Berdamai sungguh menyenangkan. Apalagi jika kita telah mendengar suatu kebenaran. Sayangnya, ini bukan kehidupan asli Meira. Tapi tak apa. Ia menganggap ini adalah sebuah kesempatan dari yang kuasa.
"Tera, apa yang membawa mu datang kesini?" tanya Meira. Sedari tadi ia ingin bertanya namun selalu saja ia lupa.
"Oh, iya aku belum memberi tahu. Jadi, ibu menugaskan aku untuk menjadi ratu disini. Dengar dengar, terjadi kekosongan pemerintahan disini. Jadi aku yang menggantikannya," Meira hanya mengangguk mendengarkannya.
Ola dan Harry mulai kelihatan dari kejauhan. Mereka hendak menyapa Meira, namun Harry terlebih dahulu bertanya,
"Meira, kenapa kau bisa dekat dengan calon ratu negeri ini?"
"Oh, maaf aku seharusnya bilang sedari tadi!" ucap Tera.
"jadi, aku temannya Meira.Senang bisa bergabung dengan kalian!" ucap Tera.
"Aku tak menyangka. Ratu kita nanti bisa seramah ini deng
"kau yakin itu Ola!" tanya Harry pada mereka."Aku pasti tidak cocok rias seperti ini" Ola lagi lagi merendahkan dirinya."Cukup, Ola!! Sudah berpaa kali kubilang kau itu cantik. Mengerti tidak! " Meira kesal dengan sikap Ola sedari tadi. Bagaimana tidak! Dia selalu saja membuat dirinya tidak cocok dengan apapun."Kau sangat cantik, Ola! Yakin lah padaku. Mau jalan bersamaku? " tawar Harry pada Ola.Dengan tersipu malu, Ola menerimanya."Baiklah, pangeran!" jawab Ola.Meira tersenyum melihat mereka.***"Vartan, apa. Kau yakin akan berhenti? " Tanya Tera pada Vartan."Aku tidak akan berhenti. Aku ada cara lain untuk membuatnya jatuh cinta padaku. Cara yang lebih modern." Jawab Vartan pada Tera yang temangu mangu mendengar tuturan dari Vartan."Aku tak yakin kau itu mencintainya. Bukannya dulu kau membencinya karena dia adalah gadis cengen dan manja?" tany
"Maaf bertanya, nona. Istana dimana yang anda maksud?" Tanya kusir tersebut dengan hati hati."Oh, maaf tidak memberitahukan-mu. Bawa aku ke istana negeri ungu. Aku perlu bertemu dengan saudaraku!" Kusir tersebut langsung membulatkan matanya dan membalikan kepalanya memastikan apakah penumpangnya adalah orang yang ia pikirkan."Kenapa melakukan pengereman?" Ucap Meira ketika kereta tersebut berhenti tidak pada waktu yang benar."A-anda! Bukankah ratu kejam itu. M-maaf. Tolong jangan membunuhku!!!" teriak Kusir tersebut. Meira terdiam sesaat seolah sematan nama tereebut sudah biasa orang berikan.Kusir tersebut Kabur meninggalkan ia dan kereta kudanya. Terpaksa ia mengendalikan kereta kuda tersebut sendiri. Hanya saja ia tidak ahli dalam mengendarai kereta kuda. Sehingga ia terperosok kedalam genangan air yang sangat dingin."Ya Tuhan. Mengapa bisa seperti ini. Terpaksa aku harus berjalan kaki." lirih Meira.Ia pun mengangkat baju kurun
Layaknya kadal terbakar. Meira terus berjalan masuk ke gerbang. Namun, ia di hadang penjaga disana."Maaf. Anda tidak boleh masuk!" ucap Penjaga itu."Atas dasar apa saya tidak boleh masuk? Saya ingin bertemu saudara saya!" Maki Meira pada Penjaga tersebut."Apa anda yakin? Seorang rakyat biasa seperti anda dengan pakaian seperti gembel, kusam dan kotor bisa memiliki saudara di istana ini. Apakah saudara anda seorang pembantu?" Ucap Penjaga itu lagi membuat teman teman yang berada di dekatnya pun ikut tertawa. Tertawa merendahkan."Owh. Jadi begitu. Bagaimana kalau anda akan di pecat setelah ini. Aku yang miskin atau kalian? Dasar rakyat jelata. Taunya menghina!" ejek Meira pada mereka. Bukannya terdiam ataupun takut mereka tetap saja tertawa merendahkan."Ada keributan apa disini? Saya mendengarkan nya jauh dari sana!" Tanya Tera dengan para dayangnya. Sepertinya mereka akan pergi ke suatu tempat."Maaf Nona. Kami tertawa kare
Matahari sudah naik bahkan sudah menembus tirai. Kulit Meira merasakan sinar itu menerpa dirinya. Hiasan yang begitu buruk menyemat wajah Meira. Mata panda dan keringat karena tak bisa tidur.Ikan ikan itu terus tertawa. Seakan akan menertawakan sang pemilik mata panda itu."Dasar bedebah tak tahu diuntung!!!" Bukannya diam, Ikan itu terus saja tertawa. Hal itu membuat darah meira mendidih."Apa yang kalian tertawakan, huh?" Tanya Meira. Ia semakin mendekat ke arah akuarium tersebut, kemudian memasukan tangannya ke dalam akurium itu."Diobok obok air nya diobok obok ada ikannya kecil kecil pada mabok!!" Meira pun membuat gerakan memutar pada tangannya sehingga air dalam akurium itu bergerak tak karuan."Tolong!!! Ampun Ratu Meira...Ampun!!" Salah satu ikan berteriak kemudian diikuti teman temannya."Rasakan ini!! aku sudah menghentikannya sedari tadi! tapi...airnya masih saja bergerak," Meira tersenyum manis dengan menumpukan kedua telapak
"Saya akan mengumumkan bahwa saya akan bertunangan minggu depan" ucap Vartan di depan para pendengarnya.Meira terkejut. Bukankah pertunangannya dengan Vartan sudah dibatalkan? apakah dia bertunangan dengan orang lain?"Kali ini saya akan memperkenalkan wanitabyang membuat kalian sedari tadi penasaran" Degub jantung Meira semakin kencang dikarenakan ucapan Vartan tersebut.semoga bukan dirinya, gumam Meira.Namun Vartan selalu menatap kearahnya sehingga orang orang juga ikut menatap kearahnya."Wanitaku kau dipersilahkan masuk!" wanita berambut merah itu masuk setelah mendengar instruksi dari Vartan. Meira menghela nafas lega. Tapi tunggu, ia seperti mengenal wanita itu. Tapi dimana?.***Setelah pemberitaan yang dilakukan Vartan tadi. Meira kembali ke kamarnya guna mengingat ingat siapa wanita tadi.Setelah lama melamun, akhirnya Meira dapat mengingatnya."Dia adalah wanita sombong yang pernah merendahkanku sewaktu lomba
"Aku sudah membawa kalian! jadi setelah ke gunung merah, kemana lagi?" Meira sudah kelelahan karena ia sudah memutari gunung Merah yang dikenal dengan keajaibannya."Oh, kesana. bulan sabit telah muncul di awan emas. Portal sungai biru akan dibuka!!!" sontak Rere berkoar koar di karenakan dirinya yang sudah tak sabar lagi."Itu portalnya!"Meira berlari dengan hati hati karena ia ingat ia masih membawa tiga makhluk berisik ini. Akhirnya, Meira di suguhi oleh rasa penasarannya yang tak bisa dibendung lagi. Ia masuk ke portal dan terhenyak."Woah...." Meira menikmati keindahan sungai biru sehingga ia melupakan tiga makhluk berisik yang ia bawa."Nona Meira!! bisakah anda melepaskan kami? letakan kami di sungai itu!" perintah Riri."Iya, kami sudah tidak sabar,""kenapa kau melamun?"Seolah tak mendengar, Meira duduk di pinggir sungai yang menghadao bulan sabit. Di pinggir sungai sebelah kiri terdapat bunga berwarna kuning dengan
Meira kembali ke istana dengan pikiran yang penuh. Bagaimana ini? ia sulit mencerna semuanya. Ia pulang dengan gontai. Ia masuk istana dengan semua tenaganya. Belum lagi pemeriksaan ketat dari penjaga istana. Untung saja Meira sudah di kenal oleh mereka."Tak disangka orang yang kita bicarakan datang juga. Kau mau kabur kemana, huh!??" Belum lagi Meira sempat beristirahat ia sudah disuguhkan pemandangan yang tak enak. Menghabiskan waktunya saja."Menungguku, huh?" Meira menatap Sarah remeh. Sengaja ia ingin melancarkan rencananya. Kesempatan yang bagus untuk mempermalukan Sarah. Ada Vartan, Tera, Risa dan para dayang."Kau lupa ingatan? apa kepalamu terbentur karang?" sindir Sarah.Dengan wajah menantang, Sarah maju. Ia percaya bahwa banyak yang akan mendukung argumen darinya. Hanya saja ia merasa harga dirinya ciut setelah melihat ekspresi Meira yang setenang mungkin."Ada apa? kenapa kau marah padaku? aku baru saja kembali dan kalian
Pagi yang sangat indah. Indah bagi Meira yang sedang mengalami kemenangan. Bagaimana rasanya? Yah, rasanya bagaikan memenangkan lotre!Meira bangun. Bukan karena terpaan sinar matahari ataupun kicauan burung. Ia terbangun karena ingin bangun. Hebat bukan?Suara pintu terbuka. Rodiah datang membawa nampan yang berisi roti dan susu. Rodiah pun meletakannya di Meja."Susu yang segar. Apa ini baru diperah?" Tanya Meira sekedar basa basi.Rodiah duduk setelah Meira duduk. Bukan sifat Rodiah yang tak sopan, hanya saja Meira tidak ingin diperlakukan dengan embel embel ratu. Ia juga sudah tau dia ratunya disini."Aku tidak tau Nona Meira. Nanti aku tanyakan," Jawab Rodiah."Ah, kau ini! aku hanya bercanda!" Meira menepuk pelan bahu Rodiah. Hal ini sangat canggung. Karena memang jarang terjadi diantara ratu dan dayang."Kalau begitu, bawa aku berkeliling kota. oh, ya...sepertinya aku mau ke pasar!" Meira membuka lemarinya. Walau dia masih di i