Share

Chapter 4

'kadang ingin, kutinggalkan semua, letih hati menahan dusta'

"diatas pedih ini, aku sendiri. Selalu sendiri'

'serpihan hati ini, kupeluk erat. Akan kubawa sampai kumati'

'memendam rasa ini, sendirian, Ku tak tau mengapa aku tak bisa, melupakanmu,,'

lirik lagu yang bermakna tersendiri untukku, menemaniku dikala hujan turun dengan derasnya, dan langit dipenuhi awan gelap. Aku memasang earphoneku dengan volumenya yang lumayan besar, intinya aku hanya larut dalam perasaanku saat ini.

aku berdiri didepan toko, menunggu hujan reda. Hujan yang turun tiba-tiba. angin sejuk menyapa kulit-kulitku, membuat aku sedikit merasa sejuk. Tanpa sadar suasana ini justru membuatku hanyut, ah kapan aku bisa bersikap dewasa. Tidak larut dalam kegalauan yang tak berujung ini.

tanpa kusadari tiba-tiba seseorang menyodorkan payung tepat didepan wajahku, sontak aku terkejut dan langsung melihat kesamping, Disana dia dengan gagahnya tersenyum manis melihat reaksiku yang terkejut. Mulutnya terlihat seperti berbicara, aneh mengapa aku tidak bisa mendengar suaranya. aku bertanya kembali apa yang ia bicarakan, kemudian ia menunjuk diriku, tepat disebelah telingaku. Ahh aku sadar kalau aku masih memakai earphone dengan volume suara yang cukup nyaring. Aku langsung melepas earphone itu gelagapan.

"sekarang udah kedengeran belum?" tanyanya lagi, 

"Udah, sory gw lupa make ini Al" jawabku. Yah dialah Aldi, yang saat itu minta pin BBM ku. Beberapa kali dia memang menghubungiku, namun sejauh ini yang terjadi hanya percakapan singkat dan tanpa arti apapun.

"Udah dari tadi?nggak bawa payung?" Aldi meilirik kantong belanjaan yang kupegang

"Oh iya, ini beliin cemilan buat teman-teman, nggak tau kenapa hujan tiba-tiba. Nggak sempet bawa payung, mau beli juga bawa uangnya pas-pasan tadi" jawaku canggung

" Lain kalau kalau mau keluar, terus keliatan mendung bawa payung yah, Pake ini aja" aldi menyodorkan payung berwarna hijau tadi.

"ha? nggak usah. Bentar lagi juga bakalan reda kok hujannya" gw mengelak, sungkan rasanya.

"Awan setebel itu, pasti hujannya bakalan lama. Ntar lo masuk angin kalau lama-lama diluar. udah pake aja" Paksa aldi

"Nggak usah, kalau gw yang pakai payungnya, elo gimana ntar?" aku masih berusaha mengelak

"Gampang. kan tinggal beli lagi. Buruan gih pulang, nih" aldi meraih tanganku dan memberikan payung itu padaku.

"Loh? kalau lo beli payung baru. terus yang ini gimana? kan harus gw kembaliin. Gw beneran nggak apa-apa kok Al" Aku bersikeras. Tidak enak hati menerima bantuannya. meskipun aku tau ini bukanlah hal yang harus diperdebatkan

"yaudah gini aja, payung ini lo ambil aja. anggap aja payung baru yang mau gw beli ini, lo yang beliiin. Tapi karena lo nggak bawa uang, pake uang gw dulu aja.dengan begitu lo nggak merasa sungkan lagi kan?" Aldi kembali memasang senyum manisnya

"ha?ahh iya, iya. Tapi nanti deh dikampus gw ganti uang lo deh" aku mengangguk setuju

"yaudah, pulang gih. Ntar keburu demam. Hati-hati ya dijalan, kesamber petir gosong loh ntar" ejeknya. Sejenak aku tertawa mendengar ucapannya. Ia pun berlalu masuk kembali kedalam minimarket, mungkin mencari payung seperti yang diucapkannya tadi. Dan akupun menghela nafas lega untuk kemudian beranjak pergi. 

*****

Pesta piyama, menurut rani ini adalah cara terbaik bagi kaum hawa untuk menikmati malam yang panjang. jika dulu aku dan rani terbiasa menikmati pesta ini berdua saja, kini sudah ada laura dan monik. Mengingat esok libur kuliah, kami memutuskan untuk melakukan hal ini. Tidak seperti yang kalian bayangkan, ini bukan pesta dengan gaun mewah, minuman dan makanan yang enak ataupun mahal. Ini hanyalah hal biasa yang sempat aku ciptakan bersama rani dan lama-lama malah jadi kebiasaan

yang kami lakukan, mematikan lampu kamar, membeli banyak cemilan, Terpenting memakai masker wajah untuk kemudian menonton drama korea. Mau mewek ya mewek bareng, mau ketawa ya ketawa bareng. sembari menonton terkadang bercerita banyak hal, saling berbagi kisah masing-masing, atau sekedar meneceritakan hal-hal yang tengah hangat.

ponselku berdering, sekilas aku melihat layar telfon melihat siapa yang menelfonku " eh kecilin suaranya bentar yah" pintaku pada yang lain dan mengangkat telfon

"iya hallo kak?" ucapku

"paket yang kakak kirim udah nyampe?" tanya kak Angga. Dia kakak laki-lakiku. satu-satunya kakak cowok yang kumiliki, karena memang aku anak kedua dari dua orang bersaudara.

"boneka beruang yang gede banget itu? udah kak. Makasih yahh, aku bisa tidur nyenyak sekarang" jawabku antusias

"iya, rajin-rajin kuliahnya, jangan maless. kalau males belajar nikah aja udah" sindir kakakku

"iya kak iya, kakak juga kerja yang rajin mimpin perusahaannya, biar bisa cepat nikah sama kk sarah" balasku

"tu kan, kebiasaan. Dibilangin malah bilang balik, bandel emang" balas kak angga lagi

"hehehe, habisnya nayna diomelinnya gitu mulu" keluhku

"biar kamu nggak lupa kakak ingetin ini, kurang baik apalagi coba. yaudah jaga kesehatan, bye dek." kak Anggapun menutup telfonnya. Aku kembali bergabung dengan yang lain. Itulah kakakku, justru ketika aku kekurangan perhatian orang tuaku, dia yang selalu ada untuk mendengar keluh kesahku. Dia yang selalu memberiku ruang hingga aku tetap bertahan dan memilih tidak menuntutut banyak. kalian paham kan maksudku?, disini bukanlah soal orang tuaku tidak menyayangiku, hanya saja waktu mereka terlalu sibuk sampai terkadang aku kesulitan mengobrol dengan mereka.

"kk angga ya?" tanya rani memastikan

"iya, nanyain bonekanya udah nyampe apa belum" jawabku

"seneng nggak sih nay, punya kakak cowok. Perhatian, kitanya dijaga. Gw mah punya adek cewek berantem mulu" keluh monik

"Gw anak tunggal, tapi tinggal sama saudara itu nggak enak. apa-apa juga sering diomelin kok" lanjut laura

" Ya beda rasa sih. Gw juga punya kakak cowok sama adek cowok, kalau kakak gw nggak kayak kakaknya nayna, dia soalnya sibuk mengejar pendidikan, sekarang udah kerja dijepang. Kalau adek cowok malah manja banget sama gw" sahut rani. Aku hanya bisa bereaksi tersenyum mendengar keluhan mereka

lagi, ponselku berdering. Kali ini aku tertegun melihat nama yang muncul dilayar. Aldi, begitulah nama yang sempat terbaca didalam hati ketika melihat layar ponselku. Aku memberi tanda pada yang lain untuk diam sejenak

"hallo?" sapaku

"Oh hai, sory gw ganggu nih. gw mau mastiin aja" jawab Aldi diseberang

"mastiin apa ya Al?" tanyaku heran

"mastiin lo pulangnya baik-baik aja kan? lo nggak demam atau gimana-gimana kan?" tanyanya dengan nada suara yang terdengar perhatian

"Ohh, ahh iya. gw aman-aman aja kok. Makasih ya payungnya, Gw pasti bakalan ganti kok uangnya" jawabku sungkan

"Udah, nggak usah buru-buru. Yaudah gw mastiin itu doang, bye" Aldi menutup telfonnya

usai aku menutup telfon, mata-mata menjengkelkan sudah menatapku. Lihatlah manusia-manusia penasaran ini, tidak bisa sedikitpun membiarkanku terlepas dari rasa ingin tahu mereka. Aku memutar bola mataku malas, terpaksa harus menjawab tanpa menunggu mereka bertanya duluan.

"Barusan aldi nelfon, nanyain keadaan gw gimana. udah itu aja. Nggak usah diteror gw sama tatapan kalian kayak gitu" sahutku kesal. Mereka bertiga saling bertatapan untuk kemudian tertawa mengejjekku

"hati-hati ya nay, kita nggak tau fikiran cowok. Ntar lo cuman jadi bahan mainan doang" saran Laura padaku. Aku mengangguk setuju. Lagipula sejauh ini aku tidak berfikiran yang menjurus kearah perasaan. Bagiku menambah kenalan itu saja sudah cukup. Meskipun ada rasa was-was jika aku jatuh dalam perasaan yang nantinya membuatku salah tingkah

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status