Jari jemari Gayang sedang aktif menekan – nekan tombol pada laptopnya. Dia terus menggeser tuas ke arah bawah mencari pesan Ojan yang bertumpuk dengan pesan yang lainnya.
“Dapat!” Teriak Gayang sambil menggebrak meja pantrinya yang membuat Aneet yang setengah mengangguk menjadi membelalakkan mata dan menegapkan tubuhnya.“Bagaimana?” tanya Annan dengan antusias dan berharap semua berjalan dengan lancar.Pesan dari Ojan mengabarkan jika perjamuan makan malam yang diselenggarakan oleh Jarot tidak berjalan baik. Hanya ada satu orang yang datang di acara tersebut dikarenakan Santoso dengan saat bersamaan juga mengadakan acara yang sama dan menawarkan hadiah dan pembagian sembako diacaranya tersebut.“Kasihan paman Jarot,” celetuk Aneet spontan.“Aneet sayang itulah kejamnya kompetisi di dunia TRIAD, segala cara mereka lakukan baik atau buru yang penting tujuan mereka tercapai,” tutur Annan dengan bSetelah Winda berdiri Aneet mendapati pipi bibinya itu memar dan keluar darah hari hidungnya, pergelangan tangan kanannya keseleo karena dipelintir oleh Yuli.“Bibi tahan dulu ya, Habis ini kita ke klinik,” ucap Aneet lalu menghapus darah di hidung bibinya dengan lengan bajunya yang panjang.“Win! Bisa jalan kan?” tanya Annan yang baru bisa mendekat karena kesusahan mencari parkiran.“Bisa kak Annan,” jawab Winda untuk pertanyaan Annan. “Bibi diantar ke markas saja ya, kita obati di sana saja,” pinta Winda kepada Aneet.Dengan sabar Aneet yang dibantu oleh Annan berjalan memapah Winda sambil tertatih karena sakit yang di rasakan oleh Winda.Jarot yang sedang bersandar di kursi ruang tamu sembari memijat kepalanya. Sontak bangkit dari posisinya ketika mendengar suara mobil Annan memasuki halaman markas, dirinya mencoba melihat dari jendela untuk memastikan dugaan dia benar.Dan benar saja, mobil Annan
Hari Senin sudah kembali menyapa. Hari yang sebagian orang tidak suka, ini datang dengan begitu cepat. Hari ini juga Aneet harus kembali ke aktivitasnya sekolah, hal yang tidak disuka Aneet karena harus bertemu dengan Linda dan teman – teman yang kemarin baru dia hajar di depan pasar.Memakai kemeja putih yang pas dengan badannya yang ramping dan bawahan celana kulon yang terlihat seperti rok dengan motif garis kotak – kotak merah hitam. Dengan sedikit berlari dan mengangkat badannya sedikit ke udara Aneet bergerak ke arah Pantri.“Wah! Cantik sekali ponakan paman ini,” ucap Gaying yang melihat Aneet dari kejauhan.“Boleh atau tidak, jika tidak usah masuk sekolah?” tanya Aneet pada Annan sembari memasang wajah yang memelas ketika dirinya sampai pertama kali di pantriAnnan melihat ke arah Aneet lalu menggelengkan kepalanya.“Ayah bisa di protes sama Guntur kalau cucunya tidak sekolah lagi,” ucap Annan sambil me
Setelah para tamu pergi meninggalkan apartemen Same dan Rika, suasana di apartemen mereka berubah menjadi hening dan senyap.“Sayang tolong!” pinta Same sedikit berseru kepada istrinya.Same meminta tolong Rika membantunya pindah ke kamar karena kakinya tidak bisa berjalan sendiri akibat dari penyerangan ke tempat Santoso.“Iya sayang,” Sahut Rika dari arah dapur.Rika saat ini sedang mencuci gelas yang dipakai untuk menjamu para tamu yang tadi menjenguk suaminya.Dia meletakkan gelas yang sedang dia cuci kemudian membersihkan tangannya. Rika memapah sang suami dengan pelan menuju tempat tidur mereka.“Mau ke mana?” tanya Same sembari memegang pergelangan tangan sang istri saat Rika hendak pergi sehabis membantunya.“Mau melanjutkan pekerjaanku di dapur dulu,” Jawab Rika sambil dengan lembut menyingkirkan tangan suaminya.Brak!“Same! Brengsek! Kamu di mana?!” teriak Cokky
Suasana kota pagi ini sedikit heboh karena seluruh media cetak maupun media elektronik semua memuat hotline tentang jatuhnya Samuel. Warga yang haus informasi berburu berita tersebut dari sumber – sumber yang mereka anggap dapat di percaya.Suasana tersebut di atas sangat berbanding terbalik dengan suasana di rumah duka yang terletak di rumah Arman kakak ipar Samuel yang juga merupakan kelapa cabang wilayah satu.Tentu saja saat ini di rumah duka banyak anggota wilayah satu dan lima termasuk anak gangs motor gentala. Kesedihan tampak terpancar dari setiap wajah pelayat. Tak terkecuali Jarot yang merupakan sahabat dengan Samuel.Brak!Aneet, Gaying dan Gayang turun dari mobilnya, mereka melangkah ke dalam yang langsung di sambut oleh Arman.“Kakak Arman, saya Gayang Pradipta Pasya mewakili keluarga Pradipta Pasha mengucapkan duka yang sedalam – dalamnya untuk kematian Kak Same,” ucap Gayang sembari berjabat tangan.“Kami jan
Annan terlihat oleh Aneet sedang merapikan setelan jas hitam yang dipakainya lalu menghembuskan nafasnya dan berjalan masuk ke dalam yang di ikuti oleh Aneet di belakangnya.Kedatangan Annan dan Aneet tentunya menarik perhatian pelayat yang ada di sana. Termasuk Arman yang menyambut Annan di dekat peti jenazah Same.“Kak Arman,” Belum sempat melanjutkan ucapannya Annan lalu mendapatkan pelukan dari Arman. “Saya turut berduka cita atas semua ini. Mohon maaf saya datang terlambat karena tadi ada urusan sebentar,” lanjut Annan berucap ketika Arman melepaskan pelukannya.“Terima kasih Annan dan mari silakan duduk.” Arman berkata.Annan duduk tepat di samping Arman, duduk segaris dengan kepala cabang dan pimpinan gangs yang lain. Sementara Aneet memilih untuk menjauh dari Annan dan duduk dengan Anees, Gaying dan juga Gayang.“Ketemu di mana Ayahmu?” tanya Gaying berbisik di telinga Aneet.“Di aparte
Vroom!Vroom!Vroom!Tepat tengah malam Aneet, Gaying dan Gayang sampai di halaman white house, Aneet segera keluar dan menuju bagasi belakang.“Paman! Jangan lupa berkasnya,” seru Aneet mengingatkan pamanya sambil menunjuk bagasi belakang.“Agak menjauh! Paman mau buka,” perintah Gayang yang melihat dari spion mobil posisi Aneet yang sangat dekat dengan pintu bagasi.Berkas – berkas penyelidikan yang lumayan agak banyak mereka keluarkan dari bagasi untuk di bawa masuk ke dalam dan di simpan.Annan, Ojan dan Fahmi sedang menunggu kedatangan mereka di ruang tengah ditemani bir dan beberapa bungkus rokok. Aneet dengan sedikit kesusahan membawa berkas itu masuk. Ojan yang melihatnya lalu mendekat.“Wah bawa apa ini? Sini – sini paman bantu kelihatannya berat sekali,” ucap Ojan sembari mengambil bekas dari tangan Aneet.“Terima kasih paman Ojan!” seru Aneet yang kemudian menyandarkan
Prang!Sebuah botol minuman yang terbuat dari kaca tampak diayunkan tangan Dayat ke kepala Aneet. Seketika darah segar mengalir dari kepala Aneet ke wajahnya yang putih bersih.“Cuma begitu doang?!” seru Aneet dengan darah yang terus mengalir.Gadis kecil yang sebenarnya sudah tidak berdaya itu masih bisa berkata di depan para pria dewasa yang mengeroyoknya.Plak!Plak!Plak!Tubuhnya semakin melemah karena rasa sakit yang dia rasakan di sekujur badannya, tapi di sisa – sisa tenaganya Aneet masih berusaha untuk tetap kuat dan membuka matanya yang mulai sayu.“Kuat juga tubuhmu!” seru DayatDia terus memukuli tubuh gadis kecil itu, sebenarnya dia mulai dibuat prustasi oleh daya tahan Aneet.“Ayah! Tolong Aneet! Segeralah datang, Aneet sudah tidak kuat lagi,” ucap Aneet dalam hatinya.Dengan nafas yang terengah dan mata yang mulai sayu, Aneet masih berusaha menegakkan kepalanya untuk melih
“Terima kasih atas segala bantuan dokter kepada Aneet,” ucap Gayang sembari menjabat tangan dokter Tito.“Sama – sama Yang, ini sudah menjadi kewajiban saya sebagai seorang dokter,” balas dokter Tito sembari menepuk lengan atas Gayang.Ketika mereka berbincang terdengar suara roda yang didorong dari arah dalam. Beberapa orang perawat terlihat berada di sisi kanan dan kiri.Tubuh cantik yang biasanya aktif dan selalu membuat orang – orang didekatnya ceria sekarang tergolek lemas dengan bantuan alat kedokteran dan perban yang melingkari kepalanya. Bibirnya yang mungil terlihat pucat.“Aneet!” panggil Winda saat ranjang pasien yang membawa Aneet melintas di depannya. “Cepat sembuh sayang, biar bibi bisa melihat senyummu kembali,” lanjut Winda berkata dengan derai air mata.Jarot lalu merangkul kekasihnya yang tidak berhenti menangis sejak tiga jam yang lalu. Gayang menghentikan lalu ranjang tersebut ke