“Jadi... kamu memilih tetap mengenakan juba ini saat kita makan malam bersama?” Yogie bertanya dengan suara yang begitu serak. Wajahnya sudah sangat dekat dengan wajah Elena. Dengan spontan Elena mengecup singkat permukaan bibir Yogie.
“Ya, aku tetap mengenakan juba ini.” tantang Elena.
Jemari Yogie sudah terulur membuka ikatan juba yang di kenakan Elena, dan kini tampaklah tubuh bagian depan Elena yang polos tepat di hadapan Yogie.
“Sepertinya aku akan menyantap hidangan utama terlebih dahlu.”
“Sepertinya bercinta di meja dapur adalah hal yang menyenangkan.” Tambah Elena yang menyatakan setuju dengan apa yang akan di lakukan oleh Yogie.
Elena mulai teregah ketika jemari Yogie mengusap lembut puncak payudaranya, sedangkan mata Yogie tidak berhenti menatap wajah Elena yang seakaan tersiksa oleh sentuhan yang di berikan Yogie.
Elena mengerang ketika Yogie mulai menggoda puncak payudaranya,
Yogie terbangun dan mendapati Elena di dalam pelukannya. Ini sudah dua minggu setelah kesepakatan mereka terjadi malam itu. Semuanya berjalan sesuai dalam kesepakatan. Elena selalu bersikp seolah tak mengenal Yogie ketika keduanya tidak sengaja bertemu di tempat umum. Begitupun sebaliknya. Kenyataan jika Yogie bekerja di kantor yang sama dengan Elenapun tidak berpengaruh. Toh Yogie hanya staf biasa, mana mungkin dengan leluasa bisa menemui Elena yang berkedudukan sebagai wakil direktur di perusahaan tempatnya bekerja. Yogie menatap langit-langit kamar Elena, pikirannya seakan terbang pada masalalu, masa dimana dirinya sempat menyukai wanita yang berada dalam pelukannya saat ini. Dulu, Yogie bukanlah lelaki bajingan dengan keinginannya untuk selalu melakukan seks, Yogie bukan pria seperti itu. Dia memiliki cinta, dan dia percaya dengan kata tersebut. Yogie pernah menyukai Elena ketika SMA, tapi Elena yang populer seakan tidak pe
Malamnya...Yogie dan Elena akhirnya menghadiri pesta itu, pesta pernikahan Kezia, sepupu Yogie.Sejak tadi, jantung Elena tidak berhenti berdegup kencang, entah karena apa Elena juga tidak tahu, apa karena Yogie yang berubah seratus delapan puluh derajat dengan mobil mewah yang di bawanya? Oh yang benar saja, ini hanya mobil rental, Elena. Gerutu Elena pada dirinya sendiri.Lelaki yang kini sedang mengemudi di sebelahnya ini juga berpenampilan rapi dengan setelan hitamnya yang membuatnya terlihat bak CEO-CEO di film-film romantis maupun di dalam fantasinya ketika ia sedang membaca novel. Film Romantis? Novel? Memangnya sejak kapan kamu pernah menonton film romantis dan membaca Novel, Elena? Jangan ngaco!Akhirnya Elena hanya mampu berkali-kali menghela napas panjang untuk menenangkan dirinya sendiri.“Kamu gugup?” tanya Yogie tiba-tiba.“Eh? Kenapa aku gugup?”&ldquo
“Al... Shit, Alisha, Oh, kamu benar-benar membuatku gila.” Entah sudah berapa kali Yogie meracau ketika ia mendapatkan kenikmatan lagi dan lagi dari tubuh di bawahnya kini.“Aku tidak bisa berhenti, Al, aku tidak bisa berhenti.” Lagi, dan lagi Yogie menyebut nama itu tanpa mempedulikan sedikitpun ekspresi wanita yang berada di bawahnya.“Aku akan sampai, sial!! Aku akan sampai.” Dan Yogie kembali mengerang panjang ketika pelepasan itu terjadi.Yogie memeluk tubuh di bawahnya, kemudian berbisik di sana dengan suara seraknya.“Aku mencintaimu, Al, aku tidak bisa menghilangkan perasaan ini.”Yogie menenggelamkan wajahnya pada lekukan leher wanita di bawahnya tanpa mempedulikaan jika wanita itu kini sudah memeluk tubuh Yogie erat-erat dengan lengan rapuhnya.***Yogie membuka mata dan merasakan nyeri yang amat sangat di kepalanya. Ia mengedarkan pandangan dan menda
Elena masuk ke dalam kamarnya, mengunci pintu kamarnya, kemudian menghela napas panjang. Bagaimana mungkin Yogie bisa begitu mempengaruhinya? Lagi-lagi pertanyaan itu terlintas di dalam ingatannya.Elena menyapukan matanya ke seluruh penjuru ruangan dan baru menyadari jika ada yang beda di dalam kamarnya. Ada sebuah gitar di ujung ruangan, sebuah Playstation di meja televisi tepat di depan ranjangnya. Apa itu punya Yogie? Kenapa lelaki itu membawa barang rongsokannya kemari? Piki Elena.Elena kemudian menuju ke arah lemari pakaiannya, membukanya dan berakhir dengan mengumpat karena mendapati beberapa pakaian pria di sana yang di yakini Elena adalah pakaian Yogie. Elena berlari ke dalam kamar mandinya dan mendapati ada sepasang handuk, yang satu miliknya dan satu lagi Elena yakin adalah milik Yogie, begitupun dengan alat-alat mandi, Elena bahkan melihat ada alat cukur beserta creamnya.Sial!Apa Yogie berniat tinggal bersamanya? Yang benar saja.
Elena memejamkan matanya frustasi. Ia kesal karena secara tidak langsung kini Yogie sedang menggodanya. Dan tergoda oleh Yogie merupakan hal terakhir yang terpikirkan di kepala Elena. Tapi di sisi lain, Elena juga tidak bisa menolak, semakin ia menolak Yogie, maka lelaki itu akan semakin ingin tahu apa yang terjadi dengannya.Elena membalikkan tubuhnya kemudian melingkarkan lengannya pada leher Yogie. Mengecup singkat bibir Yogie kemudian berbisik di sana.“Aku akan kembali, aku tidak akan lama.”“Lalu apa yang aku lakukan saat kamu tidak ada?”“Kamu bisa berbuat apapun, berkencan dengan siapapun.”“Dan apa kamu juga berkencan dengan siapapun di sana?”“Ya, sepertinya begitu.”“Kalau kamu sudah kembali?”“Aku akan mencarimu lagi.” bisik Elena dengan pasti.Secepat kilat Yogie melumat habis bibir Elena dengan ciuman panasnya. “Kamu t
Yogie tidak berhenti menggerutu kesal. Hari ini lagi-lagi ia mendapat marah dari atasannya karena berangkat siang. Ahh jika saja bukan karena Elena, mungkin ia tak akan mau bekerja di kantor itu lagi.Mengingat tentang Elena, membuat Yogie semakin kesal. Wanita itu entah kenapa tidak segera kembali, dan itu membuat Yogie frustasi. Selama satu bulan ini Yogie menghabiskan waktunya di apartemen milik Elena, ia tentu tidak memiliki nafsu lagi untuk bermain-main di kelab-kelab malam seperti dulu, dan ia tidak tahu kenapa kebiasaan buruknya itu hilang begitu saja.Kini, rasa frustasinya itu seakan berkumpul menjadi satu di kepalanya, ia sangat merindukan Elena, menginginkan menyentuh wanita itu, dan ia frustasi karena tak dapat melakukannya. Sialan!! Elena benar-bena harus segera kembali.Yogie berjalan cepat menuju ke arah motor sportnya, menaikinya kemudian memacunya menuju ke apartemen Elena.Sampai di sebuah perempatan tak jauh dari kantor tempatn
“Kenapa ekspresimu seperti itu?” tanya Elena yang tidak nyaman saat Yogie menatapnya dengan tatapan ngerinya.“Kenapa?”“Kamu terlihat takut jika akan terjadi sesuatu denganku.”“Aku tidak takut, aku hanya sedikit shock.”“Benarkah?” pancing Elena.“Dengar, kalaupun terjadi sesuatu denganmu, aku akan tanggung jawab, pegang saja omonganku.”“Dan aku tidak mengharapkan tanggung jawabmu.”“Elena.”“Aku tidak akan hamil!” pungkas Elena sambil bengkit menuju ke arah kamar mandi. Secepat kilat Yogie ikut bangkit lalu meraih pergelangan tangan Elena.“Kalau begitu, kita bisa mengulangi hal panas tadi sekali lagi.”Elena membulatkan matanya seketika. “Tidak!”Yogie mendekat, seakan mencoba mengenyahkan pikiran erotis yang menari-nari dalam kepalanya saat menyadari jika mereka
Siangnya.Elena tidak berhenti meringis kesakitan, kram di perutnya semakin menjadi membuatnya tidak bisa berkonsentrasi pada pekerjaannya. Beberapa kali ia menghentikan aktivitasnya di balik meja kerjanya dan memilih bersantai sebentar di sofa panjang di dalam ruangannya, tapi kemudian kram itu kembali muncul ketika ia bangkit dan duduk kembali di balik meja kerjanya.Oh, apa yang sebenarnya terjadi? Elena kemudian bangkit dan akan bergegas ke rumah sakit terdekat, tapi rencananya itu gagal saat tiba-tiba pintu ruangannya di buka dari luar menampilkan sosok yang tidak ingin ia temui.Yogie, mau apa lelaki itu ke ruangannya?“Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Elena dengan nada tajamnya.“Makan siang.” jawab Yogie cuek.Elena mendengus sebal. “Kenapa kamu jadi super menyebalkan seperti ini?”“Menyebalkan? Apa yang membuatku menjadi sosok yang menyebalkan?”“Perhatian sial