Share

I Know What You Eat
I Know What You Eat
Penulis: ICETEA

PERMULAAN

Tap.. Tap.. Tap...

Langkah kaki wanita muda sudah terdengar bahkan sebelum dia menampakkan wajahnya. Masih sama seperti saat pertama kali wanita itu berjalan melewati jendela kaca sebuah cafe. Tempat dimana Ken bekerja.

"Sudah sepuluh hari dia lewat di depan tempat ini.. Tapi, kayaknya nggak ada kemajuan sama sekali," ucap Ken sambil melepaskan celemeknya yang masih beberapa menit ia kenakan.

"Roy, aku harus ambil cuti hari ini. Tolong urus semuanya! Kamu bisa ambil bayaranku hari ini," sambung Ken sambil mengulurkan celemek itu kepada teman kerja satu shiftnya.

“Hey! Ken! Mau kemana?” teriak Roy.

Sayangnya, Ken sudah berlalu tanpa menggubris teman kerjanya.

Dengan tergesa-gesa, Ken keluar dari pintu cafe. Matanya mencari-cari dimana wanita muda tadi pergi. Dia harus bisa mendapatkannya. Dia harus mengejarnya kemana pun wanita itu pergi.

Ken berlari di sekeliling untuk memastikan wanita itu belum pergi terlalu jauh. Setidaknya, kedua mata Ken masih bisa menangkap sosok asing itu. Setiap sudut jalan, Ken perhatikan dengan teliti.

"Nah, itu dia!!!" ucap Ken sembari mempercepat langkahnya. Dia melihat wanita itu berjalan sempoyongan membawa sebuah kantong plastik berwarna hitam.

Ken mengikuti wanita itu dari belakang. Walaupun cukup dekat, Ken yakin bahwa wanita itu tidak akan bersikap waspada. Wanita itu seperti sudah kehilangan fokus dan tidak mempedulikan apapun yang ada di sekitarnya.

"Kantung matanya semakin menghitam hari ini, dia juga belum mengganti pakaiannya selama dua hari. Apa dia akan tetap begini sampai besok?" Ken begitu panik dan keringat dingin mulai mengalir turun dari kepalanya. Ada kekhawatiran yang luar biasa dalam hati Ken.

Ken berjalan sekitar lima meter di belakang wanita itu. Melewati sebuah gang kecil, berjalan di beberapa trotoar yang berbeda, bahkan mengitari bangunan yang sama sebanyak tiga kali. Arah dan tujuan wanita itu benar-benar tidak jelas.

"Dia mau kemana, sih? Kenapa dia jalan nggak tentu arah..," kata Ken dalam hati. Menyadari wanita itu semakin bertingkah di luar akal sehat, Ken semakin memburunya dan tidak melepaskan pandangannya dari wanita itu barang sedetik pun.

Tap.. Tap.. Tap..

Langkah demi langkah dilalui.

Hampir satu jam Ken mengikutinya dan dibawa berkeliling ke berbagai tempat, wanita itu akhirnya berjalan ke sebuah apartemen kecil. Apartemen di dekat cafe tempat Ken bekerja.

"KENAPA HARUS BERPUTAR-PUTAR KALAU TEMPAT INI YANG DIA TUJU!! Dasar wanita gila! Tempat ini cuma 10 meter dari cafeku!!" ucap Ken geram.

Sampai akhirnya Ken mengikutinya masuk ke dalam bangunan apartemen berlantai 10 tersebut. Tangga demi tangga Ken pijak untuk bisa melihat setiap gerak-gerik si wanita.

"Kayaknya dia udah cukup gila sampai harus menaiki tangga satu persatu. Kenapa dia nggak naik lift aja? Dasar!!! wanita ini emang udah kehilangan kesadarannya," omel Ken dengan lirih.

Ken terus mengikutinya hingga ke lantai dimana si wanita tinggal. Lantai 5, disanalah tempat tinggalnya. Di sebuah ruangan yang terletak di ujung bangunan, si wanita masuk ke dalam ruangan itu.

"Gimana caranya aku lihat dia? Aku nggak mungkin masuk dan pura-pura menjadi tamu, dia pasti curiga,” ucap Ken sambil mencari-cari lubang yang bisa ia gunakan untuk melihat ke dalam.

Ken berdiri di depan pintu ruangan itu sambil memutar otaknya.

"Nah, lubang kunci!" Ken sumringah.

Ken lega karena bisa melihat isi kamar tersebut walaupun hanya sebagian kecil. Kunci sedang tidak tertancap di lubang kunci di pintu, jadi ada sedikit celah untuk bisa melihat bagaimana keadaan di dalam.

"Apa-apaan ini! Aku cuma bisa lihat kursi! Nggak menarik sama sekali!" Ken menggerutu. Dia masih mengawasi situasi di dalam. Walaupun pintu itu tidak terkunci, Ken tetap harus bersembunyi.

Sepuluh menit berlalu..

Ken hanya memperhatikan sebuah kursi yang tidak bergerak. Kursi yang sama sekali tidak menarik.

Tapi…

Tiba-tiba Ken melihat sesuatu yang mencurigakan dari dalam.

"Kenapa dia harus naik ke kursi itu? Kemana aja dia dari tadi?" ucap Ken lirih.

Si wanita berjalan mendekati kursi itu dan satu persatu kakinya naik ke atas kursi.

Ken memperhatikan hal yang aneh. Bukannya duduk, wanita itu justru berdiri di atas kursi. Ken semakin yakin bahwa wanita itu memang sangat tidak masuk akal. Yang terlihat hanyalah kursi dan kaki di atasnya. Kaki yang hanya terlihat hingga lutut.

"Kenapa juga aku harus ngikutin dia? Buang-buang waktu..,” celetuk Ken sambil tetap mengintip dari lubang kunci.

Tapi, sesuatu terjadi!

BRAAAKKKK!!!

Wanita itu tiba-tiba menendang kursi itu hingga terbalik.

Ken kini hanya melihat sepasang kaki yang tergantung dan berputar satu arah. Wanita gila itu, menggantung dirinya sendiri.

"WANITA GILAA!" Ken berteriak. Jantungnya serasa dihantam melihat sosok wanita yang menggantung dirinya sendiri. Dengan sengaja!

Krieeet..

Ken beranjak dan bergegas masuk ke dalam ruangan minimalis itu. Dibukanya pintu ruangan itu dengan cepat.

Dilihatnya wanita itu bergelantungan di langit-langit. Leher si wanita terikat tali tambang yang dipasang di kipas angin menyala. Tubuhnya meronta dan berputar mengikuti putaran kipas angin.

Dengan sigap, Ken meraih kursi yang jatuh dan memasangkan kembali di kakinya. Ken naik pula ke atas kursi untuk melepaskan ikatan tali itu dari leher si wanita dengan sebuah cutter yang Ken temukan di atas meja.

"ORANG GILA!! UDAH CUKUP KAMU MENELAN OBAT-OBATAN! TAPI SEKARANG? BUNUH DIRI? YANG BENER AJA!" bentak Ken. Tangan Ken masih dengan terampil melepaskan tali yang menjerat leher si wanita.

Wanita itu terengah-engah dan berbatuk. Tapi, kemudian ia menangis dengan sangat keras. Tangisannya pilu. Membuat Ken merasa iba dan menyesal karena telah memarahinya. Air mata dan erangannya, menunjukkan sebuah luka yang tak terobati.

"Ada apa? Kamu baik-baik saja?" Ken membawanya turun dari kursi dan mendudukkannya.

Wanita itu masih menangis dan meremas-remas rambutnya. Dia menarik rambut dan pakaiannya. Dipukulnya kepalanya beberapa kali.

"Aaaaaa!! Bajingan itu harus mati. Bajingan itu harus membayarnyaaa!  AAAAAAA!!" Wanita itu berteriak sekeras-kerasnya.

"Tenang.. Tolong tenang! Apa yang terjadi?" Ken memeluk wanita lemah itu. Sepertinya hal buruk baru menimpanya dan ia mengalami sebuah tekanan yang luar biasa di dalam batinnya.

Setelah hampir satu jam Ken berusaha menenangkan wanita itu, akhirnya si wanita mulai tenang dan sedikit stabil. Dia bahkan menerima ketika Ken memintanya untuk minum.

"Semua ini salah ayahku..," ucap wanita itu lirih.

"Ada apa sebenarnya? Kenapa kamu sampai nekat mengakhiri hidupmu? Kamu tahu kan kalau itu bukan jalan keluar?!" Ken menegaskannya kembali.

"Ayahku.. Dia menyetubuhi adikku dan membunuhnya. Aku lihat semua perbuatannya. Aku saksi dari semua kebejatannya!! Bahkan, aku lihat waktu bajingan itu menggorok leher adikku yang malang," kata si wanita dengan air mata yang mengalir di pipinya.

Ken terkejut. Ken syok mengetahui bahwa inilah alasan dia bersikap gila.

"Sekarang, bajingan itu mendekam di penjara. Aku langsung menelepon polisi saat melihat kejadian itu. Tapi, dendam dan rasa kehilangan nggak bisa hilang secepat yang kamu kira. Aku, nggak bisa kehilangan adikku. Aku mau menemui adikku," sambungnya dengan suara gemetar.

Ken menepuk-nepuk bahunya.

"Kamu masih punya kehidupan yang harus dijalani. Berpikirlah dengan jernih. Kamu nggak sendiri di dunia ini. Terkadang, beberapa luka memang harus dijalani.. dan akan tersembuhkan oleh waktu," hibur Ken.

Wanita itu tersenyum tipis.

"Satu bulan yang lalu, aku pindah kemari untuk melupakan apa yang terjadi di rumah. Tapi, semakin kesepian, justru aku semakin dibayangi oleh adikku," wanita itu menjelaskan lagi.

"Dengar! Jangan lakukan hal yang gegabah! Kamu tahu Cafe La Pose yang ada di dekat sini? Itu tempat kerjaku. Kamu bisa mengunjungiku saat kamu membutuhkan teman. Aku mohon, kamu harus tetap hidup!" kata Ken sambil memegangi pundak wanita itu.

Dan seketika, si wanita mengangguk pelan dan tersenyum.

Syukurlah, sepertinya masih ada harapan.

"Ngomong-ngomong, bagaimana kamu bisa tahu kalau aku mengonsumsi banyak obat?" tanya si wanita.

Ken memutar matanya.

"Ah.. Soal itu.. Sebenarnya aku bisa lihat apa yang orang lain telan. Aku, bisa melihat isi pencernaan seseorang hanya dengan bersentuhan. Kontak fisik sekecil apapun, bisa memberiku gambaran makanan apa yang orang lain telan sebelum makanan itu berakhir di toilet. Dan saat kamu menjatuhkan kantong plastik 10 hari yang lalu di depan cafe, apa kamu ingat kalau aku yang bantu kamu ambil kantong itu? Saat itu, aku nggak sengaja menyentuh jari kamu.. dan tahu apa yang kamu telan," jelas Ken.

Wanita itu justru tertawa dan mengolok Ken karena Ken terdengar tidak masuk akal.

"Kamu bercanda? HAHAHA. Thanks untuk leluconnya! HAHAHAHA," jawab si wanita sambil berbahak-bahak.

"Aku... nggak bercanda," ucap Ken lagi.

Wanita itu seketika diam dan memperhatikan wajah Ken yang serius.

"Aku bisa melihat kalau kamu menelan obat anti depresi dengan jumlah yang nggak masuk akal. Obat anti depresi dan soda. Bahkan kamu nggak makan makanan lain saat itu. Awalnya, aku memang nggak peduli, tapi kamu setiap hari lewat depan cafe dan kamu kelihatan semakin buruk setiap harinya. Kamu tahu kenapa aku sampai mengikuti kamu hari ini? KAMU UDAH KELIHATAN SEPERTI ZOMBIE!!!" Ken menekankannya pada si wanita.

"Hari ini, aku menyentuh kamu lagi.. Nggak ada yang berubah, di dalam pencernaanmu hanya ada obat anti depresi. Dengan jumlah yang lebih banyak dari saat itu," sambung Ken.

Wanita itu terkejut. Dia tidak bisa membantahnya karena semua yang dikatakan Ken 100% akurat.

"Bahkan tanpa kamu menggantung dirimu, perlahan kamu akan mati juga karena obat-obatan itu!!!" kata Ken lagi.

"Nggak mungkin..  Selama ini aku baik-baik aja dan nggak pernah overdosis. Tubuhku kuat," jawabnya dengan lesu.

Ken meraih kantong plastik yang si wanita bawa tadi. Kantong itu berisi banyak obat anti depresi. Ken langsung melemparkannya ke tempat sampah.

"Kamu harus hidup lebih baik. Jangan sia-siakan hidupmu.. Adikmu, akan tenang kalau kamu disini baik-baik saja," tukas Ken.

Si wanita terdiam setelah mendengar ucapan Ken. Dia mulai mempercayai Ken. Terlihat wajah pucat dan sembabnya mulai menemukan secercah cahaya.

"Oke, aku harus pergi," Ken berdiri dan menuju pintu untuk segera pulang.

Saat Ken membuka pintu..

"Tunggu..," wanita itu menghentikannya.

Ken kembali menatap mata wanita itu.

"Panggil aku Sarah," sambungnya sambil melempar sebuah senyuman kecil.

"Aku Ken..," jawab Ken.

"Terima kasih Ken.. Tapi, kenapa kamu mau menolongku?" tanya si wanita lagi.

"Aku berusaha agar kemampuanku dapat kugunakan untuk sesuatu yang baik. Membantu orang yang baik.. dan memusnahkan orang yang jahat," jawab Ken dengan padat dan jelas.

Wanita bernama Sarah itu pun kembali tersenyum dan melambaikan tangan ketika Ken akan meninggalkan kamar apartemennya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status