Share

AMANITA VIROSA

Ken memutar otak dan mencari-cari untuk dapat menggambarkan makanan yang ada di dalam pencernaan nenek itu. Jemari nenek itu seolah-olah menjadi selang yang menghubungkan antara dirinya dan diri Ken. Begitu jelas penglihatan yang Ken dapatkan. Tapi, butuh waktu beberapa saat untuk mengingat makanan apakah itu.

Tidak semua makanan bisa Ken ketahui dengan jelas. Apa lagi makanan yang tidak familiar. Makanan yang belum pernah Ken lihat atau makan. Kadang, Ken juga tidak mengetahui dampak suatu makanan yang sama sekali tidak ia kenali.

“Nak.. Kamu baik-baik saja?” tanya si Nenek dengan jemari kasar yang masih menggenggam pergelangan tangan Ken.

“Tumbuhan.. Lembab..,” ucap Ken lirih.

“Hey, anak ingusan! Kenapa kamu tiba-tiba bertingkah aneh? Jangan pura-pura sakit ya, kamu! Masalah ini belum selesai!” sindir Tuan Antony.

Ken tertunduk lama. Matanya sesekali ia pejamkan untuk memusatkan konsentrasi pada gambaran yang muncul dalam benaknya.

“Sepertinya.. aku pernah melihat makanan ini..,” batin Ken.

Sarah dan Roy turut menghampiri kerumunan yang semakin lama semakin ramai. Mereka khawatir apa yang sebenarnya terjadi dengan Ken.

“Roy, Ken kenapa?” bisik Sarah dari sisi kiri Roy. Didekatkannya mulut Sarah ke telinga Roy agar Roy dapat mendengar bisikan Sarah dengan jelas.

“Nggak tahu, Sar. Kemungkinan sih dia lagi lihat isi pencernaan orang yang nyentuh Ken. Tapi, biasanya cuma beberapa detik aja, lho. Kok tumben Ken lama banget nerawangnya. Lagi pula, apa sih isi perut nenek tua itu? Nggak biasanya Ken sampai kayak gini!” celoteh Roy kesal.

“Tanpa klorofil (zat hijau daun)..,” ucap Ken lagi.

Semua orang semakin kebingungan melihat apa yang dilakukan Ken.

Pikiran Ken tengah mencari-cari nama dari makanan yang ia lihat. Dia fokuskan pada materi biologi yang ia pelajari saat dia duduk di Sekolah Menengah Atas (SMA). Ken sangat yakin bahwa dia pernah mempelajari tentang makanan ini saat masih sekolah. Materi yang diajarkan oleh Pak Wirawan, guru Biologi yang sangat tegas dan pelit nilai.

Materi demi materi, Ken ulas balik dalam otaknya.

Berwarna putih..

Berbentuk seperti payung..

Ukuran yang kecil..

“NAH!!!” Ken membuka matanya. Wajahnya tegang dan urat matanya nampak sangat jelas.

Ken sangat terkejut.

“Amanita virosa!!!” teriak Ken.

Tapi, semua orang yang ada di cafe itu justru semakin bertanya-tanya dengan kata-kata yang keluar dari mulut Ken.

“Siapa dia? Amanita itu siapa?” tanya si Tante, anak dari si Nenek.

“Tante! TOLONG KASIH TAHU SAYA MAKANAN APA SAJA YANG DIMAKAN NENEK INI BEBERAPA WAKTU TERAKHIR! DAN.. KAPAN TERAKHIR KALI NENEK INI BUANG AIR BESAR?!” tanya Ken heboh. Wajahnya panik dan gugup.

“Kamu apa-apaan, sih? Kenapa tiba-tiba tanya hal pribadi seperti itu?” tanya si Tante dengan wajah curiga.

“Saya mohon, Tante.. Ini darurat!!!” sambung Ken.

Semua orang masih berusaha mencerna apa yang Ken katakan. Mereka saling bertanya-tanya satu sama lain mengenai apa yang tengah terjadi.

“Well.. Ibu saya buang air besar tiga hari yang lalu. Saya sangat hafal, karena Ibu saya nggak bisa pergi ke toilet sendiri. Saya harus menuntunnya sampai dia bisa duduk di jamban. Saya ingat sekali! Tepat tiga hari yang lalu,” jawab si Tante.

“TIGA HARI?” Ken semakin terkejut.

Keringat dingin mulai mengucur di dahi Ken.

“Makanan apa saja yang nenek makan sejak saat itu? Setelah dia buang air besar, makanan apa yang dia makan sampai hari ini?” tanya Ken lagi.

Tante itu mengerutkan keningnya. Dia merasa waspada mendapat pertanyaan yang menggelitik.

“Ibu saya seorang vegetarian. Sejak tiga hari yang lalu, dia memakan masakan yang saya buat di rumah. Semua bahannya saya petik langsung dari kebun kami. Tumis kol ungu, sup tomat merah, salad jamur putih..,” Tante itu menjelaskan satu persatu.

“JAMUR!! Jamur apa yang Tante masak untuk Nenek?” tanya Ken lebih tajam.

“Jamur putih. Kalau di desa kami, namanya jamur tiram. Tapi saya nggak menanam jamurnya. Tiba-tiba saya temukan di kebun. Ya, saya masak sekalian saja. Kebetulan ibu saya penggemar jamur,” jawab Tante itu dengan santai.

Ken memicingkan matanya.

“Tante.. JAMUR ITU BERACUN! JAMUR ITU BERBAHAYA! Itu jamur Amatoxin! Jamur yang bisa menyebabkan gangguan di hati dan ginjal. Dan jenis jamur Amatoxin yang dimakan nenek adalah jamur Amanita virosa! Bentuk dan warnanya memang mirip dengan jamur tiram. Karena Nenek sudah makan jamur itu sejak tiga hari lalu, efek yang muncul akan lebih parah!” papar Ken dengan wajah tegang.

“JANGAN MENGKHAYAL KAMU! KAMU BAHKAN BUKAN KELUARGA NENEK INI! BAGAIMANA KAMU TAHU MAKANAN APA SAJA YANG DIA TELAN?!” bentak Tuan Antony dengan jari telunjuk yang mengacung ke wajah Ken.

“Tapi.. Saya nggak bohong! Saya serius!” tukas Ken.

Tak lama setelah Ken menyelesaikan ucapannya, sebuah genggaman yang sedari tadi melingkar di tangannya seketika mengendur. Genggaman kuat yang mencengkeram tangannya seketika merenggang dan lepas dari tangan Ken.

BRUK!!!

Nenek itu terjatuh ke lantai dan tidak sadarkan diri. Nenek itu pingsan di tempat.

“IBUU!!!” pekik si Tante dengan wajah shock. Diangkatnya tubuh si nenek sekuat tenaga dengan penampilan yang masih berlumuran kue jeruk.

“Tolooong! Bapak, ibu, siapa pun!! Tolong antar nenek ini ke rumah sakit!!” teriak Ken lantang.

Si Tante menangis dengan begitu terisak. Dia pegangi ibunya dengan sangat erat sambil diguncang-guncang tubuhnya. Berharap ibunya akan bangun seketika.

“IBUUU!! IBU KENAPAAA!!” tangis si Tante dengan emosi yang tidak stabil. Gelagatnya begitu panik dan khawatir.

Tiba-tiba, seseorang menyanggupi dan menawarkan bantuan dengan nada bicara yang tegas.

“Ayo! Saya bawa mobil!” tukas Pak Antony sembari memandang Ken.

Tanpa basa-basi lagi, beberapa orang membantu menggotong tubuh renta sang nenek. Dibawanya bersama-sama menuju jok belakang mobil Pak Antony yang diparkirkan di depan cafe. Pak Antony segera bergegas keluar untuk membuka pintu mobilnya.

Saat si Nenek dan Tante sudah berada di dalam mobil, Pak Antony masuk kembali ke dalam cafe untuk menghampiri Ken yang sedari tadi berdiri di dalam menyaksikan orang-orang menggendong si nenek.

“Ayo! Kamu juga ikut! Kamu yang bisa menjelaskan semuanya!!” pinta Pak Antony kepada Ken.

“Saya?” tanya Ken.

Tuan Antony menganggukkan kepalanya.

Ken langsung berpandangan mata dengan Sarah dan Roy.

“Sarah, maaf.. Aku nggak bisa ngobrol lama sama kamu hari ini. Kita ketemu lain waktu, oke?” ucap Ken pada Sarah.

Sarah mengangguk dan tersenyum lembut kepada Ken.

“Tenang aja.. Kamu berjasa banget hari ini. Kamu ikut ke rumah sakit dulu.. Aku juga mau pulang kok habis ini," jawab Sarah lagi.

Ken membalas senyuman Sarah. Roy yang ada di samping Sarah, hanya melongo melihat kedua orang itu berlagak romantis.

“Ayo! Kita harus cepet!!” ucap Pak Antony lagi. Suaranya yang berat dan keras membuat Ken tidak bisa mengatakan tidak. Mau tidak mau, Ken meninggalkan cafe dan segera masuk ke jok depan di samping Pak Antony.

Tap.. Tap.. Tap..

Ken mengambil langkah tergesa-gesa.

Secepatnya, nenek itu harus segera diselamatkan!

Sebelum semuanya terlambat!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status