Share

Penyelidikan

Part sebelumnya.

 

Stttt,

 

Pak Aris meletakan jari telunjuknya ke dekat bibirnya. Kemudian mendekatkan wajahnya sedikit ke arah lku yang duduk di sampingnya.

 

"Bu Reza, tapi jangan marah ya. Tadi aku melihat suami ibu masuk ke hotel bersama seorang wanita," bisik pria itu sesaat membuat pandanganku terasa kabur dengan jantung berdebar.

 

Next part 5

 

 

 

Deg!

 

 

 

Benar, jantungku rasanya sedang berhenti mengalirkan darah keseluruh tubuhku. Pria itu menatapku dengan serius, sepertinya Pak Aris benar-benar dengan ucapannya. Segera kunormalkan pikiranku yang hampir limbung oleh cerita yang Pak Aris sampaikan. Namun tubuhku masih saja terasa bergetar.

 

"Apa Pak Aris yakin kalau itu adalah Mas Bagas?" tanyaku memastikan apa yang Pak Aris lihat adalah benar.

 

"Yakin lah Bu, mana mungkin aku lupa sama suami ibu. Kan nikahannya baru kemarin belum juga ada sebulan." Pria itu menarik tubuhnya sedikit menjauh dariku namun tetap dengan nada suara rendah.

 

Aku terdiam menatap lekat wajah Pak Aris yang kini sedang menatapku juga. Apa mungkin Mas Bagas sedang sibuk dengan wanita simpanannya hingga mengabaikan panggilanku.

 

"Bu Reza kok malah diem!" ucap Pak Aris Membuatku tergeragap.

 

"Pak, boleh minta alamat hotelnya ngak pak?"   pintaku pada Pak Aris yang terlihat gamang. Pria itu menautkan kedua alisnya seraya menatapku serius.

 

Rasanya amarah di dadaku bagaikan bara api yang siap melahap siapa saja. Apakah benar wanita yang bersama Mas Bagas itu adalah selingkuhannya. Jika memang benar itu selingkuhan Mas Bagas, tidak akan pernah aku biarkan pelakor itu bahagia karena sudah merebut suamiku.

 

"Bu, sudah ku kirim ya! Yang sabar ya bu, coba ibu selidiki dulu, siapa tau aku yang salah alamat," ujar Pak Aris meringis kemudian meninggalkanku.

 

"Terimakasih ya Pak," sahutku dengan senyum terpaksa menahan luka yang sedang menjalar.

 

**___**

 

Aku sudah menghidangkan masakan kesukaan Mas Bagas di atas meja makan. Sementara Pria itu masih sibuk membersihkan diri di kamar mandi yang berada di kamar. Namun, hampir setengah jam aku menunggu hingga kepulan asap putih yang mengudara dari masakan yang baru matang itu telah menghilang.

 

Aku beranjak dari dapur mencoba memastikan apakah Mas Bagas telah selesai mandi atau belum. Namun langkah kakiku seketika terhenti di depan pintu kamar.  Kudengar Mas Bagas sedang bercakap dengan seseorang di balik ponselnya.

 

"Iya, siap pokoknya," sahut Mas Bagas tanpa aku tau apa yang sedang di bicarakannya dengan seseorang di balik telepon itu.

 

"Baik, aku jemput besok pagi di hotel yang tadi kan?" 

 

Deg!

 

Hotel? jantungku benar benar berpacu lebih cepat. Amarahku semakin tersulut dengan ucapan Mas Bagas. Ternyata pak Aris memang tidak salah orang. Apakah semua ini rentetan dari siasat perselingkuhan Mas Bagas. Sesaat tubuhku terasa lemas tak berdaya antara ingin manangis atau marah.

 

"Baiklah, sampai jumpa besok pagi," sahut Mas Bagas mengakhiri panggilannya.

 

Aku yang mematung segera beranjak dari depan pintu kamar kembali ke meja makan sebelum Mas Bagas tau. Tidak lupa kuseka air mataku yang menggenang di sudut netra. Ternyata sesakit ini di selingkuhin, pantas saja Bu Iska memilih mengakhiri rumah tangganya. Batinku terasa sangat sakit' sekali.

 

"Hem ... Aromanya enak sekali," ucap Mas Bagas yang baru datang. Dihirupnya dalam-dalam aroma masakan yang sudah hampir tak tercium itu, ataukah saat ini Mas Bagas juga sedang berpura-pura untuk menyenangkanku.

 

Aku tidak ingin menampakan ekspresi apapun di depan Mas Bagas. Karena aku yakin pria itu sangat paham dengan perubahan gimik di wajahku dan aku takut jika Mas Bagas akan curiga.

 

"Makan yuk Mas, biar adek yang ambilin nasinya," kataku sambil mencentongkan nasi ke dalam piring.

 

"Mas mau yang itu Dek!" pinta Mas Bagas menujuk pada balado cumi yang terlihat begitu mengoda.

 

Segera kuambilkan balado cumi itu dan meletakkannya di atas nasi putih dalam piring Mas Bagas. Kemudian menyodorkan piring yang penuh lauk itu kepada Mas Bagas yang terlihat sudah tidak sabar.

 

"Loh, Adek ngak makan?" tanyanya padaku yang hanya duduk memandanginya.

 

"Eh, iya mas adek tadi sudah makan duluan," sahutku asal.

 

"Maafin Mas ya, tadi kelamaan ya mandinya." Pria itu sedikit bangkit dari tempat duduknya kemudian mengusap lembut rambutku.

 

Aku kira rumah tangga yang sudah kupersiapkan segalanya dengan matang tidak akan menemui kendala dan berjalan lancar. Tapi pada kenyataannya orang yang bertahun-tahun mencintai kita belum tentu mampu untuk setia.

 

******

 

Kulewati malam ini dengan sepi. Hujan yang turun sedari sore masih menyisakan rintik yang tak kunjung usai. Pria itu masih melingkarkan tangannya di atas perutku. Nafasnya terdengar teratur hingga berganti dengan dengkuran halus.

 

Aku masih terjaga, entah mengapa netraku masih engan terpejam. Benakku terus berkelana serasa tak percaya jika Mas Bagas  telah membagi cintainya. Apakah mungkin itu penyebabnya hingga ia tak pernah menyentuhku. Tapi sejak kapan ia berhubungan dengan wanita yang belum kuketahui identitasnya itu. Kenapa aku sama sekali tidak mengetahuinya.

 

Tak terasa butiran kristal itu jatuh perlahan di sudut netraku bersamaan dengan rasa sakit yang semakin menjalar ke ulu hati. Segala pikiran buruk memenuhi otakku, membuatku semakin ketakutan dengan apa yang akan terjadi esok hari.

 

"Sebentar, aku siap-siap dulu. Setengah jam lagi aku berangkat."

 

Kulihat pria yang duduk di tepi ranjang itu sedang berbicara dengan seseorang dari ponselnya. Netraku masih terasa berat, entah sejak kapan aku tertidur namun yang pasti saat ini cahaya mentari dengan bebas menembus pada dinding kaca kamarku yang telah  terbuka.

 

Mas Bagas meletakan ponselnya di atas naskas dan beranjak ke kamar mandi.

 

Dreg, Dreg, Dreg,

 

Jiwa detektifku seketika meronta mendengar  ponsel itu kembali bergetar. Sepertinya hanya sebuah pesan karena getaran yang ditimbulkannya tidak berkepanjangan.

 

Kuraih ponsel itu dan menyentuhnya lembut, namun kembali aku harus memasukkan kata sandi yang jelas aku tidak tau. Kutarik layar pada ponsel itu kebawah hingga nampak tulisan dari pesan yang baru saja masuk meskipun tidak sepenuhnya.

 

[Mas, kapan bisa datang]

 

Aku mengernyitkan dahi, sebuah pesan tanpa nama hanya deretan Nomor, membuatku samakin penasaran. Belum sempat aku memindahkan nomor itu ke ponselku, terdengar Mas Bagas yang menyudahi aktivitas membersihkan dirinya. Segera kukembalikan ponsel itu pada tempatnya dan aku segera meringkukan tubuhku di atas kasur dengan jantung yang masih terus berdebar dengan penasaran.

 

*****___*****

 

Aku masih terus mengikuti motor trail Mas Bagas, tapi kali ini aku tidak mengunakan motor maticku. Aku lebih memilih memesan ojek online untuk melakukan penyelidikanku agar Mas Bagas tidak tau jika sedang kuikuti.

 

Tepat di perempatan kota Bojonegoro, motor yang seharusnya mengambil arah kanan untuk menuju hutan, tapi justru berbelok ke arah kiri menuju kota Bojonegoro. Hatiku semakin bergemuruh, rasanya tidak sabar aku ingin menghajar pelakor yang telah merusak rumah tanggaku.

 

"Lebih cepat lagi, Pak," pintaku pada tukang mamang ojol agar menarik lebih kuat lagi gas motornya.

 

Karena banyakan tikungan di kota Bojonegoro hampir saja aku kehilangan jejak motor Mas Bagas.

 

"Berhenti Pak, berhenti," pintaku pada mamang ojol ketika melihat motor Mas Bagas telah memasuki halaman hotel. Sementara aku berhenti di kejauhan, mengawasinya.

 

Kulihat papan nama hotel yang terpampang jelas di depan bangunan berlantai tinggi itu. Nama itu sama persis dengan yang Pak Aris kirimkan padaku. Membuat dadaku semakin terasa sesak menyambut bayangan hal buruk yang akan datang padaku.

 

"Mbak, masih lama ngak? saya mau narik lagi nih," ucap mamang ojol itu kesal.

 

Hampir dua jam aku menunggu Mas Bagas, namun pria itu tak kunjung keluar dari dalam hotel.

 

'Apakah Mas Bagas sedang asyik bercumbu dengan wanita itu. Hingga sampai saat ini dia belum juga keluar.' pikiranku kian dipenuhi ketakutan dan hal-hal buruk.

 

"Mbak, mbak! Dih malah melamun," panggil mamang ojol membutku tergeragap.

 

"Eh iya pak maaf! bapak tunggu di sini sebentar ya pak, saya mau ngecek ke hotel sebentar," ucapku dengan suara bergetar dengan tubuh yang terasa linu namun aku harus memastikan perselingkuhan yang sedang Mas Bagas lakukan di dalam hotel itu.

 

Bersambung ...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status