Share

Chapter 7

"Kau hanya perlu sedikit berusaha lagi. Mereka pasti akan menyukaimu." [Mariam]

_____

"Hai kamu, yang bawa boneka!"

Mendengar suara ganjil yang berasal dari belakang, dengan cepat Ray dan David membalikkan badan dan melihat siapa orang ganjil itu.

Seorang siswi berdiri di belakang keduanya dengan tatapan mengejek berhasil membuat Ray geram. Ray memperhatikan penampilannya dari atas sampai bawah. Lebih baik dari pada Vibi Kudanil di kelasnya.

Rambut panjang hitam yang diuraikan, make up natural, serta postur tubuh yang terbilang ideal. Tapi satu yang sangat mencolok adalah gadis itu menggunakan tas berwarna pink dengan gambar kuda pony di depannya.

"Ppfftttt!"

Ray berusaha mati-matian menahan tawanya sehingga Ray terpaksa berhenti setelah mendapatkan tatapan tajam dari pemiliknya.

"Apa yang lucu?" tanyanya.

"Engak, lupakan." balas Ray dengan santai.

Gadis itu berjalan lebih mendekat ke arah Ray, semakin mendekat sehingga tidak ada jarak di antara mereka. Setelah itu, dia berjinjit menyamakan tinggi tubuhnya dengan tubuh Ray.

Pandangan keduanya bertemu. Kalau gadis itu menatapnya dengan tatapan berbinar, lain halnya dengan Ray. Ray membalas tatapannya dingin, tidak bersahabat.

"Masih ingat aku?" tanyanya.

Merasa kesal, Ray menyodorkan creepy dollnya di depan wajah si gadis sehingga membuatnya terkejut dan jatuh terduduk.

"Aww." ringisnya.

David dengan cepat membantu gadis itu berdiri sedangkan Ray tak mempedulikannya dan lebih memilih untuk meninggalkannya.

"Kejam banget sih." gerutunya.

"Memangnya kenapa? Ada perlu apa?" tanya Ray tak senang.

Bukannya berhenti, gadis itu melakukan hal yang sama tapi kali ini dia mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Sesuatu yang membuat Ray merasa tak peduli sama sekali.

"Masih ingat ini?"

Ray membulatkan kedua bola matanya, dompet berwarna pink. Iya, Ray masih ingat. Baru saja Ray ingin meraihnya, dompet pink itu sudah ditarik si pemiliknya.

"Bagaimana? Masih ingat?" tanyanya.

Ray menganggukkan kepalanya, "Iya, kamu Vara kan?" tanya Ray yang membuat gadis yang dipanggil Vara itu bersorak meloncat kegirangan.

"Ternyata kamu masih ingat sama aku!" ujarnya sembari memeluk erat leher Ray.

"Hei apa yang kau lakukan? Lepaskan aku."

Ray berusaha melepaskan pelukan Vara yang melingkar erat dilehernya membuatnya terpaksa melepaskan pelukannya. Sedangkan David menahan senyumnya.

"Aku duluan ya."

David pergi meninggalkan keduanya membuat Ray ingin ikut mengejarnya tapi Vara sudah terlebih dahulu menahan ransel tasnya.

"Eh mau kemana?" tanya Vara.

"Ya mau pulanglah. Lepasin, David udah pergi dulu."

"Memangnya kenapa? Takut pulang sendiri?" tanya Vara dengan nada mengejek.

Mendengar Vara mengejeknya membuat Ray merasa tidak senang dan melepaskan tangan Vara dari tas ranselnya.

"Siapa bilang aku takut." elak Ray berusaha bersikap tenang.

Vara melipat kedua tangannya didada menatap remeh ke arah Ray, "Kamu bisa pulang nanti, sekarang ayo ikut bersamaku."

"Mau kemana?" tanya Ray saat Vara menarik tangannya.

"Ikut aja."

Ray pasrah saja membiarkan Vara menarik tangannya. Entah kemana anak itu akan membawanya.

*******

Diruangan yang megah dengan cat putih dipadukan dengan warna emas memberikan kesan elegan dan mewah kepada pemiliknya.

Seorang pria berdiri di depan balkon di belakang meja kerjanya, melihat pemandangan kota dari atas bukit.

Pandangannya jatuh kepada satu bangunan, bangunan dimana anaknya yang sangat susah diatur berada.

Tiba-tiba terdengar pintu terbuka dan terdengar langkah sepatu hells yang menggema di dalam ruangan.

Pria itu berbalik, melihat siapa yang datang. Sorot matanya yang tajam membuat lawan menghentikan langkahnya.

Bryan, menatap tajam ke arah Mariam membuat Mariam kesusahan meneguk salivanya.

"Ada apa Tuan Bryan memanggilku kemari?" tanya Bryan.

Bryan berjalan duduk di atas kursi kebesarannya, "Aku hanya khawatir kepada Ray saja."

Mariam tak mengerti. Mariam berusaha menyimak apa yang dikatakan Bryan tapi rasanya nihil. Ucapan pria di depannya sangat ambigu. Kalau sedang khawatir atau rindu kepada Ray kenapa tidak bertemu dengan Ray saja.

"Tapi, kenapa Tuan Bryan memanggil saya kalau Tuan sangat mengkhawatirkan Tuan muda?" tanya Mariam.

"Kau tau, diluar sana banyak yang menginginkan kehancuranku. Aku berusaha semaksimal mungkin untuk mengalahkan mereka tapi sekarang aku sadar, umurku sudah tidak muda lagi."

Mariam tetap tenang, menunggu lanjutan ucapan Bryan dengan sabar.

"Kau tau, selain Roy aku juga sangat menyayangi Ray tapi aku tidak pandai mengekspresikan itu. Nisa dan Wilda sangat membenci Ray. Aku tau, Ray sangat menyukaimu bahkan dia juga sudah menganggapmu sebagai Ibunya."

Mendengar kalimat terakhir Bryan membuat Mariam terkejut. Mariam tidak menyangka itu akan terjadi. Yang Mariam tau, Ray selalu mengacuhkannya. Berbicara hanya sesuatu yang penting saja. Bercanda pun sangat tidak asik dengan dirinya yang kaku.

Mariam berusaha mengontrol ekspresi terkejutnya, "Saya tau itu Tuan, dan saya -"

"Aku tidak ingin dia salah memilih."

Tubuh Mariam seketika menegang. Mariam berusaha mengontrol semuanya tapi rasanya tatapan tajam Bryan mengalahkan semuanya.

"Apa maksud Anda, Tuan?" tanya Mariam memberanikan diri.

"Tidak ada. Kau begitu baik dan peduli kepada Ray dan hampir saja peranku sebagai Ayah hilang dari ingatan Ray."

Mariam merasa tersinggung dengan apa yang dikatakan Bryan seolah-olah mengatakan kalau dalang dari semua itu berasal dari dirinya.

Dengan tegas, Mariam berusaha membela diri. "Maaf Tuan. Anda menyakiti perasaan saya. Anda berkata seperti itu seolah-olah saya sudah mencuci otak anak Anda. Asal Anda tau Tuan, saya sampai kenyang melihat penderitaan yang dialami anak Anda. Dia selalu menangis sepanjang malam karena Anda dan sekarang Anda mengatakan kalau saya menjauhi Anda dari anak Anda?" ujar Mariam nyaris berteriak.

Mariam mengatupkan kedua tangannya memohon kepada Bryan, "Saya tidak terima diperlakukan seperti ini Tuan. Saya sudah 10 tahun lamanya bersama Tuan muda dan saya yang selalu menemani kesehariannya. Saya ingin Anda menarik ucapan Anda sekarang!"

Tidak ada jawaban, hanya tatapan dingin nan menusuk yang didapatkan Mariam.

Malihat hal itu, Mariam menjatuhkan kedua tangannya dan menganggukkan kepalanya lemah.

"Kalau begitu saya permisi, Tuan." pamit Mariam.

Mariam berjalan meninggalkan Bryan dengan langkah gontai. Merasakan lututnya yang terasa lemas.

"Maaf kalau ucapanku menyakitimu."

Mariam berhenti mendengar ucapan permintaan maaf dari Bryan tapi Mariam berusaha untuk tidak membalikkan tubuhnya. Rasanya sangat malas melihat wajah si tua Bryan itu.

"Aku harap kau bisa menjaga anakku dengan baik. Jadilah peran yang selama ini dia impikan karena peran itu jatuh kepadamu, dia yang memilihnya."

Mariam tersenyum menganggukkan kepala, "Tenang saja Tuan, saya akan menjaga Tuan muda."

Mariam melangkah, tapi kali ini langkahnya berhenti dan sangat berat setelah mendengar ucapan Bryan yang terasa seperti ancaman baginya.

"Aku tidak ingin Rey keluar saat ada sesuatu yang tidak beres menurutnya."

*******

Sejenak Ray melupakan David, si teman culunnya.

Malam ini Ray pergi ke pasar malam bersama Vara. Awalnya Ray menolak mengira Vara akan menjebaknya atau menculiknya tapi siapa sangka sekarang Ray ketagihan.

Mata Ray berbinar kagum. Ini pertama kali pergi ke tempat seramai ini. Ada banyak lampu berwarna warni, permainan aneh dan seru, makanan enak, pertunjukkan, dan hadiah lainnya.

Melihat Ray yang terkagum-kagum membuat Vara menahan tawanya, "Bagaimana? Sudah ku bilang bukan. Kau akan menyukainya." ujar Vara.

Ray menganggukkan kepalanya dengan semangat, "Kau benar. Ini sangat menyenangkan!"

"Mau coba itu?" tanya Vara.

"Ayo."

Tanpa henti Ray dan Vara mencoba permainan yang tersedia di pasar malam mulai dari Komidi Putar, Roller Coaster, dan Kora-kora. Bahkan saat mereka memasuki rumah hantu yang paling seram adalah creepy doll milik Ray karena beberapa hantu disana terkejut melihatnya membuat Ray dan Vara tertawa terbahak-bahak.

"Aku sangat lelah." rengek Ray.

"Kalau begitu ayo kita beli minuman dulu."

Setelah mengantri panjang minuman, akhirnya Ray dan Vara dapat mengistirahatkan tubuhnya. Rasanya sangat melelahkan tapi tak bisa dipungkiri bahwa Ray sangat menikmati ini.

"Apa ini pertama kalinya kau pergi ke sini?" tanya Vara.

Ray hanya bisa menganggukkan kepalanya sembari tetap fokus meminum minumannya.

"Apa orang tuamu tidak marah kalau kau pergi tanpa meminta izin dulu?" tanya Vara merasa bersalah.

"Tidak, mereka tidak akan marah." balas Ray.

Vara hanya bisa mengangguk saja sembari mengedarkan pandangannya ke arah lain. Tapi entah kenapa, Vara lebih tertarik melihat Ray. Rasanya Ray seperti anak yang baru dilahirkan.

"Ngomong-ngomong kau sekolah dimana?" tanya Ray menatap Vara.

Vara menjadi salah tingkah, dengan cepat Vara menjauhkan wajahnya dan menatap ke arah lain karena terciduk melihat Ray.

"Ya, kita kan satu sekolah. Kalau tidak mana mungkin kita bisa bertemu." jawab Vara gelagapan.

"Aku engak nyangka kita ketemu lagi." ujar Ray sembari tersenyum hangat.

Mendapatkan senyuman dari Ray membuat Vara semakin salah tingkah. Pasalnya mereka duduk sangat dekat dan tubuh Ray yang tinggi otomatis akan menundukkan wajahnya agar bisa melihat wajah Vara apa lagi di pasar malam sangat berisik membuar Ray harus mendekatkan wajahnya agar Vara bisa mendengar ucapannya.

Saking terpananya, Vara sampai tidak sadar ada dua orang yang sedari tadi berdiri di belakangnya dan...

"Duarr!"

Vara terkejut setengah mati sedangkan Ray tidak karena Ray sudah sedari tadi tau keberadaan mereka tapi karena merasa tidak kenal Ray tidak ingin menegurnya.

"Ahaha."

Vara mengusap dadanya dan melihat pelaku yang berhasil membuatnya sport jantung, "Dasar ya kalian!" geram Vara.

"Cieee lagi pacaran."

"Apa? Tidak!" balas Vara.

Kedua orang itu mendekat. Ray memperhatikan mereka, wajah mereka sama. Seingat Ray, Mariam pernah menjelaskan. Orang yang memiliki wajah dan postur tubuh yang sama dinamakan kembar.

"Eh ada Ray ternyata disini." ujar salah satu dari mereka.

"Iya, kenapa kalian bisa bersama?"

"Kalian kenal?" tanya Vara.

Si kembar menganggukkan kepalanya, "Tentu saja karena kami satu kelas. Benar kan Ray?"

Ray menggelengkan kepalanya, "Aku tidak ingat." jawabnya polos.

Vara tertawa mendengar jawaban Ray membuat Ray bingung, ada yang salah dari ucapannya.

"Ya ampun Ray, kamu itu ahaha." Vara terus tertawa tanpa henti membuat Ray semakin bingung.

"Biar aku perkenalkan. Ini namanya Kay." tunjuk Vara kepada anak yang rambutnya berantakan. "Dan ini Key."

Ray menganggukkan kepalanya tanda mengerti, "Namaku Ray, dan ini Rey." tunjuk Ray ke arah creepy dollnya.

Kay dan Key saling pandang, bingung. Sedangkan Vara berusaha untuk mencairkan suasana.

"Oh iya, kalian kenapa kesini?" tanya Vara.

Kay dan Key serempak menoleh ke arah Vara, "Ya mau mainlah, memangnya mau ngapain." jawab Kay kesal.

"Ray, kamu mau naik bianglala?" tanya Vara.

Mendengar nama aneh tentu saja Ray merasa tertarik dan menganggukkan kepalanya dengan semangat, "Mau."

Dengan cepat Vara menarik tangan Ray membawanya menuju wahana bianglala. Tak ingin Kay dan Key ikut bersama mereka.

Sesampainya disana, Ray lagi-lagi dibuat takjub dengan permainan wahana yang sangat tinggi sampai-sampai Ray harus mendongak untuk melihat keatas.

"Ini nanti kita engak jatuhkan?" tanya Ray dengan khawatir.

"Ya engaklah, kamu tenang aja. Ini seru kok."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status