Rea memandangi amplop coklat yang kemarin diberikan ibunya padanya. Amplop coklat itu berisi beberapa gepok uang untuknya. Teddy yang membawa uang itu ke rumahnya. Dia bilang pada ibunya bahwa itu adalah gaji Rea selama bekerja di perusahaan Devon.
Ibunya yang mengetahui betapa besarnya jumlah uang yang ada di dalam amplop coklat itu segera saja bertanya penuh curiga pada Rea.
"Nggak ada yang kamu sembunyikan dari ibu kan, Re?" tanya wanita paruh baya itu dengan sorot penasaran.
"Sembunyikan apa sih, Bu? Rea nggak pernah menyembunyikan apapun dari Ibu."
"Tapi uang ini sangat besar, Re. Bahkan kamu bisa beli mobil dengan ini. Kamu nggak melakukan perbuatan yang aneh-aneh kan sama boss kamu itu?" Bu Renata masih dengan kecurigaannya. Rea mendesah, sedih ibunya mencurigainya seperti itu.
Namun mengetahui betapa ibunya sangat khawatir, akhirnya Rea memutuskan untuk menceritakan semuanya pada Bu Re
Kini mereka tinggal berdua, duduk berhadapan di meja makan keluarga Rea yang pastinya jauh lebih sempit dari meja makan di aparteman Devon.Ayah dan Ibu Rea sudah meninggalkan mereka beberapa saat yang lalu. Sepertinya keduanya sengaja membiarkan dua insan yang sedari tadi tampak salah tingkah di meja makan itu untuk berbicara lebih leluasa.Rea ingat betapa lelaki di depannya ini sangat menikmati sarapan pagi ini dengan kedua orang tuanya. Dia bisa dengan akrab berbicara dengan ayah Rea layaknya anak lelaki dengan ayahnya. Sementara ibunya, sangat memanjakan Devon di meja makan. Seolah dia adalah anak lelaki yang hilang bertahun-tahun lamanya dan telah kembali. Rea tak habis pikir, bahkan Anggit saja tak pernah bisa seakrab itu dengan kedua orang tuanya.Devon menatap Rea aneh. Tidak biasanya wanita itu hanya menunduk saat bersamanya. Dia pasti akan melakukan hal-hal yang biasanya sangat menggemaskan, mencuri pandang ke
Devon tidak pernah memiliki saudara kandung. Dia juga tidak terlalu dekat dengan saudara-saudara sepupu baik dari ibu maupun ayahnya. Seumur hidupnya dia belum pernah melihat bayi yang baru lahir sedekat ini. Matanya membulat takjub saat Bu Renata mendekatkan bayi lelaki yang baru beberapa jam dilahirkan Rea itu padanya."Kamu mau menggendongnya, Nak?" tanya Bu Renata."Boleh?" tanya Devon tak yakin. Dia belum pernah menyentuh langsung seorang bayi baru lahir."Tentu saja. Kemarikan tanganmu, Nak."Devon mengulurkan kedua tangannya ke Bu Renata yang lalu memberikannya bayi tampan yang sebentar lagi akan menjadi anaknya itu ke dalam tangannya yang terbuka.Rasanya aneh sekali membopong makhluk kecil ini di tangannya. Tangan kokoh Devon bahkan terlihat agak gemetar saat bayi itu berpindah ke tangannya. Betapa kecilnya dan betapa tidak berdosanya dia. Rea dan Bu Renata saling berpanda
Prosesi tiga jam yang membuat jantung Devon seolah berhenti berdetak itu akhirnya selesai juga. Aneh sekali, sejak semalam dia sampai tak bisa tidur memikirkan hari ini tiba. Keringat dingin, jantung berdegup kencang, tapi dia tak merasakan sakit kepala sama sekali. Tak seperti dulu ketika dia berada pada kondisi tertekan. Kepalanya akan selalu terasa sakit.Dia mengucapkan ijab kabul dengan sangat lancar, membuat mata Rea berkaca-kaca. Begitupun Pak Hanggono dan Bu Renata, serta sang Paman yang menjadi walinya hari ini. Padahal ini bukan pernikahan pertama untuk Rea.Ada hal yang sangat disayangkan Devon, bahwa ibundanya tetap belum bisa menerima Rea."Pelan-pelan saja, Sayang. Kita tidak bisa mengubah perasaan orang untuk langsung menyukai kita. Aku akan berusaha keras agar mamamu bisa menyukaiku," kata Rea beberapa hari yang lalu saat dia utarakan kesedihannya karena ibunya."Terima kasih, Rea.
Ada yang menggelitik hati Rea saat sedang menuangkan air panas ke dalam cangkir kopi yang dia buat untuk suaminya sore itu. Ponsel yang ditinggalkan suaminya di meja makan bergetar terus-terusan membuatnya penasaran ingin melihat siapa yang menelpon.Digesernya tubuh mendekati meja makan usai menutup kotak tempat gula. Dicondongkannya tubuh dan dipicingkannya matanya melirik layar ponsel yang sedang menyala.Sandra??? Nama itu terpampang jelas di layar ponsel. Apa itu Sandra Mariska sahabatnya? Mendadak rasa penasaran yang menggelayuti Rea tadi berubah menjadi perasaan sedikit curiga. Dia mengelap tangan kanannya ke bagian depan apron bermaksud mengangkat panggilan itu. Tapi belum sempat dia pencet tombol answer, panggilan telepon itu sudah diputus.Masih ada nama Sandra tertera di layar ponsel. Rea membuka kunci layar dengan hati-hati. Dilihatnya deretan angka yang ada di kontak itu. Itu m
Seminggu berlalu sejak Rea menemukan banyak log panggilan Sandra di ponsel suaminya. Dan ternyata kecurigaannya itu tidak berlangsung lama. Dia segera lupa dengan kejadian itu karena dia merasa hubungannya dan suami serta sahabatnya masih baik-baik saja. Tidak ada lagi hal aneh yang terjadi setelah itu."Halo .... Kenapa,Beb?" Rea menjepit ponsel diantara kepala dan bahunya sambil membenarkan ikatan tali jubah mandi.Sialan nih anak, mengganggu ritual mandi sore orang aja,batinnya. Dia pikir tadi Anggit, suaminya yang menelpon, hingga dia belain pasang kaki seribu melompat dari bak mandi."Nggak papa .... kangen aja sama kamu, Rea Sayang." Suara cekikikan Sandra langsung membuat Rea darah tinggi."Hmm Dasar Kutu!! Nelpon aku jam segini cuma buat kangen-kangenan doang? Aku lagi mandi tau nggak sih?" umpat wanita bertubuh mungil itu pura-pura kesal.
"Aku heran deh sama kamu, Git." Sandra membuka percakapan saat mobil Anggit mulai melaju meninggalkan cafe."Heran kenapa, Sayang?" sahut lelaki bertubuh atletis itu dengan genit."Kok bisa ya kamu sampe nikah sama si Rea?" Sandra melirik Anggit dengan senyum genitnya."Kenapa emangnya?" Anggit tersenyum nakal, dia merasa senang karena berpikir wanita disampingnya itu sudah mulai menaruh cemburu pada istrinya."Ya nggak papa sih, cuma aneh aja. Soalnya kalau aku lihat kamu bukan tipe orang yang mudah berkomitmen.""That's right." Anggit menyahut cepat sedangkan Sandra justru mengernyitkan dahi.
Devon memarkir mobilnya pelan di pelataran parkir mall. Dia baru turun dari mobilnya saat taksi online yang menurunkan wanita bertubuh mungil itu melaju meninggalkan jalan di area parkir. Lelaki bertinggi lebih dari 180 cm itu berjalan mengikuti langkah santai si wanita dari jarak yang agak jauh. Rea sebenarnya cuma berniat membeli beberapa pakaian dalam siang itu. Dia merasa beberapa bagian tubuhnya sudah mulai agak melar hingga beberapa pakaian dalamnya tak lagi nyaman dipakai.Dia melangkah pasti menujustan underwearsaat mendadak matanya tertumbuk pada etalase pakaian bayi dengan model yang mencuri perhatiannya. Sejenak dia mengelus perutnya yang masih belum kelihatan buncit, hanya terasa sedikit berisi. Bibirnya tersenyum kala kakinya memutuskan untuk melangkah menuju jajaran baju-baju bayi yang menurutnya sangat lucu itu. Dia berharap anak pertamanya dengan Anggit nanti berjenis kelamin la
[Devon: Aku sudah di depan. Bisakah kita sambil makan siang?]Rea membaca pesan itu lalu melongok sebentar lewat jendela kamar tamunya. Sebuah mobilMercedes Benz C Classwarna hitam terparkir disana. Rea tidak bisa melihat orang yang ada di dalamnya, tapi itu sudah pasti Devon.[Rea: Iya baiklah. Tunggu sebentar aku telpon suamiku untuk pamit dulu ya?]Devon mengumpat membaca balasan pesan dari Rea. Jadi wanita model kayak gini yang tega dicurangi lelaki tak punya otak itu?Devon membukakan pintu mobil saat Rea keluar dari rumah dan menghampiri tempat dia parkir.