayang di pantai yang luas tersebut.

_______________________________

Cringe chapter again. Lagi suka, buat kehidupan sehari-hari mereka aja.

Semoga suka. Jangan lupa komen dan bintangnya :*

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Nury
cerita nya lucu,bikin kita senyum2 bayangin heboh nya
goodnovel comment avatar
Lestarii
masih belum ngerti knpa azyan... blm nikah tpi udh bayak asinya apa dia kerjanya jdi ibu penganti...
goodnovel comment avatar
Qomariyah Qomariyah
suka cerita nya lucu sma deg"an
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status