Share

HURT

Sandra duduk dengan gelisah di pojok ruangan. Beberapa saat yang lalu Anggit menelpon dari kantornya dan bilang ingin mengatakan hal penting. Wanita itu penasaran tentang apa, tapi dia yakin pasti ada hubungannya dengan mereka berdua.

Anggit datang tergesa lima menit kemudian, seperti biasa mereka selalu berciuman sebentar. Sangat menjijikkan jika saja ada orang yang tahu bahwa keduanya bukan pasangan suami istri.

"Ada apa?" tanya Sandra saat Anggit sudah terlihat duduk dengan tenang di sofa cafe tempat favorit mereka bertemu.

"Pacar kamu ... ngajak Rea keluar makan siang tadi."

"Apa?? Devon? Kamu serius?"

"Rea menelponku bilang pamit mau keluar sama pacarmu."

"Tapi itu nggak mungkin, Git. Mereka berdua nggak deket. Setauku Rea aja baru beberapa kali ketemu Devon. Bagaimana mungkin?" Sandra  bahkan tidak ingat kalau Rea dan Devon pernah saling bicara. Seingat Sandra mereka mungkin baru 3 atau 4 kali saja bertemu selama dia jalan dengan lelaki itu. 

"Nyatanya seperti itu," ujar Anggit. "Apa yang terjadi sama kalian berdua? Kamu sama pacarmu itu." tanyanya dengan ekspresi sedikit cemas.

Sandra nampak menghela nafas panjang. "Sebenarnya kemarin dia lihat kita. Waktu kita pulang dari hotel. Dan dia marah banget."

"Lalu menurutmu apa maksud dia menemui Rea? Apa dia mau bilang ke Rea soal hubungan kita?" Wajah Anggit memucat. Dia bisa membayangkan apa yang akan terjadi nanti saat dia pulang. Rea pasti akan sangat marah dan dia belum siap menerima itu.

"Tidak mungkin!" Mata Sandra membelalak. Dia mendadak ikut membayangkan apa yang akan Rea katakan padanya kalau tahu dia telah main belakang dengan suaminya. Sejujurnya, dia belum ingin Rea tahu. Setidaknya bukan sekarang, ini masih terlalu cepat, dia dan Anggit bahkan belum ada sebulan memulai hubungan mereka.

☆☆☆

Devon kembali ke kantornya setelah mengantarkan Rea pulang. Berbagai perasaan berkecamuk di dadanya, antara kasihan dengan wanita itu, malu karena sempat berpikir dia bisa memanfaatkan wanita yang bahkan sama sekali tidak mengerti apapun tentang masalah sedang menimpanya, juga perasaan suka. Entahlah, Devon merasa wanita itu sangat menyenangkan. Dia sempat salah menilai bahwa Rea mungkin adalah wanita membosankan yang menyebabkan suaminya berpaling. Menurut Devon, Rea tidak seperti itu.

"Ibu Sandra ingin bertemu Anda, Pak." Tira, salah seorang stafnya, menghadangnya di depan pintu masuk ruangannya. Devon menampakkan raut muka tidak suka. 

"Dimana dia?" 

"Saya sudah memintanya menunggu di ruang tunggu tamu," jawab si wanita dengan dandanan seksi berusia sekitar 30 tahun itu.

"Suruh ke ruangan saya," kata Devon ketus.

"Baik, Pak."

Sebenarnya dia belum ingin menemui wanita itu. Tapi Devon yakin kedatangannya ada hubungannya dengan pertemuannya dengan Rea barusan. Lelaki itu hanya ingin tahu apa yang diinginkan Sandra.

☆☆☆

Sandra masih ingat 2 bulan yang lalu terakhir kalinya dia mengunjungi Devon di kantornya. Dan saat itu Devon menyambutnya dengan sangat hangat. Lelaki itu terlihat sangat bahagia saat melihatnya tiba-tiba datang ke kantor mengejutkannya. 

Hari ini sangat berbeda. Devon hanya menatapnya tajam dari kursi kerja kebesarannya di depan Sandra. Sorot matanya sangat dingin seolah ingin menelan dirinya hidup-hidup. Lelaki itu bahkan tidak menyuruhnya duduk.

"Apa yang kamu inginkan?" katanya dengan nada datar.

"Kita harus bicara, Von. Tidak bisa seperti ini terus."

"Aku sudah bilang, tidak ada yang perlu dibicarakan lagi. Pulanglah!" perintahnya.

Mata Sandra memanas. Seolah dia baru menyadari bahwa dia benar-benar sudah kehilangan lelaki di hadapannya ini. Kemana jalan pikirannya selama ini? Bukankah orang tidak akan diam saja jika dikhianati? Apa mungkin dia menyangka lelaki yang dia tahu sangat menggilainya itu akan memaafkan perbuatannya saat dia tahu bahwa dia telah berbuat serong?

"Tapi itu tidak seperti yang kamu lihat, Von. Setidaknya dengarkan dulu penjelasanku!" Wanita itu masih bersikukuh. Devon mulai tidak sabar, giginya gemeretuk dan kepalanya mulai berdenyut lagi. Rasanya ingin sekali dia meremukkan tulang-tulang manusia di hadapannya jika saja dia bukan seorang wanita. Dia bangkit berjalan mendekati Sandra dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam saku celananya. Dia takut akan tergoda menyentuh wanita yang pernah membuatnya sangat tergila-gila itu.

"Hari ini aku menemuinya. Kamu tau kalau sahabatmu itu sedang hamil?" Sandra tahu kemana arah pembicaraan Devon, itu pasti tentang Rea.

"Iya aku tahu. Dan aku tidak melakukan apa-apa padanya. Kamu harus tahu itu, Sayang." Devon mendecih mendengar kilahan wanita itu. Dia benar-benar sangat muak dengan sikap Sandra. Sungguh sangat disesalinya kenapa baru mengenali sifat asli wanita itu sekarang.

"Aku ngga perlu melihat kalian bercinta di depan mataku untuk tahu bahwa hubungan kalian sudah sejauh mana. Aku bukan orang bodoh, Ngerti kamu?!" Sandra menunduk mendengarkan kalimat lelaki itu yang meluap-luap membuatnya tak sanggup menatap ke dalam matanya.

"Sekarang pergilah! Dan jangan pernah kembali kesini lagi!" ucapnya sambil berjalan ke arah pintu. Dibukakannya pintu ruangannya lebar-lebar agar wanita itu segera bisa enyah dari hadapannya. 

Setelah bertemu Rea hari ini rasanya Devon ingin sekali melihat Sandra lenyap saja dari kehidupannya secepatnya. 

Sandra masih mematung di tempatnya. Dia sama sekali tidak menginginkan hal ini terjadi. Baginya Anggit hanya sebuah selingan untuk membalaskan sakit hati yang lama dipendamnya pada Rea dan tentu saja dia tidak ingin kehilangan Devon. Setidaknya tidak untuk sekarang. Tapi dia pikir mungkin dia memang harus pergi saat lelaki ini sedang sangat marah. Menurutnya akan percuma saja membujuknya untuk memaafkannya di saat yang tidak tepat. Namun Sandra sangat yakin Devon pasti akan mencarinya untuk memaafkannya nanti. Dia tahu bahwa lelaki ini sangat tergila-gila padanya. Mungkin dia hanya perlu waktu untuk berpikir.

☆☆☆

"Sayang, kamu sudah pulang?"

Anggit setengah terlonjak keluar dari mobil saat Rea menyambutnya seperti biasa di teras rumah. Wajahnya sangat ceria tidak nampak kesedihan ataupun kemarahan disana. Padahal Anggit sudah membayangkan akan terjadi perang antara dia dan istrinya setibanya di rumah. Benarkah Rea belum tahu apapun? Apa lelaki itu tidak menceritakannya pada Rea? Anggit sejenak tertegun.

"Eh ... iya, Sayang. Kamu sudah di rumah? Katanya tadi ....," Anggit tidak melanjutkan kalimatnya karena wanita itu buru-buru menghampirinya untuk membawakan tas kerjanya dan menggandengnya ke dalam rumah.

"Aku tadi pergi cuma sebentar kok. Tahu nggak? Devon tadi ngajak aku kemana?" 

"??" Anggit mengedikkan bahu sambil menatap istrinya dengan senyum miring.
"Kemana?" tanyanya. 

"Ke roof top Maze Hotel. Disana ada retauran keren banget, Sayang. Steaknya eeenaaaakkk. Kapan kapan kita kesana ya?" ucapnya manja. 

Anggit sebenarnya tidak suka dengan cerita istrinya, tapi kenyataan mengetahui bahwa istrinya tidak mengetahui apapun tentangnya dan Sandra membuatnya tersenyum lega.

"Ok, kapan?" tanyanya.

"Kapan kapan aja kalau kamu nggak sibuk," ucapnya. 

☆☆☆ 

[Anggit: San, Rea nggak tahu apa-apa tentang kita. Sepertinya pacarmu nggak memberitahunya.]

[Sandra: Sudahlah, Git, aku sedang males bahas itu. Aku ke kantor Devon tadi dan dia malah ngusir aku. Cowok itu Sialan!]

[Anggit: Bagus dong! Jadi besok-besok kita bisa sering bertemu tanpa gangguan.]

Tak ada jawaban dari Sandra. Anggit memutuskan untuk istirahat lebih awal. Dia merasa sangat lelah hari ini. 

Dilihatnya Rea sudah tertidur pulas saat dia memasuki kamar. Sesaat Anggit memandangi wajah istrinya lekat-lekat. Sungguh wanita yang sangat lugu. Dia pergi dengan laki-laki lain dan malah pulang menceritakan semua itu pada suaminya. 

Didekatinya tubuh mungil yang sedang tergolek itu, Anggit membenarkan letak selimutnya. Muncul beberapa pertanyaan dalam hatinya. Benarkah Rea belum tahu? Atau dia hanya pura-pura tidak tahu? Lelaki itu seperti mencari jawaban atas pertanyaannya sendiri. 

Sejujurnya Anggit bukan tak menyukai Rea. Dia hanya lelaki yang tak pernah puas hanya dengan satu wanita. Dia juga lelaki yang menyukai wanita-wanita bertubuh seksi dan menggairahkan. Rea bukannya tak cantik, wajahnya lumayan manis, hanya  tubuhnya memang tak seseksi Sandra yang selalu membuatnya mabuk kepayang. 

Anggit mendesah pelan teringat bahwa wanita inilah yang telah rela menyerahkan kegadisannya padanya beberapa bulan yang lalu. Itulah yang membuatnya tak bisa menolak ketika dipaksa orang tuanya menikahinya. Karena Anggit sangat yakin hanya dia satu-satunya ayah dari bayi itu dan dia tak ingin anaknya lahir tanpa memiliki ayah.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Hiijrah
ceritanya bagus ,,,cuma malas aja karna harus beli koin
goodnovel comment avatar
Mommi B'four
dasar ya, yang laki2nya buaya darat hidung belang yang prempuannya jalang murahan.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status