Share

Bab 2 - Bahan Taruhan

“Kencan satu malam dengan dia.” ucap Yogie sambil menunjuk ke arah Elena.

Ucapan Yogie tersebut membuat Andrew dan beberapa temannya menatap Yogie dengan mulut ternganga. Sedangkan Elena sendiri hanya menatap Yogie dengan tatapan santainya, seperti tidak terusik sedikitpun.

“Lo sinting? Lo boleh minta apa aja, tapi tidak dengan dia.” Andrew setengah marah.

“Kenapa? Lo kayaknya sudah yakin banget kalau gue yang menang.”

“Lo nggak akan menang.”

“Kalau gitu, gue mau dia yang jadi taruhannya.”

“Sialan!!” umpat Andrew tepat di hadapan Yogie.

Elena menarik lengan Andrew lalu mengajaknya sedikit menjauh. Elena berbisik pelan pada telinga Andrew.

“Turuti saja apa maunya.”

Andrew menatap Elena dengan tatapan terkejutnya. “Kamu kenal sama dia?”

“Dia teman SMAku dulu.”

“Elena, dia setengah gila, aku baru mengenalnya tiga tahun yang lalu, saat kami bertemu di salah satu klub motor. Dia tidak pernah memiliki kekasih, tapi hampir setiap malam bercinta dengan wanita murahan, aku nggak mau kamu jadi salah satu mangsanya.”

“Kalau aku bilang bahwa aku pernah bercinta dengannya, gimana? Kamu mau terima tantangannya?”

“What?!!” teriak Andrew keras-keras sambil menatap Elena. “Jadi kamu menyuruhku menerima tantangannya karena kamu ingin kencan lagi dengannya?”

“Sial!! Bukan begitu, aku hanya mau kamu nunjukin sama dia kalau dia tidak ada apa-apanya di bandingkan kamu, dia nggak pantes kencan lagi denganku. Jadi, terima tantangannya dan jangan biarkan bajingan tengik itu menang.”

“Elena.”

“Andrew!! Kamu mau membuatku malu karena memiliki pacar yang cemen karena nolak tantangan temannya?”

“Aku bukan pacarmu, ingat itu.” gerutu Andrew.

“Ya, tapi sekarang aku sedang berpura-pura menjadi pacar sialanmu, jadi jangan membuatku malu di hadapannya.”

Andrew menghela napas panjang. Sial!! Yogie benar-benar sialan. Astaga, ia tidak akan membiarkan bajingan sialan itu menang darinya.

***  

Dengan gelisah Elena tidak berhenti menengok ke arah jalan tempat di adakannya balapan tersebut. Ini sudah hampir seperempat jam berlalu, sedangkan Yogie maupun Andrew belum juga memperlihatkan batang hidungnya. Siapakah yang akan menang?

Tadi, sebelum balapan di mulai, Yogie tidak berhenti menatap dirinya. Dan entah kenapa itu membuat Elena sedikit terpengaruh dengan tatapan tengil yang di lemparkan Yogie padanya.

Yogie bahkan sedikit berbisik padanya jika lelaki itu pasti akan keluar sebagai pemenang dan berkencan dengannya sekali lagi. Oh, Elena akan membunuh Andrew jika hal itu terjadi.

Tak lama, sorot lampu motor dari kejauhan semakin mendekat. Jantung Elena berpacu lebih cepat dari sebelumnya. Siapa yang akan menang? Akankah Yogie memenangkan balapan kali ini? Oh yang benar saja.

Tapi kemudian Elena merasakan jantungnya berhenti berdetak ketika sebuah motor berhenti tepat di hadapannya. Sial!! Itu Yogie, dan lelaki tengil itu benar-benar memenangkan balapan kali ini, yang itu tandanya ia akan kencan sekali lagi dengan laki-laki brengsek itu.

Yogie membuka penutup helmnya, kemudian mengerlingkan matanya pada Elena seakan mengejek Elena.

Elena menatap Yogie dengan kekesalan yang seakan sudah mengakar di kepalanya. Bagaimana bisa Yogie mengalahkan Andrew? Tak lama, Andrew datang dan berhenti tepat di sebelah motor Yogie.

Elena menatap Andrew dengan tatapan membunuhnya. Sedangkan Andrew sendiri seketika turun dari atas motornya lalu menuju ke arah Elena.

Andrew membuka penutup helmnya kemudian menatap Elena dengan tatapan penyesalan.

“Elena, aku minta maaf, aku-”

Elena pergi begitu saja sebelum Andrew menyelesaikan kalimatnya. Ia kesal, sangat-sangat kesal. Bagaimana mungkin Andrew bisa kalah dengan mudah oleh Yogie, dan Yogie? Astaga, laki-laki itu benar-benar sialan dengan senyuman tengilnya.

***  

Malam itu juga Elena pulang dengan Yogie yang mengantarnya. Elena tidak merasakan canggung sedikitpun, yang ada ia merasa sangat kesal karena tadi Yogie mendesak untuk melakukan kencan tersebut malam ini juga.

Kencan yang berarti menyerahkaan diri sekali lagi dengan Yogie.

Oh yang benar saja. Elena tidak pernah ingin bercinta lebih dari sekali dengan lelaki asing seperti Yogie. Ya, Yogie termasuk lelaki asing untuknya.

Lelaki itu memang temannya saat SMAnya dulu, tapi Elena sama sekali tidak pernah memandang keberadaan Yogie saat itu. Yogie bukanlah siapa-siapa di mata Elena, tapi entah kenapa  saat melihat Yogie malam itu, Elena merasakan darahnya seakan mendidih karena suatu gairah yang tak di mengertinya.

Apa itu karena pengaruh alkohol yang ia minum malam itu? Ya, tentu saja karena Alkohol.

Yogie menambah kecepatan laju motornya hingga membuat Elena mau tidak mau berpegangan dengan pinggang Yogie. Dengan spontan Yogie menarik sebelah tangan Elena lalu melingkarkannya pada perutnya sendiri.

“Apa yang kamu lakukan?” tanya Elena dengan ketus.

“Ingat, kamu teman kencanku malam ini.”

Dan Elena kembali terdiam. Sial!! Ia benar-benar menjadi bahan taruhan, dan betapa bodohnya ia mau melakukannya. Apa karena Yogie? Tidak!!!

***  

Tak lama, mereka berhenti di sebuh hotel. Elena mengerutkan keningnya ketika Yogie tanpa canggung lagi mengajaknya berhenti di hotel tersebut.

Elena turun dan menerima ajakan Yogie untuk masuk ke dalam hotel, memesan kamar, kemudian menuju ke arah kamar pesanannya tersebut.

Ketika pintu kamar tersebut di tutup, Yogie lantas membalikkan tubuhnya untuk menghadap ke arah Elena yang sudah berdiri tepat di belakangnya.

Elena sendiri masih berekspresi datar. Ia mencoba menyembunyikan kekesalannya pada Yogie, bagaimanapun juga yang patut di salahkan bukan Yogie yang memenangkan pertandingan tersebut, tapi dirinya sendiri yang  dengan mudah menerima tantangan Yogie.

Jemari Yogie tiba-tiba terulur, mengusap lembut pipi Elena dan itu benar-benar membuat Elena merasakan sebuah desiran aneh di dadanya.

Mata Elena menatap mata Yogie, seakan tidak takut dengan apa yang akan di lakukan oleh lelaki tersebut. Elena bahkan terlihat jika dirinya tidak terpengaruh sedikitpun oleh apa yang di lakukan Yogie.

“Kamu masih secantik dulu.” Entah kenapa suara Yogie tiba-tiba terdengar serak.

“Ayolah, jangan basa-basi lagi. Lakukan apa yang kamu mau lalu antar aku pulang.” ucap Elena dengan nada angkuhnya.

Rahang Yogie mengeras. Ia tidak suka Elena bersikap seperti itu padanya, seakan wanita itu tidak memikili rasa apapun padanya. Sial!! Memangnya rasa apa? Tentu saja Elena tidak akan mungkin memiliki rasa apapun padanya, tidak dulu, tidak sekarang maupun nanti.

“Tidak segampang itu, Elena.”

“Lalu?”

Yogie mendekatkan wajahnya pada wajah Elena, mengecupi pelipis Elena dengan kecupan basahnya. “Malam ini kamu harus bersikap layaknya seorang kekasih.”

Elena tersenyum miring, ia bahkan tidak menghiraukan perasaannya yang mulai sedikit terganggu dengan kedekatannya bersama Yogie. Dengan gerakan menggoda, Elena melingkarkan lengannya pada leher Yogie, kemudian berjinjit dan menggapai bibir Yogie. Melumatnya sebentar dengan gerakan menggoda.

Yogie mengerang karena ciuman singkat yang di berikan Elena. Sedikit demi sedikit Yogie mendorong tubuh Elena hingga tubuh mungil itu menempel pada dinding. Yogie menempelkan kejantanannya yang sudah menegang dari balik jeans yang di kenakannya. Oh, ia benar-benar menginginkan Elena untuk membungkus dirinya saat ini juga.

Elena melepasakan tautannya pada bibir Yogie kemudian berkata lembut di sana. “Malam ini aku memang kekasihmu, lakukan apapun yang kamu mau lalu biarkan aku pergi.”

“Kalau aku tidak akan membiarkanmu pergi, bagaimana?”

“Perjanjian tetaplah perjanjian Yogie, tatangan itu hanya kencan satu malam denganku, jadi, setelah ini anggap saja semuanya tidak pernah terjadi.”

“Oke, tapi aku mau semua dilakukan sepanas mungkin.”

“Setuju!” jawab Elena cepat.

Dan setelah jawaban tersebut, tanpa membuang waktu lagi, Yogie menyambar bibir ranum milik Elena yang sejak tadi sudah menggodanya, melumatnya dengan panas. Sedangkan jemarinya kini ssudah menangkup sebelah payudara Elena, menggodanya, mendambanya, membuat Elena mengerang dalam ciumannya

-TBC-

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status