Share

BAB VI

Maria berjalan tanpa arah dan tujuan menjauhi rumah Reyhan. Dia hanya ingin berjalan sebisa dan sejauh yang dia mampu. Air mata di pipinya terus mengalir. Tubuh sempurna itu sekarang berubah menjadi orang paling tidak berdaya. 

Setelah berjalan cukup jauh, Maria duduk di halte bus, dia tidak sanggup lagi meneruskan langkah kakinya. Dia tampak mengambil ponsel dari kantongnya. Dia mencari nama seseorang. Dia mencari nama papanya. Papanya akan selalu menjadi tempat dia kembali sejauh apapun langkah kaki Maria membawa dirinya. 

"Pa... Huaaaa..." Tangis Maria pecah, Maria tidak peduli lagi dengan tatapan orang-orang di sekelilingnya yang penuh dengan tanya tanya dan rasa penasaran. 

"Kenapa sayang? Ini papa baru sampai kantor. Tadi sebelum berangkat kerja, papa cek ke dalam kamar, kamu tidak ada. Papa bertanya sama pak Heri katanya kamu pergi ke rumah Reyhan. Sekarang kok putri papa menangis? Ayo cerita sama papa." Terdengar kekuatiran dibalik suara itu. 

"Pa, Maria mau mati. Maria gak sanggup lagi. Pa Maria butuh papa sekarang. Dada Maria sakit pa, sakit banget." Jawab Maria sambil meremas baju di dadanya. 

"Maria, kamu dimana sayang? Papa sekarang datang ya. Bilang aja sekarang putri papa dimana? Ayo sayang jawab papa bilang Maria dimana?" Kekuatiran Brema semakin memuncak mendengar suara tangis pilu putri kesayangannya itu. 

Maria akhirnya memberitahukan alamatnya sekarang pada papanya. Hanya papanya sekarang yang bisa Maria andalkan. 

Sementara itu, tidak jauh dari tempat Maria duduk tampak seorang pria muda mengawasi Maria. Matanya tidak berhenti memandang Maria yang sedang putus asa itu. Dia ingin sekali memeluk tubuh yang hatinya sedang hancur oleh kelakuan yang diperbuatnya. 

Reyhan takut Maria berbuat hal nekat jika dirinya mendekati Maria. Hati Reyhan juga sekarang ikut hancur. Reyhan sadar, hari ini hubungan mereka akan segera berakhir. Tidak akan pernah bisa diperbaiki lagi. Mereka dulu pernah berjanji tidak akan ada penghianatan di dalam hubungan yang telah mereka bina bertahun-tahun itu. Ternyata hari ini Reyhan melanggarnya. Walaupun sebenarnya Reyhan dijebak dengan minuman yang dicampur pil tidur oleh mamanya. Tapi Maria tidak akan percaya itu. 

Sebuah mobil mewah berwarna putih berhenti tepat di depan Maria. Ternyata itu papanya dengan pak Heri. 

"Putri papa kenapa? Siapa yang udah menyakiti putri papa? Siapa?" Tanya Brema sambil memeluk tubuh putrinya yang tidak berdaya itu. Maria tidak berhenti menangis. 

"Reyhan pa Reyhan. Dia tidur dengan wanita lain. Maria disuruh datang ke rumahnya hanya untuk melihat mereka tidur bersama setelah melakukan hubungan badan." Tangis Maria semakin keras, membuat siapa saja yang mendengarnya ikut merasakan sakit yang Maria alami. Hati Maria tidak ingin percaya tapi matanya sudah melihat. 

"Kurang ajar." Brema menggertakkan giginya. Raut kemarahan dapat dilihat dengan jelas dari wajahnya. Brema belum pernah melihat putrinya sesedih ini kecuali saat almarhumah mamanya meninggal. Sudah sangat lama sekali. 

Tubuh Maria lemas, Maria terjatuh dipelukan papanya. Papanya spontan menggendong masuk ke dalam mobil. Reyhan yang menyaksikan dari jauh ingin sekali berada di dekat Maria. Dia mengutuk dirinya sendiri. Dia menyalahkan dirinya yang pengecut itu.

"Maria bangun sayang, papa disini menemani Maria. Ada papa sayang, putri papa harus kuat. Papa akan balas perbuatan mereka. Papa janji. Tapi Maria tidak boleh sakit. Bangun sayang." Papa Maria mulai menangis melihat penderitaan putrinya. Jika boleh memilih, papa Maria ingin menggantikan posisi Maria. Hati siapa yang tidak terluka melihat anak perempuan satu-satunya disakiti oleh pria lain sedangkan papanya sendiri memperlakukan Maria seperti seorang putri yang tidak boleh disakiti siapapun. Brema menyayangi Maria melebihi hidupnya sendiri. 

Bahkan pak Heri yang dari tadi bawa mobil pun diam-diam ikut menangis. Dia menyesal tidak menunggu Maria tadi. 

***

Setelah Maria sadar, dia telah berada di kamarnya. Maria tidak ingat sudah berapa lama dia pingsan. Maria menoleh kearah papanya yang dari tadi gelisah menunggu Maria. Maria juga melihat dokter keluarga mereka sedang memeriksa dirinya. Mama sambungnya juga berdiri di sampingnya dengan wajah penuh kekawatiran. 

"Maria, kami udah bangun sayang? Bagaimana keadaan putri saya dok?" Tanya papa Maria saat melihat Maria membuka matanya. 

"Putri bapak mengalami syok berat. Otaknya tidak bisa menerima kejadian yang menimpa putri bapak sehingga tekanan darah putri bapak turun drastis." Jelas dokter. 

"Ya Tuhan Maria." Jerit Brema sambil menggenggam tangan putrinya kesayangannya itu. 

"Sekarang sudah baikan pak. Asal Maria banyak istrahat aja. Kalau gitu saya permisi pulang dulu pak. Maria, kamu harus tetap semangat, jangan sampai penyakitmu makin parah ya. Banyak minum vitamin dan jangan lupa untuk makan obat." Saran dokter sekalian pamit pulang. 

"Makasih ya dok, hati-hati di jalan." Ucap Brema tetapi Maria tetap diam tidak menanggapi omongan dokter langganan keluarganya itu. 

Setelah dokter tersebut beranjak pergi, Maria kembali menangis. Dipikirannya masih tetap kejadian tadi pagi. Maria ingat jelas bagaimana Aila memeluk Reyhan dan tidur didada pria yang sangat dicintai oleh Maria. Sekarang Maria sangat membenci Reyhan. Maria benci penghianatan. 

"Sayang udah ya nangisnya." Ucap mama Maria sambil menghapus air mata dipipi Maria. Dari pertama kali mamanya datang ke rumah ini, dia belum pernah melihat Maria serapuh sekarang. Ini benar-benar bukan seperti Maria sebelumnya. 

"Iya sayang, udah ya. Ada papa sama mama yang selalu di samping Maria. Kami akan selalu mendukung Maria. Orang jahat seperti Reyhan itu tidak cocok sama putri papa yang cantik ini. Sekarang kamu makan ya sayang. Dari tadi pagi kamu belum ada makan." Bujuk papa Maria sambil menyodorkan sendok ke mulut Maria. 

Maria menolak dengan menutup mulutnya. Air matanya belum berhenti keluar. Matanya indahnya sekarang bengkak, hanya kesedihan tersorot dari bola matanya. Dia menidurkan badannya dan memilih bersembunyi dibalik selimut. 

"Yaudah sayang, nanti kalau kamu udah tenang panggil papa ya. Biar papa nyuapi kamu makan." Papanya mengalah. Brema menghela nafasnya yang berat. Dia menatap ke langit-langit kamar Maria untuk menahan air matanya supaya tidak terjatuh. Brema dan istrinya meninggalkan kamar Maria. Mereka ingin membiarkan Maria sendiri dulu supaya hatinya bisa tenang. 

Setelah papa dan mamanya bergegas pergi dari kamar Maria, ponsel Maria berbunyi. Dia melihat nomor baru terpampang di layar HP Maria. Dia tidak ingin mengangkatnya. Tapi nomor baru itu tidak menyerah. Akhirnya Maria menekan tanda berwarna hijau di layar ponselnya.

"Gimana Maria? Kamu udah yakin aku punya hubungan dengan Reyhan? Aku sudah peringatkan kamu kan? Sekarang kamu bisa menyaksikannya sendiri. Mama Reyhan juga sangat setuju dengan hubungan kami. Mama Reyhan juga tau kok tadi malam kami tidur bareng. Kurang bukti apa lagi coba? Dan kami juga secepatnya akan tunangan dan akan segera menikah. Hahaha...." Ternyata itu adalah Aila. Aila ingin lebih menyakiti Maria lagi. Dada Maria sesak lagu, dia langsung mematikan sambungan teleponny. Dia tidak ingin mendengar kata-kata Aila lagi. Maria tidak sanggup berkata apa-apa selain semakin menangis. 

Maria mencari nama Reyhan di ponsel miliknya. Maria mencoba menghubungi kekasih yang akan jadi mantannya itu. Dan ternyata diangkat oleh Reyhan. Reyhan juga sudah menunggu telepon dari Maria. Reyhan rindu gadis itu walaupun tadi Reyhan melihatnya. 

"Reyhan, kamu jahat banget. Ternyata rencana kalian sudah jauh kedepan. Kamu membohongi aku dengan kata cintamu. Kalian udah mau tunangan kan? Salahku sebenarnya apa Rey? Apa aku pernah mengeluh di dalam hubungan kita? Apa aku pernah menyakiti hatimu? Kemarin saat pertama Aila datang hatiku udah sakit banget Rey dan ini beribu-ribu kali sakitnya. Kamu sudah puas Rey? Mungkin sekarang kamu sedang tertawa bahagia melihat aku menderita seperti ini. Supaya kamu lebih bahagia lagi, aku akan pergi selamanya dari kehidupan ini." Suara Maria sudah hampir habis. Air matanya sudah mengering. Maria terlalu banyak menangis hari ini. 

"Halo Maria, halo.. Jangan nekat Maria. Kamu tidak ada salah apa-apa. Aku yang salah Maria. Sekarang kamu tenang ya. Tolong dengarkan aku sayang." Reyhan terdengar panik dengan ucapan Maria. Dia tau Maria orang yang nekat. Tapi telepon sudah duluan ditutup oleh Maria sebelum Reyhan selesai berbicara. 

Reyhan semakin panik. Dia mencoba menghubungi balik, tapi nomor Maria sudah nonaktif. Mau tidak mau Reyhan harus menghubungi nomor telepon rumah Maria. 

"Halo, dengan siapa?" seseorang terdengar menjawab. 

"Ini Reyhan pak." Jawab Reyhan. 

"Masih berani kamu telepon kesini setelah apa yang kamu lakukan? Non Maria tidak mau angkat telepon dari kamu." Ternyata itu adalah pak Heri. Pak Heri langsung mematikan teleponnya. Reyhan tidak menyerah, dia terus mencoba walaupun diabaikan. 

Karena merasa ribut, Brema keluar dari kamarnya. 

"Siapa pak?" Tanyanya. 

"Reyhan tuan." Jawab pak Heri pelan. Dia takut tuannya itu marah. Benar saja, Brema langsung menyambar telepon itu. 

"Berani-beraninya kamu hubungi ke rumah ini lagi ya. Kamu itu sangat tidak tau diri." Brema sangat marah. Mungkin jika Reyhan ada di depannya sekarang, Brema akan membunuhnya. 

"Om maaf om. Saya cuma minta tolong cek Maria sekarang juga." Suara Reyhan memelas. 

"Kamu tidak usah suruh-suruh saya. Setelah kamu menyakiti hati anak saya, sekarang kamu sok peduli." Nada suara Brema makin kuat, sampai jantung pak Heri pun ingin copot rasanya. 

"Maaf om, saya takut terjadi apa-apa dengan Maria. Tadi dia mengancam ingin mengakhiri hidupnya." Suara Reyhan seperti menahan tangis. 

Brema kaget, dia langsung melemparkan telepon itu dari tangannya. Dia berlari ke kamar putrinya dengan kecepatan sebisa yang dia mampu. Pak Heri juga terlihat berlari di belakang Brema. 

"Maria buku pintunya. Ini papa sayang, tolong buka pintunya." Brema memohon dengan putus asa. Tidak ada sahutan dari kamar Maria. Tanpa berpikir panjang Brema langsung mendobrak pintu kamar Maria. Pak Heri sempat kaget karena tiba-tiba tuannya memiliki kekuatan seperti itu dan wajah panik tuannya terlihat sangat kuat. 

"Maria....!!!!" Brema menjerit histeris setelah Brema mendobrak pintu kamar Maria. 

Bersambung... 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status