“Kencan satu malam dengan dia.” ucap Yogie sambil menunjuk ke arah Elena.
Ucapan Yogie tersebut membuat Andrew dan beberapa temannya menatap Yogie dengan mulut ternganga. Sedangkan Elena sendiri hanya menatap Yogie dengan tatapan santainya, seperti tidak terusik sedikitpun.
“Lo sinting? Lo boleh minta apa aja, tapi tidak dengan dia.” Andrew setengah marah.
“Kenapa? Lo kayaknya sudah yakin banget kalau gue yang menang.”
“Lo nggak akan menang.”
“Kalau gitu, gue mau dia yang jadi taruhannya.”
“Sialan!!” umpat Andrew tepat di hadapan Yogie.
Elena menarik lengan Andrew lalu mengajaknya sedikit menjauh. Elena berbisik pelan pada telinga Andrew.
“Turuti saja apa maunya.”
Andrew menatap Elena dengan tatapan terkejutnya. “Kamu kenal sama dia?”
“Dia teman SMAku dulu.”
“Elena, dia setengah gila, aku baru mengenalnya tiga tahun yang lalu, saat kami bertemu di salah satu klub motor. Dia tidak pernah memiliki kekasih, tapi hampir setiap malam bercinta dengan wanita murahan, aku nggak mau kamu jadi salah satu mangsanya.”
“Kalau aku bilang bahwa aku pernah bercinta dengannya, gimana? Kamu mau terima tantangannya?”
“What?!!” teriak Andrew keras-keras sambil menatap Elena. “Jadi kamu menyuruhku menerima tantangannya karena kamu ingin kencan lagi dengannya?”
“Sial!! Bukan begitu, aku hanya mau kamu nunjukin sama dia kalau dia tidak ada apa-apanya di bandingkan kamu, dia nggak pantes kencan lagi denganku. Jadi, terima tantangannya dan jangan biarkan bajingan tengik itu menang.”
“Elena.”
“Andrew!! Kamu mau membuatku malu karena memiliki pacar yang cemen karena nolak tantangan temannya?”
“Aku bukan pacarmu, ingat itu.” gerutu Andrew.
“Ya, tapi sekarang aku sedang berpura-pura menjadi pacar sialanmu, jadi jangan membuatku malu di hadapannya.”
Andrew menghela napas panjang. Sial!! Yogie benar-benar sialan. Astaga, ia tidak akan membiarkan bajingan sialan itu menang darinya.
***
Dengan gelisah Elena tidak berhenti menengok ke arah jalan tempat di adakannya balapan tersebut. Ini sudah hampir seperempat jam berlalu, sedangkan Yogie maupun Andrew belum juga memperlihatkan batang hidungnya. Siapakah yang akan menang?
Tadi, sebelum balapan di mulai, Yogie tidak berhenti menatap dirinya. Dan entah kenapa itu membuat Elena sedikit terpengaruh dengan tatapan tengil yang di lemparkan Yogie padanya.
Yogie bahkan sedikit berbisik padanya jika lelaki itu pasti akan keluar sebagai pemenang dan berkencan dengannya sekali lagi. Oh, Elena akan membunuh Andrew jika hal itu terjadi.
Tak lama, sorot lampu motor dari kejauhan semakin mendekat. Jantung Elena berpacu lebih cepat dari sebelumnya. Siapa yang akan menang? Akankah Yogie memenangkan balapan kali ini? Oh yang benar saja.
Tapi kemudian Elena merasakan jantungnya berhenti berdetak ketika sebuah motor berhenti tepat di hadapannya. Sial!! Itu Yogie, dan lelaki tengil itu benar-benar memenangkan balapan kali ini, yang itu tandanya ia akan kencan sekali lagi dengan laki-laki brengsek itu.
Yogie membuka penutup helmnya, kemudian mengerlingkan matanya pada Elena seakan mengejek Elena.
Elena menatap Yogie dengan kekesalan yang seakan sudah mengakar di kepalanya. Bagaimana bisa Yogie mengalahkan Andrew? Tak lama, Andrew datang dan berhenti tepat di sebelah motor Yogie.
Elena menatap Andrew dengan tatapan membunuhnya. Sedangkan Andrew sendiri seketika turun dari atas motornya lalu menuju ke arah Elena.
Andrew membuka penutup helmnya kemudian menatap Elena dengan tatapan penyesalan.
“Elena, aku minta maaf, aku-”
Elena pergi begitu saja sebelum Andrew menyelesaikan kalimatnya. Ia kesal, sangat-sangat kesal. Bagaimana mungkin Andrew bisa kalah dengan mudah oleh Yogie, dan Yogie? Astaga, laki-laki itu benar-benar sialan dengan senyuman tengilnya.
***
Malam itu juga Elena pulang dengan Yogie yang mengantarnya. Elena tidak merasakan canggung sedikitpun, yang ada ia merasa sangat kesal karena tadi Yogie mendesak untuk melakukan kencan tersebut malam ini juga.
Kencan yang berarti menyerahkaan diri sekali lagi dengan Yogie.
Oh yang benar saja. Elena tidak pernah ingin bercinta lebih dari sekali dengan lelaki asing seperti Yogie. Ya, Yogie termasuk lelaki asing untuknya.
Lelaki itu memang temannya saat SMAnya dulu, tapi Elena sama sekali tidak pernah memandang keberadaan Yogie saat itu. Yogie bukanlah siapa-siapa di mata Elena, tapi entah kenapa saat melihat Yogie malam itu, Elena merasakan darahnya seakan mendidih karena suatu gairah yang tak di mengertinya.
Apa itu karena pengaruh alkohol yang ia minum malam itu? Ya, tentu saja karena Alkohol.
Yogie menambah kecepatan laju motornya hingga membuat Elena mau tidak mau berpegangan dengan pinggang Yogie. Dengan spontan Yogie menarik sebelah tangan Elena lalu melingkarkannya pada perutnya sendiri.
“Apa yang kamu lakukan?” tanya Elena dengan ketus.
“Ingat, kamu teman kencanku malam ini.”
Dan Elena kembali terdiam. Sial!! Ia benar-benar menjadi bahan taruhan, dan betapa bodohnya ia mau melakukannya. Apa karena Yogie? Tidak!!!
***
Tak lama, mereka berhenti di sebuh hotel. Elena mengerutkan keningnya ketika Yogie tanpa canggung lagi mengajaknya berhenti di hotel tersebut.
Elena turun dan menerima ajakan Yogie untuk masuk ke dalam hotel, memesan kamar, kemudian menuju ke arah kamar pesanannya tersebut.
Ketika pintu kamar tersebut di tutup, Yogie lantas membalikkan tubuhnya untuk menghadap ke arah Elena yang sudah berdiri tepat di belakangnya.
Elena sendiri masih berekspresi datar. Ia mencoba menyembunyikan kekesalannya pada Yogie, bagaimanapun juga yang patut di salahkan bukan Yogie yang memenangkan pertandingan tersebut, tapi dirinya sendiri yang dengan mudah menerima tantangan Yogie.
Jemari Yogie tiba-tiba terulur, mengusap lembut pipi Elena dan itu benar-benar membuat Elena merasakan sebuah desiran aneh di dadanya.
Mata Elena menatap mata Yogie, seakan tidak takut dengan apa yang akan di lakukan oleh lelaki tersebut. Elena bahkan terlihat jika dirinya tidak terpengaruh sedikitpun oleh apa yang di lakukan Yogie.
“Kamu masih secantik dulu.” Entah kenapa suara Yogie tiba-tiba terdengar serak.
“Ayolah, jangan basa-basi lagi. Lakukan apa yang kamu mau lalu antar aku pulang.” ucap Elena dengan nada angkuhnya.
Rahang Yogie mengeras. Ia tidak suka Elena bersikap seperti itu padanya, seakan wanita itu tidak memikili rasa apapun padanya. Sial!! Memangnya rasa apa? Tentu saja Elena tidak akan mungkin memiliki rasa apapun padanya, tidak dulu, tidak sekarang maupun nanti.
“Tidak segampang itu, Elena.”
“Lalu?”
Yogie mendekatkan wajahnya pada wajah Elena, mengecupi pelipis Elena dengan kecupan basahnya. “Malam ini kamu harus bersikap layaknya seorang kekasih.”
Elena tersenyum miring, ia bahkan tidak menghiraukan perasaannya yang mulai sedikit terganggu dengan kedekatannya bersama Yogie. Dengan gerakan menggoda, Elena melingkarkan lengannya pada leher Yogie, kemudian berjinjit dan menggapai bibir Yogie. Melumatnya sebentar dengan gerakan menggoda.
Yogie mengerang karena ciuman singkat yang di berikan Elena. Sedikit demi sedikit Yogie mendorong tubuh Elena hingga tubuh mungil itu menempel pada dinding. Yogie menempelkan kejantanannya yang sudah menegang dari balik jeans yang di kenakannya. Oh, ia benar-benar menginginkan Elena untuk membungkus dirinya saat ini juga.
Elena melepasakan tautannya pada bibir Yogie kemudian berkata lembut di sana. “Malam ini aku memang kekasihmu, lakukan apapun yang kamu mau lalu biarkan aku pergi.”
“Kalau aku tidak akan membiarkanmu pergi, bagaimana?”
“Perjanjian tetaplah perjanjian Yogie, tatangan itu hanya kencan satu malam denganku, jadi, setelah ini anggap saja semuanya tidak pernah terjadi.”
“Oke, tapi aku mau semua dilakukan sepanas mungkin.”
“Setuju!” jawab Elena cepat.
Dan setelah jawaban tersebut, tanpa membuang waktu lagi, Yogie menyambar bibir ranum milik Elena yang sejak tadi sudah menggodanya, melumatnya dengan panas. Sedangkan jemarinya kini ssudah menangkup sebelah payudara Elena, menggodanya, mendambanya, membuat Elena mengerang dalam ciumannya
-TBC-
Pangkal paha Yogie berdenyut, mendesak-desak supaya cepat di lepaskan, tetapi, Yogie menahannya. Malam ini ia harus menikmatinya, Elena juga harus menikmatinya. Mereka melakukan hal ini dengan sama-sama sadar, dan Yogie ingin Elena merasakan betapa berharganya malam ini dengannya.Satu per satu Yogie melucuti pakaian yang di kenakan Elena, membuat tubuh seksi Elena terpampang jelas tepat di hadapan Yogie. Yogie menelan ludahnya dengan susah payah. Bagaimana mungkin Elena memiliki tubuh seindah ini? Siapa saja yang sudah pernah melihatnya? Apa si brengsek Andrew melihat tubuh Elena yang seperti ini setiap hari?Dan seketika itu juga Yogie merasakan dadanyaa terasa panas. Ia cemburu, sangat cemburu, belum lagi kenyataan jika Elena mungkin saja seorang wanita nakal, wanita yang dengan gampang menyerahkan tubuhnya untuk lelaki lain. Apa Elena wanita seperti itu?Dengan kasar Yogie kembali melumat bibir Elena, menggigitnya, seakan memberi hukuman bagi wanita itu. Sed
Dengan cepat Elena mendorong dada Yogie hingga lelaki di hadapannya tersebut menjauh.“Apa yang kamu lakukan? Bagaimana mungkin kita bercinta tanpa pengaman?!” Elena tampak sangat marah dengan Yogie.“Maaf, aku akan bertanggung jawab.”“Bertanggung jawab katamu? Walaupun aku hamil aku nggak akan mau kamu bertanggung jawab!”“Kenapa? karena aku pengangguran?” Yogie bertanya dengan nada kerasnya.Elena memejamkan matanya frustasi, ia menyadari jika perkataannya menyinggung Yogie.“Gie, dengar, ini bukan masalah tanggung jawab. Kamu tahu, kan resikonya seks bebas tanpa pengaman? Bukan karena hamil, sungguh, kalau itu yang kamu takutkan, kamu nggak perlu khawatir, aku nggak akan hamil, tapi-”“Aku bersih. Dan aku yakin kamu juga bersih.” Potong Yogie yang sudah mengerti apa yang di maksud oleh Elena.“Seyakin apa? Kamu nggak tahu bagaimana kehidupan seksu
Elena dan Yogie turun bersama ketika waktu sudah menunjukkan pukul dua siang. Keduanya sepakat menuju ke kafe terdekat untuk membicarakan perihal kesepakatan mereka.Yogie sama sekali tidak bisa mengalihkan pandangannya pada diri Elena. Oh sial!! Sebenarnya apa yang di lakukan wanita itu hingga membuatnya tidak bisa berpaling seperti saat ini?“Berhenti menatapku seperti itu atau kamu akan salah memasukkan sup itu ke dalam lubang hidungmu.” Elena berkata dengan wajah datarnya.Yogie tertawa. “Aku suka melihatmu, apa itu aneh?”“Risih.”“Apa yang membuatnya risih?”Elena menatap Yogie lalu bekata. “Kamu terlihat seperti lelaki yang menginginkan seks setiap waktu, dan aku risih melihat itu.”“Aku memang menginginkan seks setiap waktu.” jawab Yogie dengan tawa lebarnya. “Percaya atau tidak, aku sudah kembali menegang, Elena.”Elena membulatkan mata
“Kita tidak bisa melakukan itu di sini, Gie.” ucap Elena yang suaranya sudah sangat serak.“Kata siapa? Aku bisa melakukan apapun yang kumau.”“Please, tidak sekarang, tidak di sini.” Elena memohon. Yang benar saja, saat ini Elena juga sangat menginginkan Yogie, tapi demi Tuhan, mereka sedang berada di dalam ruang kerjanya yang mungkin saja sewaktu-waktu bawahannya bisa saja mengetuk pintu dan masuk.“Aku benar-benar menginginkanmu.”“Percaya atau tidak, akupun juga menginginkanmu, Gie. Tapi astaga, kita tidak bisa melakukannya di sini.”“Oke.” Yogie mengalah. “Tapi kesepakatan kita...”“Ya, aku tahu, mulai saat ini kesepakatan kita sudah berlaku.”“Jadi, kita sudah menjadi sepasang kekasih?”“Ingat, hanya saat kita berdua, kita akan bersikap seperti orang asing ketika di hadapan oraang lain.”
“Jadi... kamu memilih tetap mengenakan juba ini saat kita makan malam bersama?” Yogie bertanya dengan suara yang begitu serak. Wajahnya sudah sangat dekat dengan wajah Elena. Dengan spontan Elena mengecup singkat permukaan bibir Yogie.“Ya, aku tetap mengenakan juba ini.” tantang Elena.Jemari Yogie sudah terulur membuka ikatan juba yang di kenakan Elena, dan kini tampaklah tubuh bagian depan Elena yang polos tepat di hadapan Yogie.“Sepertinya aku akan menyantap hidangan utama terlebih dahlu.”“Sepertinya bercinta di meja dapur adalah hal yang menyenangkan.” Tambah Elena yang menyatakan setuju dengan apa yang akan di lakukan oleh Yogie.Elena mulai teregah ketika jemari Yogie mengusap lembut puncak payudaranya, sedangkan mata Yogie tidak berhenti menatap wajah Elena yang seakaan tersiksa oleh sentuhan yang di berikan Yogie.Elena mengerang ketika Yogie mulai menggoda puncak payudaranya,
Yogie terbangun dan mendapati Elena di dalam pelukannya. Ini sudah dua minggu setelah kesepakatan mereka terjadi malam itu. Semuanya berjalan sesuai dalam kesepakatan. Elena selalu bersikp seolah tak mengenal Yogie ketika keduanya tidak sengaja bertemu di tempat umum. Begitupun sebaliknya. Kenyataan jika Yogie bekerja di kantor yang sama dengan Elenapun tidak berpengaruh. Toh Yogie hanya staf biasa, mana mungkin dengan leluasa bisa menemui Elena yang berkedudukan sebagai wakil direktur di perusahaan tempatnya bekerja. Yogie menatap langit-langit kamar Elena, pikirannya seakan terbang pada masalalu, masa dimana dirinya sempat menyukai wanita yang berada dalam pelukannya saat ini. Dulu, Yogie bukanlah lelaki bajingan dengan keinginannya untuk selalu melakukan seks, Yogie bukan pria seperti itu. Dia memiliki cinta, dan dia percaya dengan kata tersebut. Yogie pernah menyukai Elena ketika SMA, tapi Elena yang populer seakan tidak pe
Malamnya...Yogie dan Elena akhirnya menghadiri pesta itu, pesta pernikahan Kezia, sepupu Yogie.Sejak tadi, jantung Elena tidak berhenti berdegup kencang, entah karena apa Elena juga tidak tahu, apa karena Yogie yang berubah seratus delapan puluh derajat dengan mobil mewah yang di bawanya? Oh yang benar saja, ini hanya mobil rental, Elena. Gerutu Elena pada dirinya sendiri.Lelaki yang kini sedang mengemudi di sebelahnya ini juga berpenampilan rapi dengan setelan hitamnya yang membuatnya terlihat bak CEO-CEO di film-film romantis maupun di dalam fantasinya ketika ia sedang membaca novel. Film Romantis? Novel? Memangnya sejak kapan kamu pernah menonton film romantis dan membaca Novel, Elena? Jangan ngaco!Akhirnya Elena hanya mampu berkali-kali menghela napas panjang untuk menenangkan dirinya sendiri.“Kamu gugup?” tanya Yogie tiba-tiba.“Eh? Kenapa aku gugup?”&ldquo
“Al... Shit, Alisha, Oh, kamu benar-benar membuatku gila.” Entah sudah berapa kali Yogie meracau ketika ia mendapatkan kenikmatan lagi dan lagi dari tubuh di bawahnya kini.“Aku tidak bisa berhenti, Al, aku tidak bisa berhenti.” Lagi, dan lagi Yogie menyebut nama itu tanpa mempedulikan sedikitpun ekspresi wanita yang berada di bawahnya.“Aku akan sampai, sial!! Aku akan sampai.” Dan Yogie kembali mengerang panjang ketika pelepasan itu terjadi.Yogie memeluk tubuh di bawahnya, kemudian berbisik di sana dengan suara seraknya.“Aku mencintaimu, Al, aku tidak bisa menghilangkan perasaan ini.”Yogie menenggelamkan wajahnya pada lekukan leher wanita di bawahnya tanpa mempedulikaan jika wanita itu kini sudah memeluk tubuh Yogie erat-erat dengan lengan rapuhnya.***Yogie membuka mata dan merasakan nyeri yang amat sangat di kepalanya. Ia mengedarkan pandangan dan menda