Share

EFEK RACUN

Dua jam berlalu..

Tap..

Tap..

Tap..

“Tante.. Lebih baik Tante istirahat. Sudah hampir dua jam Tante mondar-mandir. Saya bisa belikan Tante makanan di kantin rumah sakit kalau Tante lapar,” ucap Ken dari kursi pengunjung. Dilihatnya sosok itu berjalan bolak-balik dengan tangan yang dilipat di depan.

“Saya belum tenang kalau dokter belum keluar.. Saya belum bisa tenang..,” ucap Tante itu lirih. Ditahannya air mata yang sejak tadi mengisi pelupuk matanya.

Mereka bertiga tengah menanti sosok yang keluar dari pintu yang kokoh tegak di hadapan mereka. Ruangan itulah dimana si Nenek dibawa masuk oleh beberapa perawat dan seorang dokter laki-laki.

“Ruang ICU”.

Begitulah yang tertulis di atas pintu itu.

“Saya juga nggak akan makan apapun sebelum ada kabar tentang ibu saya.. Dan satu lagi! Stop panggil saya tante! Saya bukan tante kamu.. Saya masih berusia 30 tahun..,” sambungnya lagi.

“Emm.. Baik, kak.. Boleh aku tahu namamu?” tanya Ken lagi.

“Carmen!” jawabnya singkat.

Pak Antony hanya duduk tenang di samping Ken. Perasaannya tak kalah cemas.

“Hey, nak! Bagaimana kamu bisa tahu kalau nenek itu makan jamur beracun? Apa kamu punya kemampuan khusus?” bisik Tuan Antony.

Tap..

Tap..

Langkah kaki Kak Carmen masih terdengar begitu nyaring. Sepatu dengan heels tingginya benar-benar berisik.

“Iya.. Semacam itulah Pak Antony,” jawab Ken singkat.

“Emm.. Semacam peramal? Cenayang? Dukun? Pembaca kartu tarot? Paranormal?” tanya Tuan Antony beruntun, yang kemudian didengar oleh Kak Carmen yang sedang gelisah. Wajah tegang Kak Carmen sesekali menoleh ke arah Ken dan Tuan Antony.

“Anggap saja seperti peramal isi perut, Pak.. Tapi, saya nggak bisa menjelaskan lebih jauh karena ini bukan waktu yang tepat..,” jawab Ken lagi.

Kriiiieeet..

Seketika itu, sesuatu yang mereka nanti-nantikan akhirnya tiba. Dokter keluar dari ruang ICU. Dengan sigap, Kak Carmen menghentikan dokter itu dan menyerangnya dengan pertanyaan-pertanyaan.

“Dokter! Bagaimana kondisi ibu saya? Bagaimana keadaannya? Apa dia baik-baik saja? Apa dia bisa diselamatkan?” tanya Kak Carmen panik.

“Anda.. keluarganya?” tanya pria tua yang menjabat sebagai dokter itu.

Kak Carmen mengangguk.

“Kalau begitu.. bagaimana kalau kita ngobrol di ruangan saya saja? Saya akan jelaskan semuanya,” pinta sang dokter.

Kak Carmen menyetujuinya dan ia mengikuti langkah kaki dokter itu. Ia tinggalkan Ken bersama Pak Antony di tempat yang sama.

                                                                                        ***

“Jadi, bagaimana kondisi ibu saya, dok?” tanya Kak Carmen dengan nada bicaranya yang lirih dan lemas. Kedua kantung matanya membesar dan sembab karena menangis tanpa henti.

“Singkatnya, ibu anda keracunan sebuah jamur yang sangat berbahaya. Jamur Amatoxin yang mengandung racun.. Racun ini, menyebabkan nekrosis (kerusakan sel/kematian sel) pada beberapa sel-sel tubuh. Bentuknya memang sama dengan jamur tiram yang biasa kita konsumsi. Tidak heran kalau orang-orang sulit membedakan mana jamur yang mana dan jamur yang berbahaya,” kata dokter itu.

“Semuanya salah saya dok.. Saya tidak sengaja menyajikan jamur itu untuk makanan ibu saya.. Saya kira itu jamur tiram. Tapi, ternyata saya salah.. Saya benar-benar tidak sengaja melakukan itu.,” isak Kak Carmen. Air matanya jatuh membasahi kedua pipinya yang halus.

“Memang, efek jamur ini tidak menimbulkan gejala di hari pertama setelah memakannya. Tapi, biasanya dua sampai tiga hari setelah itu, muncul gejala-gejalanya.. Anda tidak menemukan gejala apapun kemarin?” tanya dokter lagi.

“Kemarin ibu bilang kalau dia mual dan pusing. Tapi, dia tetap bisa beraktifitas seperti biasanya. Jadi, kami pikir itu hanya efek kelelahan saja. Hari ini, kami ke apotek untuk membeli obat anti mual karena ibu bilang pagi ini rasa mualnya lebih parah. Setelah itu, kami mampir ke sebuah cafe untuk makan kue sejenak. Tapi, tiba-tiba ibu saya pingsan di cafe itu. Saya langsung membawanya kemari,” papar Kak Carmen dengan panik.

“Hmmm.. Saya akan jelaskan situasinya.. Saya tidak tahu apakah ini sebuah keberuntungan atau tidak.. Ibu anda tertolong karena segera dilarikan ke rumah sakit. Terlambat barang lima menit saja, kemungkinan ibu anda akan meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit," ucap dokter.

"Jadi.. Intinya, ibu saya selamat, dok?" tanya Kak Carmen lagi.

"Ya.. Dia selamat! Sayangnya.. efek dari jamur itu sudah bekerja. Ibu anda, mengalami nekrosis di kedua ginjalnya. Atau dapat saya katakan, ibu anda menderita gagal ginjal karena efek dari jamur beracun itu..,” sambung dokter itu dengan jelas.

Batin Kak Carmen bagai ditimpa sebuah batu yang sangat besar. Dadanya serasa berongga mendengar apa yang dokter katakan.

“Gagal ginjal?” ucapnya lirih. Air matanya semakin deras jatuh hingga ke ke dagunya.

“Ya.. Ibu anda memang belum sadar dan tetap harus dirawat di ICU untuk sementara waktu. Tapi, kami juga harus melakukan cuci darah secara rutin karena ginjalnya sudah tidak berfungsi,” lanjut dokter.

Tangisan Kak Carmen semakin kencang. Sangat memilukan. Dipukul dadanya berkali-kali.

“Ibu.. semuanya salahku, Bu.. Ibu..,” tangisnya.

“Semua bukan kesalahan anda, Nona. Kejadian seperti ini memang selalu terjadi karena kecelakaan. Hal itu dikarenakan jamur mematikan itu memiliki ciri fisik yang sama dengan jamur tiram. Tidak heran jika beberapa orang terjebak oleh jamur ini.. Semua ini.. sama sekali bukan salah anda,” dokter itu berusaha menghibur Kak Carmen yang mulai lemas. Tenaganya serasa habis karena tangisannya yang menyayat hati.

Sekitar lima belas menit Kak Carmen meluapkan tangisannya di ruangan dokter sampai ia sanggup untuk kembali ke depan ruang ICU bersama Ken dan Tuan Antony.

Ia atur napasnya untuk dapat berpikir dengan jernih. Dilangkahkannya kedua kaki jenjangnya dengan terseok-seok keluar dari ruangan dokter. Satu tangannya berpegangan pada dinding rumah sakit yang dingin.

Tap..

Tap..

Langkahnya bagai diseret. Setiap langkah yang berisi luka dan sakit hati yang bertubi-tubi.

Tap..

Tap..

Kakinya menuntun kembali menemui Ken dan Tuan Antony yang masih duduk terdiam menanti kabar Nenek.

"Hah.. hah..," napas terengah-engah keluar dari mulut Kak Carmen.

“Kakak baik-baik saja?” tanya Ken.

“Nona Carmen, apa kata dokter tadi?” Tuan Antony menimpali.

Kak Carmen menceritakan kembali apa yang ia dengar dari dokter. Seluruh detail ia ceritakan dengan air mata yang membanjiri wajahnya untuk kesekian kalinya. Kecelakaan yang memilukan cukup membuat Kak Carmen terpukul dimana dia hanya tinggal berdua bersama ibunya.

“Anda jangan khawatir, Nona.. Saya akan membantu anda kapan pun anda butuh bantuan.. Saya tinggal sendiri di kota ini. Jangan ragu untuk mencari saya,” kata Tuan Antony menenangkan.

“Saya khawatir ibu saya akan menderita.. Saya nggak nyangka kalau semua ini bisa terjadi,” jawab Kak Carmen.

“Ini semua memang sudah kehendak takdir. Kita hanya perlu memastikan bahwa ibu anda mendapat perawatan yang baik dan segera pulih.. Jangan menyalahkan diri.. Jangan menyalahkan siapa pun.. Semuanya sudah terjadi. Tenangkan diri saja untuk beberapa waktu ke depan. Saya juga akan datang kemari saat saya ada waktu kosong,” kata Tuan Antony lagi.

Ken kagum dengan Tuan Antony. Orang yang tadi marah-marah dan menyalahkan dia di cafe, ternyata memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi. Dibalik sikap kasarnya, dia juga menolong nyawa orang yang sekarat.

“Ah.. sekarang sudah malam. Nak, ayo saya antar pulang. Kamu bisa menjenguk Nenek lain waktu. Biar Nenek dan Nona Carmen istirahat,”ajak Tuan Antony.

“Iya, kalian pulang saja. Di sini ada ruangan khusus untuk keluarga pasien. Saya bisa tidur di sana..,” jawab Kak Carmen lembut.

Ken dan Tuan Antony berpamitan dengan Kak Carmen untuk pulang terlebih dahulu.

Tap..

Tap..

Lorong-lorong rumah sakit begitu sepi di malam hari.. Hanya suara langkah kaki Ken dan Tuan Antony yang terdengar.

“Nak, maaf karena saya sudah melintangkan kaki saya di cafe,” ucap Tuan Antony tiba-tiba.

Ken tersenyum. Lalu menganggukkan kepalanya dua kali.

“Maaf juga karena sudah marah-marah di depan banyak pelanggan.. Saya tahu saya bersikap bodoh,” sambung Tuan Antony.

“Nggak apa-apa, Pak,” jawab Ken sumringah.

Tiba-tiba, Tuan Antony menanyakan sesuatu yang sedari tadi belum ia tanyakan, “Oh, ya. Siapa nama kamu, Nak?”

“Michael Kennedy. Panggil saja Ken,” jawab Ken singkat.

Keduanya berjalan dengan hati yang lebih lega.. dan lebih lembut.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status