Elena dan Yogie turun bersama ketika waktu sudah menunjukkan pukul dua siang. Keduanya sepakat menuju ke kafe terdekat untuk membicarakan perihal kesepakatan mereka.
Yogie sama sekali tidak bisa mengalihkan pandangannya pada diri Elena. Oh sial!! Sebenarnya apa yang di lakukan wanita itu hingga membuatnya tidak bisa berpaling seperti saat ini?
“Berhenti menatapku seperti itu atau kamu akan salah memasukkan sup itu ke dalam lubang hidungmu.” Elena berkata dengan wajah datarnya.
Yogie tertawa. “Aku suka melihatmu, apa itu aneh?”
“Risih.”
“Apa yang membuatnya risih?”
Elena menatap Yogie lalu bekata. “Kamu terlihat seperti lelaki yang menginginkan seks setiap waktu, dan aku risih melihat itu.”
“Aku memang menginginkan seks setiap waktu.” jawab Yogie dengan tawa lebarnya. “Percaya atau tidak, aku sudah kembali menegang, Elena.”
Elena membulatkan matanya seketika saat mendengar bisikan Yogie. “Aku akan membatalkan kesepakatan kita kalau kamu tidak berhenti menggodaku.”
“Ayolah, kamu nggak asik.”
“Aku memang tidak asik.”
Yogie menghela napas panjang. “Oke, sekarang kita mulai kesepakatannya.”
“Kamu boleh menganggapku sebagai kekasih gelapmu saat kamu sudah benar-benar bekerja.” kata Elena dengan santai.
“Hanya itu saja? Kita tidak memiliki jadwal seks?”
Elena menganggukkan kepalanya. “Kamu boleh melakukan apapun yang kamu mau, karena aku juga membutuhkannya.”
Yogie tersentak dengan pengakuan Elena. “Kamu nggak bohong, kan? Kenapa kamu mau menjadikan dirimu sebagai hadiaah untukku? Bukankah kamu sudah memiliki Andrew?” selidik Yogie. Karena bagi Yogie ini sedikit tidak masuk akal karena Elena mau begitu saja di sentuh olehnya padahal jika di pikir-pikir wanita itu tidak memiliki keuntungan jika kesepakatan mereka terjadi.
“Bukan urusanmu, Yogie.”
“Ini menjadi urusanku, Elena. Jawab saja.”
Elena menghela napas panjang. “Karena aku butuh seks denganu, apa kamu puas?”
“Kamu tidak mendpatkannya dari Andrew? Atau, apa dia kurang memuaskanmu? Apa dia tidak memiliki ukuran yang besar?”
“Cukup Yogie?! Kamu hanya perlu tahu kalau Andrew tidak bisa memberikan apa yang ku mau, hanya itu.” Sial!! Tentu saja Andrew tidak bisa memberikan yang ia mau, Andrew hanya seorang kakak sepupu Elena yang meminta dirinya berpura-pura menjadi kekasih lelaki tersebut.
Yogie tersenyum miring. “Jadi, aku bisa memberikan apa yang kamu mau?”
Tentu saja sialan!!! umpat Elena dalam hati.
“Lupakan saja, yang terpenting, peraturannya adalah semua itu tejadi ketika kamu sudah memiliki pekerjaan. Aku hanya ingin melakukan seks di apartemenku, selalu pakai pengaman-”
“Keberatan.” Yogie menyela.
“Apa lagi?”
“Aku tidak suka pakai pengaman.” Yogie berkata dengan santai.
“Yogie, aku sudah bilang sama kamu, bukan, tentang resiko seks bebas?”
“Aku hanya bercinta dengamu, dan tidak dengan wanita lain saat kesepakatan itu terjadi.”
“Tapi bisa jadi aku bercinta dengan lelaki lain selain kamu saat kesepakatan ini terjadi, Gie.”
Rahang Yogie mengeras. Ia tidak suka kenyataan itu. “Kita akan melakukan pemeriksaan sebulan sekali jika perlu.”
“Tidak!!! Harus selalu menggunakan pengaman.”
“Terserah apa katamu.” Yogie mengalah meski sebenarnya ia sangat kesal.
“Tidak boleh mengucapkan hubungan ini di depan siapapun, tidak boleh menggunakan perasaan, dan tidak boleh mengatakan cinta dan kata-kata menggelikan lainnya.”
Yogie mengangkat sebelah alisnya. “Jika aku mengatakannya?”
“Hubungan kita berakhir.”
Yogie terdiam sebentar. “Oke, hanya itu saja?”
“Sementara hanya ini, nanti kita pikirkan yang lainnya. Dan kamu tidak perlu memiikirkan apapun kecuali mencari pekerjaan. Kalau kamu tidak mendpatkan pekerjaan dalam jangka waktu satu bulan, tidak akan ada kesepakatan di antara kita.”
Yogie tertawa lebar. “Tenang saja Honey, aku akan mengubungimu dua minggu setelah hari ini, dan kamu akan terkejut denngan apa yang aku lakukan saat itu.”
“Oh ya? Kamu terlalu percaya diri.” Yogie hanya membalas ucapan Elena dengan tawa lebarnya.
***
“Well, terimakasih sudah mengantarku sampai sini.” ucap Elena sambil melepaskan helm yang di kenakannya. Saat ini mereka berdua sudah berada di basement apartemen Elena.
“Kamu tidak mengajakku masuk?”
“Tidak! Aku sibuk, cepat pulang sana.”
Yogie tersenyum lembut. Ia kembali mengusap lembut pipi Elena dengan jemarinya. “Bolehkah aku meminta ciuman perpisahan?”
“Tidak!” tolak Elena. Elena tentu ingat ciuman perpisahan yang di berikan Yogie pagi itu dan membuatnya bingung karena perasaan aneh sepanjang siang.
“Oke, nggak masalah. Tunggu aku dua minggu lagi.” Yogie berkata dengan suara seraknya.
“Kita lihat saja nanti.”
Yogie tersenyum kemudian menyalakan kembali motornya lalu melaju begitu saja meninggalkan Elena yang terpaku menatap kepergiannya.
Elena mengusap dadanya yang kembali berdetak cepat. Kemudian ia mengusap pipinya, tempat jemari Yogie membelainya lembut. Ahhh rasanya sangat aneh, Elena tidak pernah merasakan perasaan seperti ini sebelumya, dan bagaimana mungkin Yogie dapat membangkitkan perasaan aneh pada dirinya seperti sekarang ini?
***
Dua minggu kemudian...
Elena memijit pelipisnya yang terasa berdenyut nyeri. Banyak sekali persoalan perusahaan ayahnya yang harus ia seleseikan ketika kesehataan ayahnya kini sedang mengalami penurunan.
Elena adalah anak tunggal dari keluarga Pradipta, mau tidak mau Elena harus menjadi pewaris tunggal semua aset milik Pradipta Group. Dan Pradipta Group bukanlah perusahaan kecil. Banyak sekali yang harus Elena lakukan untuk menjadikan perusahaan keluarganya lebih baik lagi dari sebelumnya.
Dan memikirkan Yogie bukanlah salah satunya.
Astaga, Elena merutuki dirinya sendiri saat ia kembali teringat lagi dan lagi oleh sosok Yogie. Sosok yang entah kenapa membuatnya menjadi bukan dirinya sendiri. Sebenarnya apa yang di lakukan lelaki itu padanya?
Ketukan pintu ruangannya membuat Elena tersadar dari lamunannya. “Masuk.” ucap Elena datar. Dan kemudian ekspresi datar dari wajah Elena tesebut berubah menjadi ekspresi shock ketika melihat siapa seorang yang masuk ke dalam ruangannya.
Lelaki itu mengenakan kemeja putih yang tampak pas di tubuh tegapnya. Mengenakan dasi berwarna hitam. Wajahnya tampak sangat tampan dengan tatanan rambut rapi tapi sedikit berantakan, senyumannya sarat akan kelicikan, dan kini lelaki itu sedang berjalan pelan menuju ke arahnya.
Itu Yogie Patama, si bajingan tengik, si maniak seks, dan juga si lelaki yang dua minggu terakhir selalu berada di kepalanya....
Untuk apa dia ke sini?
“Ibu Elena, saya di perintahkan pak Roy, atasan saya untuk mengantarkan berkas-berkas ini.” Ucap Yogie penuh penekanan.
“Pak Roy? Atasan kamu?”
Elena melirik tag name yang ternyata sejak tadi sudah tergelantung di leher Yogie.
“Kamu, kamu kerja di sini?”
Yogie tersenyum “Ya, secara teknis sejak kemarin, saya sudah resmi menjadi salah satu karyawan Pradipta Grup.”
Elena kembali membulatkan matanya seketika.
“Kamu tampak shock, kenapa? Kamu takut kalau tiba-tiba aku menginginkanmu saat ini juga di ruang kerjamu?”
“Singkirkan pikiran mesummu Yogie, kamu tidak akan pernah mendapatkan hal itu.”
Yogie menaruh sembarangan berkas-berkas yang tadi di bawanya di meja Elena, kemudian ia berjalan cepat menuju ke arah Elena, menarik wanita tersebut hingga berdiri tepat di hadapannya kemudian tanpa basa-basi lagi menyambar bibir Elena dengan ciuman panasnya.
Yogie menarik tubuh Elena hingga menempel sepenuhnya pada tubuhnya. Pangkal pahanya kembali berdenyut nyeri karena menginginkan sebuah pelepasan.
Elena meremas kemeja yang menempel pada dada bidang Yogie. Oh, lelaki ini benar-benar sangat menggairahkan, membuat Elena selalu di bayangi pikiran-pikiran erotis ketika berada di dekat lelaki ini.
Yogie melepaskan pagutannya, kemudian dengan napas terengah ia berbisik serak pada Elena.
“Aku ingin memasukimu saat ini juga.”
Elena membulatkan matanya seketika. Yogie gila!!! Dan astaga, bagaimana mungkin ia menjadi sama gilanya dengan Yogie karena saat ini ia menginginkan hal yang sama dengan lelaki tersebut?
-TBC-
“Hansel, berhenti memainkan itu, hei, hei.” Yogie masih sibuk mengurus bocah berumur satu tahun yang masih duduk dengan tenang di tempat duduk khusus untuk memberi makan bayi. Namanya Hansel Pradipta, putera pertamanya dengan Elena.Setelah melahirkan, Elena memberi Yogie wewenang untuk menamai putera pertama mereka, dengan spontan Yogie menamainya dengan nama Hansel, entahlah, ia suka saja dengan nama tersebut. Sedangkan nama belakanngnya tetap membawa nama Pradipta, karena ayah Elena ingin cucu pertamanya itu menjadi penerus keluarga Pradipta.Yogie sendiri tidak mempedulikan nama belakang putera pertamanya itu, yang pasti, Hansel adalah puteranya, dan semua orang tahu kenyataan itu.“Sayang, Stiletto aku yang warna merah di mana?” suara lembut dari dalam kamar membuat Yogie mengangkat wajahnya. Itu pasti Elena, istrinya yang kini sering kali bersikap manja padanya.“Dengar Hansel, Papa akan ke tempat mama dulu, ka
Sorenya...Elena masih setia berada dalam pelukan Yogie, kepalanya tersandar dengan santai di dada Yogie, sedangkan lelaki itu kini masih asik bermain Playstation miliknya yang memang berada di kamar Elena.“Kamu masih seperti anak kecil.” Suara Elena terdengar serak, sesekali ia menggesekkan pipinya pada dada telanjang Yogie.“Anak keci katamu? Aku sudah menghamilimu, bagaimana mungkin kamu bilang aku seperti anak kecil.” Yogie menjawab datar, sedangkan matanya masih fokus pada layar televisi di hadapannya.“Sikap dan perilaku kamu mengingatkanku dengan anak kecil, masih suka main Ps, keluyuran, kencan dan lain sebagainya, lagian, kamu yakin sekali jika kamu yang menghamiliku.”Yogie mem-pause permainannya kemudian menatap lembut ke arah Elena. “Sampai kapan kamu akan membohongiku tentang dia?” jemarinya mengusap lembut perut telanjang Elena.“
Pagi itu, entah pagi ke berapa Elena bangun dalam pelukan seorang Yogie Pratama. Setelah hari di mana Yogie melamarnya, lelaki itu berubah menjadi lelaki yang lebih baik lagi setiap harinya, menjadi calon ayah dan juga seorang pasangan ideal untuk wanita manapun. Elena bahkan merasakan jika ia seakan jatuh lagi dan lagi dalam pesona seorang Yogie Pratama.Hubungan Yogie dengan Elena kini masih berjalan di tempat hingga usia kandungan Elena kini yang sudah memasuki bulan ke sembilan. Selama itu, Yogie bahkan tidak pernah sekalipun menuntut untuk berhubungan intim dengan Elena, meski sejak hari itu Yogie sudah kembali pindah ke apartemen Elena dan tidur di sana bersama dengan Elena.Elena bahkan sempat berpikir, apakah tubuhnya yang sudah membengkak seperti saat ini sudah tidak menarik lagi untuk Yogie? Hingga lelaki itu hanya tidur memeluknya saja tanpa melakukan apapun? Entahlah.Tentang lamaran saat itu, Elena belum menjawabnya hingga saat ini. Elena masih sang
“Kamu yakin kalau kamu akan tetap bekerja hari ini?” tanya Yogie penuh perhatian. Saat ini Yogie sudah mengantar Elena tepat di depan kantor Elena. Tadi pagi Yogie sempat melihat Elena mual-mual setelah meminum susu buatannya. Yogie bahkan tidak berhenti meminta maaf karena ia pikir susu buatannya tidak enak. Dan Elena hanya tersenyum dengan sikap Yogie yang terkesan polos tersebut.“Ya, aku harus kerja.”“Kamu kan pemilik perusahaan, kamu bisa cuti hamil dari sekarang.”“Aku nggak mau manja. Bukannya kamu juga harus kerja?”“Ya, sebenarnya aku harus kerja juga, sudah berminggu-minggu aku bolos. Yongki pasti ngamuk-ngamuk.” Elena tersenyum setelah mendengar pernyataan Yogie tersebut.“Oke, sekarang pulanglah, dan kerjalah. Aku baik-baik saja.”Elena membuka sabuk pengamannya kemudian akan bangkit keluar dari mobil Yogie, tapi Yogie lebih dulu menarik lengannya kemb
Yogie mengejar Elena, tapi wanita itu sudah tak ada. Akhirnya Yogie berinisiatif menyusul Elena sampai ke apartemen wanita tersebut. Dan benar saja, ketika Yogie sampai di depan pintu apartemen Elena dengan napas yang terputus-putus karena lari, Elena masih berada di sana dan sedang sibuk memencet password pintu apartemennya.“Elena.”“Apa yang kamu lakukan di sini?”“Sudah jelas, aku mengejarmu.”“Aku tidak mau di kejar, sekarang pergilah.”“Please, maafkan aku, aku akan melakukan apapun asal kamu memaafkanku dan kembali padaku.”“Aku nggak mau, Gie. Sekarang pergilah.”“Aku tidak akan pergi, aku tidak akan meninggalkan kamu dengan bayi kita.”“Bayiku.” ralat Elena dengan spontan mendaratkan telapak tangannya pada perutnya sendiri.“Aku turut andil dalam pembuatannya.”“Sial!”
Aaron menatap gelas kecil di hadapannya yang berisi minuman beralkohol. Saat ini dirinya sedang berada di aparetemen milik Yogie. Keduanya duduk di bar milik Yogie setelah keduanya membersihkan diri dari darah-darah yang berada di wajah mereka.“Lo dulu yang mulai.” ucap Aaron kemudian.“Gue suka Elena.”“Sejak kapan?”Yogie tercenung sebentar. “Dua tahun yang lalu.”Aaron memejamkan matanya. Jadi kemungkinan besar ayah dari bayi yang di kandung Elena adalah Yogie? Selama ini Elena tidak pernah mau memberi tahu siapa ayah dari bayi yang di kandungnya. Jangan-jangan memang benar Yogielah Ayah dari bayi yang di kandung Elena.“Sejauh apa hubungan lo sama dia? Apa kalian pernah melakukan seks?” tanya Aaron tanpa sedikitpun rasa sungkan.“Hampir setiap hari kita melakukan seks.”“Sialan lo! Kalau begitu kenapa lo tidak mencurigai diri lo sendiri seb
Yogie semakin menggila. Ia bahkan sudah tidak mau bekerja lagi, semua pekerjaannya terbengkalai karena ia lebih memilih menghabiskan waktunya untuk mengikuti kemanapun Elena pergi. Bukan mengikuti secara terang-terangan, melainkan secara sembunyi-sembunyi.Ya, sejak pengakuan cintanya saat itu pada Jihan, pikiran Yogie semakin kacau. Ia sudah memantapkan diri jika ia memang jatuh cinta pada sosok Elena, tapi di sisi lain hatinya meragu. Bagaimana jika Elena menolaknya? Bagaimana jika wanita itu kini benar-benar hamil anak dari lelaki lain? Mengingat itu Yogie kembali marah.Yogie melanjutkan mengemudikan mobilnya ke arah manapun mobil Elena melaju. Saat ini ia sudah seperti seorang mata-mata yang mengikuti kemanapun targetnya melangkah.Ternyata mobil Elena berhenti di sebuah kafe, dan Yogie masih setia mengikuti wanita tersebut sedikit lebih jauh. Ternyata wanita itu bertemu dengan seseorang, lagi-lagi orang itu adalah Aaron Revaldi.Sial, benar-benar si
Elena kini sudah duduk di ujung kafe milik Jihan. Telapak tangannya menangkup secangkir cokelat hangat yang mengepul di hadapannya. Sesekali ia menatap ke arah Yogie. Yogie sendiri tampak murung dengan ekspresinya. Entah apa yang sedang di pikirkan lelaki tersebut.“Kita lupakan saja semuanya.” Setelah cukup lama berdiam diri tanpa ada yang mau memulai pembicaraan, akhirnya Elena berucap dengan datar.“Kenapa tiba-tiba bicara seperti itu?”“Aku akan kembali ke luar negeri, jadi lupakan semuanya.”Yogie tersenyum miring. “Benarkah? Kupikir kamu sedang berniat menggoda suami orang.” sindir Yogie.“Jaga mulut kamu, Yogie!”“Aku sudah tahu Elena, kamu kembali menjalin hubungan dengan Aaron, kan? Padahal kamu jelas tahu, kalau dia sudah menikah dengan Bella.”“Bukan urusanmu.” Elena berdiri kemudian bergegas pergi, tapi kemudian tangan Yogie mer
“Terima kasih kamu mau menemaniku.” lirih Elena pada sosok lelaki di sebelahnya. Itu Aaron yang kini sedang mengemudikan mobilnya.Tadi Elena memang berniat ke tempat dokter kandungan untuk memeriksakan kehamilannya, hanya saja setelah sampai di sana, Elena sangat malu karena di sana hanya ia yang sendirian, sedangkan wanita yang periksa di sana di temani oleh suami masing-masing.Dengan spontan Elena berbalik dan meninggalkan tempat tersebut. Ia juga ingin di temani dengan ayah dari bayi yang di kandungnya, tapi meminta Yogie untuk menemaninya, benar-benar tidak mungkin.Yogie terlalu sibuk dengan urusannya sendiri, lelaki itu sudah berubah dan hanya mementingkan kesenangannya sendiri, mana mungkin Yogie mau mengakui bahwa bayi yang di kandungnya adalah bayi dari lelaki tersebut.Belum lagi kenyataan jika dulu Yogie juga pernah membuat dirinya kehilangan calon bayinya, ah, saat itu Yogie pasti sengaja meminta dokter untuk menggugurkan bayinya