Share

BAB 10

BAB 10

“Selamat datang, Non!” ucapnya sambil membungkuk menghormatiku. Aku melirik sekilas ke arah Bu Herman yang masih memegang uang beberapa lembar yang kuberikan. Aku melambaikan tangan padanya. Kulihat wajah wanita itu merah padam melihat perlakuan para penjaga rumah ini kepadaku. Apakah dia curiga siapa aku sebenarnya, entahlah?

Aku bergegas masuk ke dalam rumah setelah menyapa para penjaga. Kulihat rumah masih sepi, mungkin para ART sedang beristirahat di taman belakang. Biasanya setiap pukul sepuluh pagi mereka akan istirahat dan menikmati camilan-camilan atau sekedar minum teh atau kopi yang memang sudah disediakan.

Aku langsung menuju kamar utama. Kamar yang terpisah sendiri dan memiliki balkon yang cukup luas. Aku bergegas ganti pakaian menggunakan pakaian yang sudah disiapkan oleh ibu Mertuaku. Semenjak aku menikah dengan putranya, ibu mertuaku melarang aku memakai pakaian yang berkualitas rendah. Buka napa-apa katanya. Istri itu cerminan suaminya.

Aku membaringkan tubuhku di Kasur empuk ukuran king size bed. Menyalakan AC dan menarik selimut tebal untuk menutupi tubuhku. Bahkan aku lupa jika aku belum makan siang. Namun deringan telepon rumah membuatku terhaga seketika.

Dengan mata yang masih menempel berat aku meraih gagang telepon.

Hallo!” kudengar suara Sindi dari seberang telepon. Rumah utama ini memasang telepon Telkom dan di setiap kamar ada satu unit pesawat telepon yang bisa terhubung hanya dengan kode extention.

“Apa Sin?” Aku mengenali suaranya tanpa harus membuka mata.

Ta, eh Non. Ada Nona Elisa mau ketemu Nyonya. Sudah saya bilang gak ada tapi dia memaksa naik ke atas!” ucapnya seperti ketakutan.

“Oh, ya, udah biar saya yang temui dia!” ucapku sambil menutup gagang telepon.

Aku duduk di tepi tempat tidur. Sebenarnya hatiku merasa gentar bertemu dengan selebritis papan atas seperti Elisa. Bagaimanapun terkait kecantikan dan kemodisan aku jauh di bawahnya. Begitupun tinggiku yang tidak sampai seratus enam puluh senti.

Namun aku pun penasaran menatap wajah aslinya. Apakah memang secantik tampilannya di layar kaca. Dia bukan hanya model majalah tapi juga termasuk dalam jajaran aktris terkenal Indonesia.

Aku mengambil pashmina instant. Berjalan dengan ragu menuju pintu. Sebetulnya hati berharap jika wanita itu sudah pergi dari sini.

Suara derit pintu menyaksikan kegundahan hatiku. Kepalaku menyembul dari kamar utama. Tatapan mataku langsung menuju kamar ibu mertuakau yang berseberangan terhalang oleh satu ruang keluarga.

Ah, wanita itu benar ada. Untuk pertama kalinya aku melihatnya secara langsung. Tubuhnya tinggi semampai. Kulitnya mulus dan putih. Rambutnya tergerai sebahu dengan model terbaru. Aku mengatur napas dan meredam degup jantung yang seolah berlarian. Ucapan supir pengemudi online kembali terngiang-ngiang.

“Nona Elisa itu kekasih pertama Tuan Muda Ashraf. Cuma memang akhir-akhir ini dikabarkan renggang karena adanya pihak ketiga!”

Wanita itu menoleh ke arahku. Kenapa aku menjadi berdebar seperti ini. Aku tidak merebut apapun. Hanya karena mendengar jika dia kekasih pertamanya suamiku dulu kenapa aku menjadi merasa insecure. Aku memantapkan hati untuk menyapanya.

“Nona, sedang apa di sana? Jika mencari Ibu Mertuaku, dia tidak ada!” ucapku akhirnya bisa berbicara dengan lantang. Padahal jari jemari ini sudah keringatan.

Wanita itu berjalan dengan anggun menghampiriku. Dia menatapku dari atas ke bawah dengan mata memicing kemudian tertawa.

“Ya ampuuun! Ashraf … jangan sampai seluruh dunia menertawakanmu dengan memilih wanita seperti ini sebagai penggantiku! Kamu suka main-main rupanya!” ucapannya seolah ditujukan pada dirinya sendiri tetapi aku tahu dia sedang merendahkanku.

“Mbak! Kamu yakin bisa bertahan dari ejekan media dengan berani menikahi seorang konglomerat muda yang kaya raya dengan tampilanmu yang kampungan seperti ini?” Dia menyilangkan tangannya di dada. Satu sudut bibirnya tersenyum merendahkanku.

“Heyyy! Nona … awalnya aku sangat kagum pada setiap tampilan dan pemberitaanmu di media. Namun ternyata sangat berbeda jauh dengan aslinya,” ucapku. Rasa gugup yang tadi mendera perlahan bergeser oleh rasa kesal dengan kalimat hinaan yang terlontar dari bibir indahnya.

“Nyalimu cukup besar ternyata! Tapi nyali besar saja tidak cukup … asal kamu tau, Ashraf hanya menjadikanmu pelarian! Jika aku menariknya kembali ke dalam pelukanku! Dengan gampangnya gadis sepertimu akan segera di singkirkan!” ucapnya.

“Tidak akan, suamiku sangat mencintaiku! Apalagi kami telah melewati malam-malam yang indah bersama! Dia menginginkanku bukan dirimu!” ucapku dengan tangan yang turut berlipat di dada dan mata menantang ke arahnya.

“Cih! Lihat saja nanti! Berapa lama Ashraf akan mempertahankanmu sebagai istri! Bisa jadi dia hanya ingin mencicipi rasa yang berbeda karena sudah terbiasa bermain denganku! Asal kamu tahu, kepiawan Ashraf di ranjang itu aku yang mengajarinya! ” ucapannya membuatku mual.

“Kalau tidak ada lagi keperluan silakan meninggalkan rumah suamiku!” Akhirnya aku sudah tidak tahan dengan sikap tamu yang ternyata sangat kurang ajar itu.

Dengan wajah menahan amarah dia melenggang pergi. Wanita yang sebetulnya kembali menggoyahkan keyakinanku akan pernikahan ini.

Aku kembali masuk ke kamar dan menjatuhkan tubuhku di atas dipan. Kedua telapak tanganku menutup wajahku. Aku mencoba menghapus bayang-bayang wanita menyebalkan itu. Aku hendak mencoba tidak peduli seperti aku tidak mempedulikan saudara-saudara sepupuku.

Namun ini berbeda. Hatiku seolah terbakar setiap kali terngiang ucapannya. Apakah dulu suamiku pernah tidur seranjang dengannya? Kenapa hatiku sakit dan pedih sekali Ya Tuhaan! Seandainya dia bukan Tuan Muda Ashraf mungkin sekarang aku sudah menelpon dan mencecarnya dengan rentetan pertanyaan.

Panas dan sesaknya hati semakin menjadi. Akhirnya aku memutuskan untuk keluar dari kamar. Berharap bertemu Rani atau Sindi untuk sekedar mengobrol. Namun ketikaku berada di pertengahan anak tangga. Aku melihat siluet wanita itu baru keluar dari pintu depan dengan Sindi yang terlihat begitu manut kepadanya.

Apakah tadi itu Sindi bekerja sama dengannya agar aku bertatap muka langsung dengan Elisa. Apakah mereka berdua yang bekerja sama untuk menerorku selama ini?

Aku sudah hendak memutar tubuhku kembali ke atas Ketika suara seseorang memanggilku.

“Permisi, Nona!”

Aku menoleh melihat sosok lelaki gemulai yang dulu merias wajahku Ketika hari pernikahan. Dia juga yang dipercaya suamiku untuk membuatkan gaun untuk acara resepsi nanti.

“Ya, Mike! Kenapa datang sekarang? Suamiku baru pulang beberapa hari lagi!” ucapku sambil menatap alis tipisnya yang melengkung seperti cerulit untuk perang.

“Justru itu Sis! Ayo kita ukur dulu buat gaunmu! Nanti suamimu datang semua sudah dalam pengerjaan! Kamu tahu sendiri kan selera Ashraf yang haru perfecto!” ucapnya sambil melambaikan tangan ke arahku.

Aku menapaki anak tangga satu persatu. Namun tiba-tiba kakiku menginjak sesuatu yang licin dan membuatku hilang keseimbangan.

“Awww!”

“Sisy!”

Mike berlari ke arahku. Beruntung aku bisa meraih pegangan tangga. Tuhan masih melindungiku.

“Sisy, kamu gak apa-apa?” tanyanya.

“Aku hanya sedikit terkilir!” jawabku sambil meringis melihat kakiku yang sedikit membengkak.

“Ayo kubantu ke kamar!” Mike hendak membopongku.

“Tidak, Mike! Nanti jadi fitnah! Panggilkan saja Rani dan Sindi untuk memapahku!” ucapku.

“Oke, kamu jangan kemana-mana! Tapi kamu tetap harus jadi ukur untuk pembuatan gaun! Aku tidak mau uang bonusku dipotong suamimu yang kejam itu!” ujar Mike sambil berlari memanggilkan Rani dan Sindi.

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Wiwi Adja
boros banget baca disini. mendingan beli novel di gr*****a jauh lebih murah
goodnovel comment avatar
Fareez AkuMu
seperti nya Ada rencana jahat
goodnovel comment avatar
Agung Putra
menarik sih...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status