"Karena aku merasa tidak ada urusan ya aku makan saja." [Ray R. R.]
______
"RAY!"
Ray yang sedang makan es krim ditemani Vara tersedak sampai membuatnya terbatuk-batuk dan mengeluarkan air mata. Vara membantu Ray dengan memijat tengkuk lehernya.
Kay, Key dan Randa datang menghampiri Ray yang sedang duduk di kursi taman dengan wajah garangnya.
Terlihat wajah mereka babak belur, tidak sepenuhnya hanya saja dihiasi dengan plester luka bergambar anak ayam membuat Ray dan Vara sontak tertawa terbahak-bahak.
"Apa yang lucu hah?" tanya Randa dengan geram.
"Wajah kalian....ada...anak ayam ahaha." tawa Vara sembari memegangi perutnya yang terasa kram.
Vara mereka lupakan, fokus utama mereka adalah Ray dan lihatlah anak itu dia malah tertawa seperti orang yang tidak memiliki beban saja dan itu sukses membuat tanduk iblis keluar dari kepala si kembar dan Randa.
"Kenapa kalian melihatku seperti itu?" tanya Ray saat merasakan aura kemarahan dari ketiganya.
Randa berlutut menghadap Ray dan memegangi dagunya, "Kau tanya kenapa?" tanya Randa dengan lembut. Tiba-tiba sentuhan didagu Ray berubah menjadi cengkraman.
"Kemana kau kemarin?"
"Kemarin? Kapan?" tanya Ray.
"Saat kami sedang membelamu, kau kemana? Lari?" tanya Randa dengan geram.
Kay dan Key setia berdiri di belakang Randa mempersiapkan bogem mentah untuk Ray. Bagaimana pun mereka mendapatkan luka memar dan masuk kasus itu karena Ray.
Vara yang melihat suasana semakin runyam pun berusaha menenangkan ketiganya, "Tenang! Ray tidak tau apa-apa." bela Vara.
"Tidak tau apa-apa? Memangnya dia masih kecil? Lihat, tubuhnya bahkan lebih besar dari pada Randa dan kau bilang dia tidak tau apa-apa?" tanya Kay.
Tiba-tiba Kay merasakan aura membunuh menunjuk ke arah dirinya dan itu berasal dari Randa, "Kalau kau mau minta bogem mentah, nanti aku kasi. Jangan bandingkan tubuhku dengan tubuh bocah sialan ini." ujar Randa dengan wajah kesalnya.
Kay hanya bisa cengir kuda sembari bersembunyi di belakang adiknya.
"Memangnya apa yang Ray lakukan? Bukankah kalian berkelahi dengan Marvis? Kenapa jadi bawa nama Ray?" tanya Vara tak terima.
Randa menghembuskan napasnya dengan kasar dan berdiri membuat Ray harus mendongak untuk bisa melihat wajah Randa.
"Aku tanya, saat kami berkelahi kau ada dimana?"
"Saat itu aku sedang makan."
"APA!"
Jawaban polos dari Ray sukses membuat Randa dan si kembar membuka mulut mereka lebar-lebar. Mereka tak percaya, saat mereka sedang berusaha membela Ray, Ray malah seenaknya makan. Sungguh keterlaluan.
"Kau sedang makan? Saat kami adu tinju?" tanya Key tak terima.
"Iya. Memangnya kenapa?" tanya Ray.
Randa tertawa hambar menatap Ray dengan tatapan membunuh, "Kau tanya kenapa?" tanya Randa sembari membunyikan jari-jarinya.
Melihat hal itu dengan cepat Vara berdiri di depan Ray menjadi benteng untuk Ray, "Apa yang akan kau lakukan Randa? Jangan macam-macam! Kalau kau ingin menyakiti Ray, kau harus melewatiku dulu!" ujar Vara.
Randa dan Vara saling bertatapan tajam seperti ada aliran listrik di kedua mata mereka sedangkan Ray hanya bisa duduk manis dengan pandangan tertutup punggung Vara.
"Ray, kenapa saat itu kau makan? Seharusnya kau juga ikut bersama kami di ruang BK biar kita sama-sama masuk buku kasus." ujar Kay.
Ray menongolkan kepalanya dari punggung Vara dan melihat ke arah Kay, "Saat itu aku ingin menghampiri kalian tapi kerumunan siswa membuatku kesulitan. Karena aku merasa tidak ada urusan ya aku makan saja lagi pula aku juga sudah sangat lapar." jawab Ray.
Kay dan Key tersenyum kecut. Ray sangat polos setidaknya sebagai teman Ray harus berusaha menghentikan mereka atau membantu mereka memberikan bogem mentah ke wajah Marvis.
"Randa, sudahlah. Dia tidak mengerti." ujar Kay sembari memegangi bahu Randa.
Randa menoleh mendapati wajah sendu milik Kay, "Wajahmu sangat menjijikan Kay, hapus ingusmu. Mereka keluar banyak sekali." ejek Randa.
Mendengar ejekan Randa membuat Kay geram dan dengan kasar Kay membersihkan hidungnya tanpa sapu tangan membuat semua yang menyaksinya jijik.
"Iuhhh."
"Jorok!" tegur Randa.
Kay hanya bisa tertawa sembari mengaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Bukan kakakku." ujar Key menjauhi dirinya dari Kay.
"Oh ayolah Key, kau bahkan juga seperti itu." balas Kay sambil memeluk Key.
Key yang dipeluk Kay berusaha melepaskan pelukan dari Kay, "Lepaskan sialan." geram Key.
Randa, Vara dan Ray tertawa melihat aksi Kay dan Key yang sangat kekanak-kanakan.
Tiba-tiba Ray menghentikan tawanya. Melihat Randa, Vara, Kay dan Key masih tertawa membuatnya tersenyum.
"Jadi ini rasanya memiliki teman." gumam Ray.
Tanpa sadar, Ray mengelus kepala creepy dollnya dengan mata yang tertuju kepada Kay dan Key, "Seandainya kalau kau nyata, apakah kita akan seperti itu juga Rey?"
*******
Sesuai janji, malam ini Randa, si kembar, Vara dan Ray berkumpul di rumah Randa.
Awalnya mereka mengajak berkumpul di rumah Ray tapi Ray menolak karena ada Bryan di rumahnya. Ray tak ingin Bryan yang sok bergaul ikut bermain bersama mereka.
Rumah Randa juga tidak kalah besarnya. Karena keluarga Randa juga termasuk dalam keluarga terkaya di Amerika.
Ray mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru rumah Randa. Bisa dibilang lebih terawat dan sangat bersih dari pada rumahnya yang sekarang hanya diurus oleh 2 pelayan.
Randa mengaku tinggal sendiri karena kedua orang tuanya selalu sibuk kerja di luar negeri.
Saat ini Ray sedang fokus melihat Randa dan Kay tanding bermain stik game di tv milik Randa. Vara hanya bisa menonton aksi anak lelaki di depannya sambil memakan cemilan tak tertarik sama sekali.
Vara menoleh ke arah Ray yang nampaknya juga tertarik dengan game. Huh, anak cowok semuanya sama saja. Begitulah pikir Vara.
"Akhh shit!" teriak Kay.
"Ahaha menang lagi! Menang lagi!" sorak Randa.
Kay menarik rambutnya frustasi karena kalah dari Randa. Kay tak akan sefrustasi ini kalau saja tidak ada taruhan.
Taruhannya adalah siapa yang kalah akan membawa tas yang menang besok di sekolah dari pergi sekolah sampai pulang sekolah. Itu sangat memalukan. Lelaki keren seperti Kay tidak akan pernah mau melakukannya tapi lihatlah sekarang aksi kerennya akan hancur karena membawa tas milik Randa dan Randa berjalan dengan gaya di depannya.
"Kakak, aku turut beduka cita." ujar Key sembari mengacungkan jempolnya kepada Kay dengan senyuman mengejek.
Melihat adiknya mengejeknya membuat Kay geram, "Diam saja kau pecundang!" teriak Kay.
"Ahhaha!" sontak ketiganya tertawa melihat Kay yang marah-marah tidak jelas.
Tiba-tiba Kay punya ide. Matanya melirik ke arah Ray yang masih tertawa. Biasanya anak pendiam dan penurut seperti Ray tidak bisa bermain game.
Senyum licik terukir di wajah Kay, "Ray. Aku menantangmu!" tunjuk Kay menggunakan stik gamenya.
Ray mengernyitkan dahinya, "Menang dapat apa?"
"Kalau kau menang, aku akan membelikanmu makanan di jam istirahat."
Mendengar hal itu Ray langsung semangat. Dengan cepat Ray menganggukan kepalanya dan menerima stik game dari tangan Randa.
"Semoga beruntung kawan." ujar Randa.
"Ray, kalau kau menang kita akan berkencan." sorak Vara.
"Kakak, aku tunggu kesekian kalinya kekalahanmu." ejek Key.
Kay tidak marah malah sebaliknya, Kay tersenyum smirk melihat ke arah Ray yang sepertinya baru pertama kali memegangi stik game.
Dalam hati, Kay bersorak penuh kemenangan. Rasanya Kay ingin melompat di atas sofa.
Game dimulai, dengan lincah jari Kay mengotak atik tombol di stik gamenya. Kay sudah memiliki rencana yang tersusun sangat rapi dan sebentar lagi...
WIN!
Kay melongo tak percaya. Bukan dirinya yang menang tapi Ray. Hampir saja Kay menjatuhkan rahangnya kalau tidak mendapat teguran dari Key.
"Bagaimana kak? Masih yakin mau menang?" ejek Key.
"Wahhh aku tidak menyangka ternyata kau juga pandai bermain game." puji Randa.
Ray tersenyum mendengar pujian Randa, "Iya. Karena saat ada waktu luang aku memainkannya bersama Mariam." jelas Ray.
"Mariam? Siapa? Pacarmu?" tanya Vara dengan cepat di setujui dengan tatapan penasaran dari Randa dan Key.
Sedangkan Kay masih galau memikirkan kenapa dirinya masih kalah.
"Bukan. Dia psikiaterku."
"Psikiater?" tanya Vara tak yakin.
"Memangnya kau sakit apa?" tanya Randa.
"Kau punya gangguan jiwa?" tanya Key.
Pertanyaan bertubi-tubi dari teman-temannya hanya dibalas senyuman saja dari Ray, "Katanya begitu." jawab Ray dengan tenang.
Randa dan Key saling pandang, masih tak mengerti dengan apa yang dikatakan Ray sedangkan Vara masih memusatkan perhatiannya penuh di wajah Ray. Ada rasa penasaran yang besar untuk mengenal lebih jauh sosok yang dua tahun ditemuinya itu.
Ray menoleh ke arah Kay yang masih galau memandangi stik gamenya dengan lesu, "Mau main lagi?" tanya Ray.
Kay menggelengkan kepalanya lemas dan memberikan stik gamenya kepada Key, "Aku serahkan semuanya kepadamu. Balas dendamku Key." ujar Kay kepada Key yang berhasil membuat Key bergidik ngerti.
Key duduk di sebelah Ray dan memulai permainannya.
Permainan dimulai. Awal yang sangat menegangkan. Randa sampai harus memeluk lututnya sedangkan Kay sampai mengigit jarinya karena gemas. Sedangkan Vara hanya bisa menatap malas ke layar tv.
Permainan yang sengit, Key mulai kewalahan membuay Kay berteriak. "Semangat adikku sayang!"
"Diam! Kau membuatku semakin jijik." balas Key.
Key semakin kewalahan. Jari lincahnya terasa kaku dan lemas. Diliriknya sekilas wajah Ray yang masih terlihat tenang dengan wajah datar nan kalemnya. Jarinya juga bermain dengan beraturan seperti irama.
Dan sampailah pada puncaknya....WIN!
Key menundukkan kepalanya lesu dan melemparkan stik gamenya ke arah Kay sehingga mengenai kepala Kay.
"Aku tidak bisa kakak." lirih Key.
Kay berjalan ke arah adiknya dan memeluk Key yang masih terduduk lesu, "Kita tidak beruntung Key. Sepertinya inilah akhir kita." rengeknya.
Ray dan Vara tertawa melihat aksi lucu yang dibuat Kay dan Key sedangkan Randa sudah terbiasa melihat drama komedi yang dibuat si kembar.
"Ayah Randa, balaskan dendam kami." ujar Kay.
Mendengar hal itu dengan cepat Randa menolak, "Diam. Aku bukan ayah kalian."
Ray dan Vara semakin menjadi tertawa. Disambut dengan tawa Randa dan si kembar yang tak kalah nyaringnya.
Malam minggu mereka habiskan di rumah Randa dengan penuh canda tawa. Bermain game dan bernyanyi di lapangan belakang rumah. Tidak hanya itu, mereka juga mengadakan pesta kecil-kecilan yang hanya dinikmati mereka berlima saja.
Ray sangat menikmati momen ini. Dipeluknya erat creepy doll di dalam pelukannya, "Rey, ini sunguh sangat menyenangkan." gumam Ray yang tentu saja hanya dirinya yang dapat mendengarnya.
"Tidak usah dipikirkan. Apa yang kau lakukan itu sudah benar." [Rey R. R.]______Hari ini Ray berencana untuk tidur seharian karena merasa mengantuk dan lelah akibat pesta kecil-kecilannya bersama teman-temannya tadi malam.Tapi semua itu hanyalah rencana saja karena tidak akan terjadi sama sekali. Bryan memaksanya untuk pergi membawanya bertemu dengan Ibunya, Nisa dan Wilda.Mendengar hal itu tentu saja dengan cepat Ray menolaknya mentah-mentah. Ray tak ingin menjadi bahan cacian lagi.Bryan mengusap wajahnya frustasi karena seperti apa pun bujukan yang diberikannya tetap saja Ray bersikeras dengan pilihannya, tidak mau bertemu dengan Ibu dan Neneknya."Ray, kau harus pergi. Nenekmu sedang sakit dan temani Ibumu." bujuk Bryan.Ray membuang wajahnya dengan tangan yang masih setia menyuapi makanan di dalam mu
"Aku memiliki teman yang jago membuat gombalan." [Ray R. R.]_____Ray tau, dirinya sudah berlari keluar garis batas yang sudah ditentukan tapi dirinya tak ingin berlama diam disana atau dirinya akan hancur dan Rey bisa keluar.Ray terus berlari tak mempedulikan sahutan klakson yang memekakkan telinga. Air matanya tak berhenti mengalir membasahi kedua pipinya.Karena lelah berlari, Ray mendudukkan bokongnya di halte bus yang sudah sepi. Tentu saja sekarang sudah larut malam, waktunya untuk tidur tapi tidak untuk Ray, bahkan matanya tidak mengantuk sama sekali.Ray memeluk creepy dollnya dengan erat, menahan sakit yang teramat dalam dihatinya. Sungguh kalau boleh jujur, Ray tidak kuat untuk menahannya. Ray hanya ingin tidur dan tenang, tidak ada permasalahan rumit yang hadir.Ray terus menangis, menangis sejadi-jadinya. Meluap
"Dasar tidak peka!" [Elvara Viandra]_____Tanpa sepengetahuan mereka, Mariam sedari tadi memperhatikan interaksi antara Ray dan Vara. Ray seperti biasa tidak ada perlakuan manis tapi sebaliknya untuk Vara, Mariam yakin Vara sudah jatuh hati kepada Ray.Mariam menahan tawanya, Tuan mudanya sangat tidak peka. Ray tidak menyadari tatapan kagum yang selalu bersinar berada di sebelahnya.Ray melirik ke arah Randa yang lagi-lagi menatap Mariam membuat Ray bersungut kesal. Ray rasanya ingin mencongkel mata jelalatan itu dan mensucikannya."Kenapa kau terus memperhatikan Mariam?" tanya Ray tidak senang.Randa hanya cengir kuda dan hal itu membuat Ray semakin kesal dibuatnya. Memang benar-benar harus diberi pelajaran."Tante Mariam." panggil Randa yang membuat Mariam menoleh ke arahnya."Kalau tante
"Salah satu hobyku adalah menjahili Mariam." [Ray R. R.]______Seminggu sudah berlalu semenjak kejadian Ray pergi mengunjungi Ibunya dan sudah seminggu itu pula lah Ray tidak melihat batang hidung Bryan.Entah dimana pria tua itu, Ray tidak mempedulikannya karena Ray sudah terbiasa dengan ketidakhadirannya di rumah.Malam ini adalah malam minggu, malam dimana Ray sendirian di manshion keluarga Robertson. Mariam tidak menemaninya katanya ada urusan penting. Entah urusan penting macam apa itu yang pastinya sedikit membuat Ray merasa tertarik.Mariam menyarankan untuk mengundang teman-teman Ray datang guna untuk menemani Ray agar tidak kesepian tapi Ray menolaknya. Jujur saja, Ray tidak ingin rumahnya ribut karena Kay dan Randa.Ray berbaring di atas king size miliknya. Setelah makan malam dan mengerjakan semua tugasnya sampai
"Ayo bermain!" [Rey R. R.] ______ Dua pria berjas hitam itu terus berdiri setia menjaga pintu ruangan Berlian Dream Diamond disimpan. Mereka ditugaskan untuk menjaganya dan hanya membiarkan Mariam dan Gery yang dapat memasuki ruangan tersebut. "Bicara soal Berlian, tidak aku sangka Berlian mendiang Nyonya Aries sangat indah." ujar salah satu dari mereka. Pria berjas hitam dengan tahi lalat di pipinya menoleh kesamping merasa tertarik dengan apa yang dikatakan rekan kerjanya itu. "Iya, kau benar. Berlian mendiang Nyonya Aries memang indah." balasnya. "Aku mendengar rumor yang katanya mendiang Tuan Ruddy memberi Berlian itu kepada mendiang Nyonya Aries atas tanda tulus cintanya." "Iya, kau benar. Aku pernah mendengar rumor itu beredar. Tapi, kenapa Tuan Bryan menjualnya ya?" tanyanya.
"Dari atas aku bisa melihat orang yang berada dibawah sana, mereka seperti semut yang berjalan kesana kemari tanpa henti." [Ray R. R.]_____Sesampainya di mansion Robertson, Mariam dibuat heran dengan seluruh ruangan yang gelap gulita. Mariam tidak mengerti dan tidak peduli. Dengan cepat Mariam melangkahkan kakinya menaiki anak tangga dan membuka pintu kamar Ray dengan lebar.Tapi tubuh Mariam seketika membeku. Orang yang dicarinya saat ini sedang tertidur pulas dengan creepy doll di pelukannya serta selimut tebal yang membalut tubuh mereka.Mariam terduduk di depan pintu, lututnya terasa lemas. Bagaimana bisa? Begitulah pikir Mariam saat ini.Mariam mengira Ray belum sampai atau belum tidur atau baru saja sampai tapi ternyata tidak. Yang dilihatnya adalah Ray sedang tertidur pulas.Tak ingin percaya mengingat Ray bukanlah a
"Tidak perlu meminta maaf. Karena semua itu tidak akan bisa mengembalikan keadaan menjadi lebih baik." [Ray R. R.]______Vara mendongakkan kepalanya saat Ray menyuruhnya untuk membuka mulutnya menerima suapan dari Ray. Vara merasa gugup tapi dengan cepat Vara mengontrolnya agar tidak membuat sesuatu yang memalukan lagi dihadapan Ray.Vara menerima suapan yang diberikan Ray, mengunyah makanan yang tentu saja membuat lidahnya merasa ketagihan."Bagaimana? Enak?" tanya Ray dengan antusias.Vara menganggukkan kepalanya dengan semangat karena merasakan makanan di bekal Ray yang terasa sangat enak."Ini sangat enak sekali. Apa kau yang membuatnya?" tanya Vara.Ray tersenyum lebar karena Vara memuji makanannya, Ray menggelengkan kepalanya menjawab pertanyaan dari Vara. "Bukan. Mariam yang membuatnya."
"Aku tidak mempermasalahkan dampaknya. Karena aku berhasil untuk merebut apa yang seharusnya menjadi milikku!" [Ray R. R.]_____Sebelum tidur, Ray selalu rutin meminum obat penenangnya sesuai anjuran dan resep dari Mariam. Tapi kali ini Ray tidak minum obat tidurnya karena Ray berniat untuk bergadang malam ini.Setelah meminum obat dan mematikan lampu di kamarnya, Ray berbaring di atas king size miliknya dengan creepy doll di sampingnya. Ray meraih ponsel dan earphonenya dan mulai memakainya.Earphone yang Ray gunakan terhubung secara otomatis dengan alat perekam suara yang Ray sembunyikan di setiap sudut rumah Mariam.Kapan Ray melakukannya? Tentu saja saat Ray berkunjung ke rumah Mariam saat dirinya memergoki Mariam berbicara dengan pria asing di depan pintu apartemennya.Ray membuka ponselnya dan melihat notif pesan dari Mariam. Senyuman Ray terbit setelah mendengar pembicaraan lewat earphonenya dan membaca pe