Pertama kalinya raut wajah Ethand berubah menjadi gelisah. Alin hanya menatap kesal ke arahnya. “Apakah yang kamu katakan benar?” tanya Ethand lagi.
“Iya.” Alin dengan arah pandangan ke pintu UGD. Ethand terlihat tidak tenang. Alin mengamatinya sejenak. “Apakah kamu takut?” tanya Alin dengan tatapan menyelidik.“Tidak.” Ethand langsung berjalan mendekati pintu ruangan UGD. Ryan yang melihat itu hanya menahan tawa. “Anda perlu mengganti pakaian, Pak,” ucap Ryan setelah melihat kaos polos dan blazer yang dikenakan Ethand terdapat bekas noda darah milik Emma.“Biarkan saja,” balas Ethand. Tidak lama kemudian pintu ruangan UGD terbuka. Seorang dokter keluar dari ruangan itu. Ethand yang sejak tadi berdiri tepat di depan pintu langsung mengajukan pertanyaan.“Bagaimana keadaan Emma, Dok?”“Sejauh ini dia baik-baik saja. Cedera kepala ringan dan akibat kSiang Emma di payungi oleh atasannya dan malam ia di gendong oleh lelaki nomor satu di Alves Corp tersebut. Betapa malunya ia. Bagaimana ia akan bersikap ketika bertemu dengannya di kantor? Emma tidak habis pikir jika berhadapan dengannya nanti. Namun, jauh di dalam lubuk hatinya, Emma sangat berterima kasih karena Ethand senantiasa ada ketika ia rapuh dan terancam. Seorang lelaki yang di kenal sangat dingin dan juga tegas kini sudah membantunya dua kali. Dalam hatinya berniat agar bekerja dengan serius untuk membalas budi pada atasannya.“Itu adalah hal memalukan, Alin. Bukan keberuntungan,” balas Emma pada adiknya yang pemikirannya masih polos dan lugu itu.“Kenapa memalukan, Kak?” tanya Alin ingin tahu. “Bukankah digendong oleh lelaki tampan dan kaya adalah impian semua wanita?”Emma melongo kaget begitu juga Jane. “Bagaimana menguntungkan? Sedangkan Emma tidak merasakannya alias pingsan.” Jane menggunakan kesem
Sepanjang perjalanan Ethand hanya duduk terdiam dengan ponsel di tangannya. Ryan hanya melihatnya dari spion depan tanpa bersuara. Melihat ekspresi atasannya, dapat dipastikan bahwa lelaki itu sedang menahan marah.“Ke menara Oricon.” Suara Ethand terdengar dingin. Ia seperti pada waktu pertama kali bertemu Ryan di bandara. Dingin, datar tanpa ekspresi.“Iya, Pak.” Ryan hanya mampu mengiyakan tanpa bisa bertanya. Menara Oricon adalah sebuah bangunan yang baru saja di bangun oleh Alves Corp.“Apakah harus bekerja selarut ini?” tanya Ryan dalam hati. Padahal hari ini dia begitu tampan dengan jas navi, namun ia cukup kecewa karena pertemuan dengan Jane hanya berlangsung sesaat. Ia juga menyesal karena belum sempat meminta nomor ponsel wanita itu.Lima belas menit kemudian mereka sampai di Menara Oricon. Kedatangan mereka langsung di sambut oleh beberapa penjaga yang sebelumnya di lihat oleh Ryan ketika di Nuni&
Vunia, 2006.Seorang gadis dengan rambut di kepang dua dengan bahagianya bermain kincir angin yang terbuat dari bambu oleh ayahnya. Hari ini ia sangat bahagia karena ayahnya telah kembali setelah setahun lamanya. Ayahnya bekerja di luar kota dan jarang sekali pulang. Karena kesibukan dan banyak pekerjaan yang harus di selesaikan, membuat Johan jarang kembali ke rumah.“Ayah mana sih?” Suara manja dari gadis tersebut. Peluh sudah menetes di pelipisnya karena saking semangatnya berlari. Ia melihat ke dalam rumah dan berharap agar ayahnya segera keluar menemaninya. Setelah menunggu, ia akhirnya masuk mencari keberadaan ayahnya.“Ayah mana, Bu?” tanyanya ketika melihat ibunya yang sedang memasak di dapur.“Ada di kamar, Emma.” Emma langsung berlari ke kamar orang tuanya. Perlahan di putarnya handle pintu dan masuk ke dalamnya. Sudah siang namun ayahnya tidak membuka tirai jendela. Dari pintu masuk, Emma melihat ayahnya seda
Lagi-lagi sebuah nama mengejutkan Ethand dan juga Ryan. Nama Melissa kembali menghantui mereka.“Apakah kamu yakin?” tanya Ethand pada Daniel. Nick name Melissa selalu menghantui hidup Ethand. Bahkan pernah meretas cctv-nya di Amerika. Yang mengetahui alamat rumahnya di Amerika hanyalah orang tuanya, namun Melissa begitu mudah menemukan keberadaannya.“Aku beberapa kali berkontak dengannya. Suaranya di samarkan. Jadi tidak bisa menentukan apakah dia pria atau wanita.” Daniel juga penasaran dengan Melissa. Dia bagaikan hantu. Ada namun tidak kasat mata.“Apakah Emma, Pak?” Bisik Ryan di samping Ethand. Kedua alis Ethand terangkat. Ketika melihat kejadian dan waktunya, bukanlah Emma pelakunya.“Dia sudah bermain sejak sepuluh tahun yang lalu. Jadi dapat dipastikan bahwa umurnya sekarang sudah tidak muda lagi.” Daniel kembali menambahkan.Jika itu adalah Emma maka dia baru lima belas tahun dan masih di s
“Apakah Ibu yang mengirimkan pesan ini kepada atasanku?” Emma terkejut dengan isi pesan yang sudah terkirim pada Ethand. Pertama kalinya Ester ikut campur dalam urusannya. Emma menatap nanar wajah ibunya. “Kenapa, Bu?” tanya Emma.Ester tertunduk. Ia tahu jika Emma tidak suka masalahnya ada yang ikut campur. “Maafin ibu. Ibu tidak mau berutang sama atasanmu.”Emma melihat ibunya dengan perasaan bingung. Ester tidak kelihatan sedang merasa utang budi atau uang tapi lebih kepada sedang menyembunyikan sesuatu. Ester juga enggan menatap matanya.“Apa yang disembunyikan Ibu dariku?” tanya Emma dengan nada pelan. Sudah dua puluh lima tahun ia bersama ibunya. Tentu ia tahu betul bagaimana Ester.“Ibu tidak menyembunyikan sesuatu, Emma.” Mata Ester sudah berkaca-kaca. Emma akhirnya tidak ingin mendesak ibunya lagi. Ia tidak tega melihat Ester terpojok.Emma dan Ester sama-sama terdiam. Ada rasa be
Mereka tampak terkejut melihat kehadiran Emma. Ethand yang sedang berkutat pada komputer di depannya langsung berhenti dari aksinya. Ia langsung melihat kea rah pintu masuk. Wajah Emma nampak pucat dan banyak keringat di wajahnya.“Apakah kamu kabur dari rumah sakit?” Sobig menghampiri Emma dengan raut wajah khawatir. Emma hanya mengangguk lalu melangkah menuju tempat dimana semuanya berkumpul. Ethand menatapnya dengan dingin. Melihat begitu banyak keringat yang keluar dari tubuh Emma, Ethand langsung naik pitam.“Ada apa dengan keringat itu?” tanya Ethand dengan nada dingin.Emma langsung menghapus keringat dengan tangannya. “Saya menggunakan tangga untuk sampai ke sini, Pak,” jawab Emma jujur. Semua menatap bingung ke arah Emma. Hanya Ethand yang menyadari mengapa Emma berbuat demikian.“Jangan membuang waktu lagi.” Ethand langsung berdiri dari kursi yang di dudukinya. Emma langsung mengambil alih. Ia meli
Emma akhirnya mengerti mengapa Ethand menanyai tentang nick name yang digunakannya kemarin. Ternyata Melissa-lah yang meretas Alves Corp akhir-akhir ini. Emma juga belum pernah bertemu dengan peretas tersebut baik langsung maupun tidak langsung.“Sudah berapa kali peretas itu melakukan aksinya?” tanya Melissa pada Sobig.“Setelah tiga tahun lamanya.” Ryan yang berdiri di samping Emma berbalik menatapnya.“Maksudnya?” tanya Emma dengan dahi berkerut. “Berarti dia pernah meretas Alves Corp sejak tiga tahun yang lalu?”Ryan mengangguk. “Dia lah yang menyebabkan kebangkrutan Alves corp tiga tahun yang lalu.” Jelas Ryan.Emma mencerna kalimat Ryan seraya memutar memorinya kembali pada tiga tahun yang lalu. “Bukankah waktu itu Alves Corp melakukan korupsi dan penggelapan dana?” tanya Emma ketika baru mengingat peristiwa menggemparkan Vunia tiga tahun yang lalu itu.“Yang
Ethand menunggu dengan tidak sabar di dalam ruangannya. Ia lagi-lagi menghubungi Ryan namun tidak ada jawaban di sana. Alhasil ponsel miliknya di buang begitu saja di atas meja kerjanya. Ia berjalan ke sana ke mari karena Ryan belum juga kembali.Lima belas menit kemudian, pintu ruangan di buka dan itu adalah sekretarisnya. Ia menatap nanar Ryan yang berjalan mendekati meja kerjanya.“Apakah panggilanku tidak begitu penting bagimu?” tanyanya dengan nada dingin. Ryan dapat merasakan hawa dingin di ruangan itu. Ia sengaja tidak membalas ucapan Ethand. Ryan hanya tertunduk dan menyembunyikan rasa lucu dalam hatinya.“Apakah mulutmu juga sudah tidak berfungsi lagi?” Ethand lagi-lagi dengan suara dingin bahkan kali ini terdengar lebih dingin dan menyeramkan dari sebelumnya.“Ma-maafkan saya, Pak. Ponsel saya di silent tadi jadi tidak mengetahui jika Bapak menelepon.” Ryan sengaja mencari alasan dan dengan wajah menuju ke lan