Share

Bab 8. Sulitnya Ibu Melahirkan

Tak pernah terbayangkah sebelumnya jika proses menyusui begitu menyakitkan. Tidak sekedar mengeluarkan tetek di balik baju lalu dekatkan di mulut bayi. Tak sesederhana itu bagi ibu baru, termasuk Devi.

Ketika mulut mungil warna kebiruan dengan lahap berusaha menghisap tonjolan di dada Devi. Rasanya luar biasa perih, sakit seperti diiris dengan sebilah pisau. Rasa itu semakin menyakitkan ketika si mungil Jessy tiba-tiba menangis setelah satu menit menghisab tonjolan di dada Devi.

Tak ada air berwarna putih yang keluar dari tubuh Devi, yang ada cairan kental berwarna kuning . Itu pun keluar saat Devi menekan keras bagian ujung putingnya.

Bukan hanya buah dadanya saja yang sakit, tapi hatinya juga ikut merasakan ngilu. Ibu mana yang tak merana jika air kehidupan tak kunjung keluar?

Namy terus mendesak untuk memberikan susu formula pada bayi Jessy, kuatir dengan cucu kesayangnya telah menguning sebab kurang cairan.

“Tidak, aku tetap ingin berusaha menyusuinya. Dia anakku bukan anak sapi.” Suara Devi ketus, dirinya mulai tersinggung dengan ucapan Namy beberapa hari terakir ini.

Namy menarik nafas panjang, memilih terdiam sambil memandangi wajah Devi yang kesakitan.

Hari kelima cairan susu dari tubuh Devi tak kunjung keluar. Pijatan laktasi, makan bayam, daun singkong, bahkan pare mentah sudah berkali-kali ia telan. Tapi, nihil! ASI tak keluar.

“Ini jamu Dev, di minum ya! Dulu nenekmu suka bikin jamu kunir asem waktu habis melahirkan kamu.” Segelas jamu berwarna kuning diletakan di atas nakas, yang di percaya memperlancar proses menyusui.

“Iya Bu terima kasih,” ucap Devi sambil memijat dua tonjolan di dadanya, memastikan ada lubang yang menghasilkan air susu.

Satu jam berlalu, Jessy merengek. Bibir mungil terbuka sedikit, ujung lidahnya menjulur keluar. Dengan sangat pelan-pelan Devi mengendong di pangkuannya sambil mengeluarkan salah satu tonjolan di balik bajunya

Saat ini dua tonjolan itu semakin besar, kenyal dan keras, tapi entah mengapa tak kunjung keluar isinya.

Parahnya sekarang rasa nyeri dan kram luar biasa tak tertahankan di area dadanya, panas dingin di sekujur tubuh Devi. Belum lagi rasa sakit, nyeri dan gatal bekas sayatan episitomi benar-benar membuatnya tidak bisa bergerak dengan bebas.

Jessy kecil masih asik menyusu. Entah keluar susu atau tidak, hanya dia yang tahu. Tidak menangis saat menyusu saja Devi sudah merasa lega.

Devi menggigit bibir menahan kesakitan, satu tanganya meremas selimut dengan kuat. Sekilas ia memandang wajah Jessy, kedua bola matanya menatap ke atas tepat di wajah Devi.

Mata indah milik Jessy mirip sekali dengan mata Devan lengkap dengan bulu mata yang lebat dan lentik. Apalagi bulu halus dan tebal di atas mata benar-benar foto kopi alis Devan.

Tak terasa air mata Devi terjatuh tepat di pipi Jessy kecil, perasaan sedih, marah dan kecewa tiba-tiba datang begitu saja.

Tepat di ambang pintu, Namy berdiri. “Ada apa Devi?”

“Ngak apa-apa Bu.” Devi cepat-cepat menghapus air matanya.

“Lalu kenapa menangis?” Namy duduk di atas ranjang Devi.

“Ini Bu dada Devi sakit, badanku panas dingin.” Sekian kalinya Devi berbohong atas perasaannya. Tapi apa yang ia katakan memang benar, saat ini dirinya sedang merasakan sakit fisik dan psikis.

Senyuman Namy menghiasi wajah yang sudah hampir dipenuhi dengan kerutan. “Itu tandanya susunya sudah mau keluar.”

Devi tak menjawab, kini bukan saja badanya yang sakit tapi otaknya mulai stres.

“Kalo udah ngak tahan sakit Ibu panggil dokter ya!” tutur Namy sangat lembut.

“Tunggu sampek besok sore ya Bu, kalo masih sakit dan ASI belum keluar ke dokter saja.” Suara Devi terasa sangat lemas.

Namy mengangguk pelan, kedua tanganya memijat betis Devi yang masih sebesar bambu.

Entah berapa kali Devi berbohong untuk membuat Namy tenang dan menganggap putrinya baik-baik saja. Bukan dirinya tak mau ke dokter tapi masalah uang yang jadi kendalanya.

Sisa uang yang ia pegang saat ini hanya  cukup untuk makan , gaji para pekerja selama satu bulan.

Untuk kontrol kehamilan hanya melakukan dua bulan sekali dan proses melahirkan Devi memilih bidan di perkampungan terpencil, yang sangat murah. Demi kata "ngirit".

Awalnya Bidan Wati sedikit kaget dengan Devi yang tinggal di pemukiman elit tapi mau melahirkan tempat persalinan yang rata-rata perekonomian menengah ke bawah, bahkan orang-orang boleh membayar beberapa bulan pasca melahirkan.

Tiba-tiba Devi teringat dengan Susy, satu-satunya teman waktu sekolah menengah atas yang masih akrab dengannya. Bahkan seperti saudara. Hanya saja setelah kejadian malam terkutuk, dan Devi membuang sim ponselnya ia tak pernah menghubungi siapa pun, kecuali Mario.

“Sus, apa kabar? Ini aku Devi.” Suara bergetar Devi dengan ponsel di pipinya.

Terdengar suara jeritan histeris di ikuti dengan umpatan khas Susy.

“Bangsat, bangke! Temen macam apa kamu? Ke mana aja? Ganti nomer ngak kasih kabar!” Nada suara Susy semakin meninggi.

“Maaf Sus,” ujar lemas Devi.

“Sekarang di mana kamu?” tanya Susy ketus.

“Di Surabaya.”

Tiba-tiba isak tangis Susy terdengar. “Kita ketemu yuk, ada yang mau aku omongin!”

“Tumben nangis, kenapa?” tanya Devi sedikit heran.

Sesaat Susy diam tak bicara. “Udah nanti aja kalo ketamu!”

“Aku kirim alamatnya ya! Kamu yang kesini. Aku gak bisa kemana-mana ini.”

Hanya berselang lima belas menit setelah telepon Devi dan Susy putus, sebuah mobil Avanza warna hitam metalik masuk ke pekarangan rumah Devi.

Takdir Tuhan memang indah, siapa yang menyangka jika Susy satu perumahan dengan Devi. Hanya butuh lima belas menit perjalanan Susy menuju rumah Devi.

Namy menyambut kedatangan Susy dengan suka cita memeluknya erat seperti memeluk anaknya sendiri. Tak berlama-lama Namy mengantar Susy menuju kamar Devi.

Wanita yang dengan wajah putih mulus, berbentuk lancip dan rambut hitam terurai begitu saja mengikuti Namy dari belakang menuju kamar Devi. Dirinya tak sabar ingin bertemu dengan sahabatnya dan mengatakan sesuatu hal yang sangat penting.

Kakinya yang terus melangkah dan kedua bola matanya melihat kanan, kiri. Seolah-olah sedang mencari sesuatu.

Tubuh langsing yang terbalut dengan celana panjang warna biru dongker, atasan baju kain satin dengan pita di bagian leher, lengkap sepatu formal fantofel yang membuat setiap langkahnya berbunyi suara khas semakin mendekat ke salah ruangan.

Suara ketukan sepatu dan lantai membuat Devi sadar ada seseorang datang, membuat focus matanya beralih ke arah pintu.

Susy yang di ambang pintu melihat Devi sedang duduk di ranjang berlari, memeluk Devi.

“Ya Tuhan aku kangen banget sama kamu!” jerit Susy berlebihan.

“Jangan brisik! Jessy baru saja tidur!” Devi dengan gemes berbisik tepat di telinga Susy.

Tapi Susy masih tak perduli, matanya terpejam dan memeluk erat Devi. Bau parfum blossom di tubuh Susy benar-benar tercium oleh Devi karena begitu dekatnya.

Tiga detik, Susy baru menyadari mahkluk kecil putih seperti kapas sedang tertidur lelap. Dengan cepat dirinya menjauhkan dari Devi.

“Anak siapa ini?” Pertanyaan konyol keluar dari bibir Susy.

Kedua alis Devi menciut. “Kamu pikir anak siap? Lihat mirip siapa?” Senyuman manis melebur jadi satu dengan wajah kusut Devi.

Susy menatap lekat-lekat, sekilas memercingkan mata. “Mirip Dev…,” dalam hatinya ingin mengatakan Devan. “Dev… Devi,” ucap Susy menjaga hati Devi.

Namy hanya tersenyum dengan tingkah Susy, lalu berbalik badan meninggalkan dua insan yang melebur kerinduan. Memberikan waktu untuk mereka.

“Oh Tuhan cantik sekali! Kenapa ngak bilang kalo kamu udah punya anak! Kamu keterlaluan!” Mata sinis Susy melirik Devi.

“Baru lahir lima hari lalu.”

Kehadiran Susy yang pintar mencairkan suasana membuat kegalauan hati Devi sedikit terobati.

Devi menghubungi Susy bukan tanpa tujuan, meskipun persahabatan erat sudah terjalin lama tapi Devi tetap saja menyembunyikan sebuah rahasia.

Rasa takut Devan akan mencari dirinya dan tahu soal Jessy, Devi tak ingin Jessy bertemu dengan Devan, apa lagi memanggil nya dengan sebuatan "Ayah". Bsgi Devi itu hal yang menjijikan.

Saat ini Devi sedang membutuhkan dokter dan Susy adalah dokter. Meskipun bukan spesialis dokter ibu dan anak tapi untuk masalah yang di alami Devi pasti dirinya punya solusi.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Ismawati Romadon
Devi da cere blm si Thor sm Devan?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status