Kamar yang sudah di dekorasi begitu cantik dengan wangi segar aroma bunga mawar, adalah kamar pengantin Rey dan Suci.
Raja Vampire yang baru saja diteguhkan itu, sudah resmi menikahi Suci pegawai di perusahaan miliknya.
Selama beratus-ratus tahun mencari, Rey akhirnya berhasil menemukan mate-nya yang hampir saja diculik dan menjadi santapan kaum hitam.
Awal pertemuan mereka tadi pagi sudah membuat Rey yakin kalau Suci adalah belahan jiwanya. Tatapan mata coklat tua itu sudah berhasil menggetarkan hati dan jiwa Rey yang selama ini kosong, hingga terpaut pada wanita ini.
"Selamat datang di kamar kita My Lady…." Rey mendudukkan Suci di atas ranjang mereka.
Kelopak bunga mawar merah ikut menghiasi ranjang king size itu.
"Mulai sekarang, kamu adalah istriku … istri Rey Octoniamus Peorma, raja di klan Vampire. Ingatlah ini dalam alam bawah sadarmu."
Bagai sedang memberikan sugesti pada Suci, Rey membaringkan wanitanya ke ranjang dan mulai melucuti satu per satu gaun yang membungkus tubuh indahnya.
Dalam keadaan tubuh yang hanya memakai pakaian dalam, Rey mengeluarkan dua gigi runcingnya dan menancapkannya ke leher jenjang Suci.
Darah dari mate-nya akan semakin membuat Rey kuat, ini adalah tahap keduanya untuk dia bisa menjadi seorang vanatian yang sempurna.
"Sa-sakit…." Suci meringis dengan mata yang membola sempurna. Rey makin dalam menggigit dan menghisap kuat darahnya.
Suci mencengkram sprei merasakan gelenyar aneh di tubuhnya dengan rasa panas luar biasa. Manik mata coklat tuanya seketika berubah menjadi merah tua dengan tangisan kesakitan yang terus keluar dari mulut Suci.
Rey harus melakukan ini, merubah mate manusianya menjadi setengah Vampire jika ingin menahan Suci disisinya. Mereka akan terhubung satu sama lain setelah proses ini selesai.
Mata biru Rey ikut berubah menjadi merah bercampur warna orange saat merasakan aroma manis dari darah Suci. Raja Vampire baru itu seperti kesetanan merasakan rasa baru dari darah mate-nya.
Selama ini dia tidak pernah merasakan darah yang senikmat ini. Apa karena Suci manusia jadi rasanya jauh berkali-kali lipat lebih enak? Rey larut dalam pikirannya sendiri dan makin dalam menyesap cairan memabukkan itu.
Suci masih meremas kuat sprei putih di atas ranjang, rasa panas sudah menjalar keseluruh tubuhnya dengan nafas yang naik turun, dan kepala yang terasa berat.
Alam bawah sadar Suci sedang merekam dengan detail apa yang tengah Rey lakukan padanya.
"Kamu sangat enak…." ujar pria itu menarik diri dari leher Suci.
Mulutnya dipenuhi cairan merah yang perlahan menetes ke pipi Suci.
"Apa kamu memang senikmat ini, hm?" sambung Rey tersenyum menunjukkan dua gigi runcingnya.
Pria bertubuh pucat itu pindah ke bahu Suci dan ikut menancapkan gigi runcingnya disana. Rey seakan dibuat gila dengan rasa candu dari darah Suci.
Wanita itu lagi-lagi harus merasakan sakitnya gigi tajam Rey berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain di tubuhnya. Kulit tubuh putih Suci sudah penuh dengan warna merah darahnya.
Tiba pada area sensitif Suci, Rey menarik penutup dada wanitanya dan menggigit benda kenyal itu hingga Suci tersadar, terbangun dari hipnotis Rey padanya.
"Apa yang kamu lakukan?!" Suci mendorong tubuh Rey, memekik takut.
"Ada apa?" tanya Rey masih dengan mulut bersimbah darah.
"A-apa yang terjadi, siapa kamu?!" Suci berusaha bangun dari atas ranjang, menahan rasa nyeri luar biasa di semua bekas gigitan Rey di tubuhnya.
"Aku Rey, aku suamimu Suci. Kita baru saja menikah."
"Menikah? Jangan gila kamu!"
Suci seketika oleng, jatuh tertidur kembali ke atas ranjang. Kepalanya terasa sangat berat dengan mata yang berkunang-kunang.
Berusaha menarik bantal untuk menutupi dadanya yang polos, Suci kaget mendapati tubuhnya telah penuh dengan cairan berwarna merah.
"Ini gila…!"
"Tidak ada yang gila Suci, kita baru saja menikah. Malam ini adalah malam pertama kita sebagai suami istri!" Rey kembali mendekati Suci di atas ranjang.
Wajah pria itu terlihat menakutkan dengan mulut penuh darah, dan mata merahnya yang bercampur dengan warna orange.
"Jangan mendekatiku, pergi!" pekik Suci takut.
Rey tersenyum dengan dua gigi runcingnya yang terlihat. "Jangan takut, aku tidak akan menyakitimu."
"Tidak akan menyakitiku? Lalu apa ini?" Suci menunjuk hampir seluruh sudut tubuhnya. "Kenapa kamu menggigitku seperti ini? Apa kamu kanibal atau semacam zombie?"
Suara tawa bariton Rey terdengar menggema ke seluruh kamar mereka. Apa mungkin wanita ini tidak tahu siapa dirinya, atau hanya berpura-pura saja tidak tahu, pikirnya.
"Kenapa kamu malah tertawa? Tidak ada yang lucu disini!" kesal Suci mencoba bangun dari ranjang.
"Jangan memaksakan tubuhmu My Lady, kamu baru saja kehilangan setengah dari darahmu." tahan Rey.
"Apa? Jadi kamu memang benar menghisap darahku?" pekik Suci kaget. "Sinting! Makhluk apa kamu sebenarnya?!"
Rey tersenyum di samping Suci yang tergeletak tidak berdaya di ranjang mereka. Senyumnya bahkan sangat manis dengan gigi runcing yang keluar, dan darah di sudut bibirnya.
Baru sekarang Suci melihat bagaimana pria ini tersenyum semanis madu, namun juga terlihat sangat menakutkan di matanya.
"Kamu tidak perlu tahu aku makhluk apa, yang cukup kamu tahu aku ini adalah suamimu sekarang."
Rey menyambar bibir merekah Suci yang masih basah dengan darah wanita itu, memaksa masuk kedalam mulutnya.
Rasa anyir dan bau amis dari cairan berwarna merah tersebut, seketika membuat Suci mual. Dia berusaha mendorong tubuh dingin Rey, namun tidak bisa.
Suci telah kehilangan hampir separuh darahnya dan tidak memiliki tenaga yang lebih lagi. Wanita itu hanya bisa pasrah saat Rey terus memainkan lidahnya di dalam sana, menelusuri setiap sudut mulut Suci.
Asik menghisap dan memainkan bibir istrinya, Rey mulai menarik sisa pakaian dalam yang masih menempel di tubuh inti Suci. Tangannya dengan lihai mengusap paha wanita itu, dan naik ke atas tubuh Suci.
Dalam ciumannya, gigi runcing Rey yang tajam tiidak sengaja mengoyak bibir Suci hingga berdarah. Suci bisa merasakan kalau bibirnya sudah penuh luka sekarang.
Tangan kekar Rey menjalar naik ke atas gundukan menantang Suci. Meremasnya dengan gemas, hingga dada kenyalnya memerah.
Rey Melepaskan pagutan bibir mereka dan pindah ke bawah, menyesap ujung benda kenyal itu dan mulai menggigit-gigitnya kecil.
Suci harus merasakan bagaimana perihnya bagian itu terkena gigi runcing Rey yang tajam. Antara menikmati dan tersakiti, Suci harus rela merasakan dalamnya gigitan Rey di tubuh polosnya.
Turun semakin ke bawah, Rey tidak membiarkan tubuh Suci bebas. Dia masih mendaratkan gigi tajamnya sampai ke pangkal paha Suci, hingga wanita itu merintih.
"Aku mohon, bunuh saja aku…."
Rey berhenti saat mendengar ucapan Suci. Pria itu mendongak, memandang lurus ke dalam manik mata Suci yang telah berubah warna menjadi merah tua.
"Apa maksud ucapanmu Suci? Kamu tidak mau melakukan ini denganku?!" suara baritonnya terdengar meninggi.
Rey tidak suka ditolak, apalagi mereka sudah menikah sekarang. Setiap pasangan akan selalu menanti-nantikan hari ini, bukan? Kenapa Suci tidak diam saja dan menerima kegiatan intim mereka, pikirnya.
"Kamu menyakitiku, Pak…," jawab Suci lemah.
"Diam!" bentak Rey bangkit dari atas tubuh istrinya. "Aku bukan Bapakmu! Berhenti memanggilku dengan sebutan itu!"
Sakit hati diperlakukan seperti binatang oleh pria asing di depannya. Suci mulai menangis meratapi kebodohannya yang mau saja diantarkan pulang oleh Rey.
Jika saja dia tidak masuk ke dalam mobil atasannya. Dia tidak akan mungkin berakhir disini, di depan seorang monster yang menyerupai manusia.
"Berhenti menangis!" bentak Rey lagi membanting vas bunga di dekatnya.
Suci kaget dan semakin terisak di atas ranjang. Pria itu sudah melayang berdiri di sampingnya, dengan manik mata merah dan garis hitam melingkar mirip tato di wajahnya.
Rey mulai marah karena Suci tidak mendengarkan apa yang dia perintahkan. Dalam sekali lirikan matanya, tubuh wanita itu terangkat ke atas dan mendarat di dinding kamar mereka dengan cepat.
Bunyi dentuman keras diikuti teriakan kesakitan dari bibir Suci terdengar menggema di dalam ruangan berukuran 8x8 itu.
Suci bisa merasakan kalau badannya semakin remuk dengan beberapa tulangnya yang patah. Dia pun pingsan tergantung di dinding kamar dengan tubuh polos dan penuh luka.
"Apa yang terjadi Rey? Kau ingin membunuh mate-mu sendiri?!"Michael datang memeriksa keadaan Suci yang terbaring tidak berdaya di atas ranjang.Setelah wanita itu pingsan, Rey pergi meninggalkan Suci sendirian di dalam kamar mereka. Dia baru datang esok harinya, dan mendapati istrinya belum juga sadar."Diamlah, aku tidak sengaja melakukannya!"Michael menggelengkan kepala mendengar jawaban dingin dari Rey. Hanya dia seorang tabib klan mereka berani memanggil raja Vampire itu dengan namanya.Mereka tumbuh bersama sejak kecil dan bersahabat baik sampai sekarang. Michael lebih kepada bodyguard, asisten dan tabib kepercayaan Rey."Kau harus ingat kalau wanitamu ini tidak sama seperti kita Rey. Walaupun kamu sudah menggigitnya, tapi dia masih setengah manusia. Dia masih bisa mati dan merasakan sakit!"Michael me
"Selamat datang di keluarga Peorma, Suci…." sambut mereka mengangkat gelas kristal berisi minuman berwarna merah pekat, yang terlihat sangat kental.Masing-masing mereka mulai meneguk minuman tersebut, tapi tidak dengan Suci. Rey tidak mengizinkan istrinya meminum itu, dia malah memberikan sebotol air mineral pada Suci yang entah datang dari mana."Kamu tidak boleh meminumnya Suci," bisik Rey di telinga istrinya."Memangnya ini apa?""Itu darah," sahut Rey dingin.Pandangan mata yang ada di sana semakin aneh mengarah pada Suci. Rey tahu kalau keluarganya pasti akan mencerca dia dengan beribu pertanyaan setelah ini."Kamu tidak minum Suci?" tanya Clara mewakili semua yang ada di sana."Dia tidak minum minuman kita, Mom," jawab Rey lebih dulu.Semua langsung diam dan saling menatap satu sama lain. Keanehan itu te
"Suci … bangun, Nak. Ini sudah jam berapa?" Suara seorang wanita yang tidak asing di telinganya, membangunkan Suci yang tengah tertidur pulas di kamar. Wanita paruh baya yang menyembulkan kepalanya dari balik pintu kamar Suci menggeleng-gelengkan kepala. "Kamu bisa terlambat pergi bekerja Suci, ini sudah jam tujuh. Ayo cepat bangun!" ujarnya lagi menutup pintu. Suci mengerjapkan matanya, mengarahkan pandangannya ke sekitar. Dia sadar kalau dia baru saja bermimpi. Tidak ada lagi kastil atau pria yang diketahuinya sebagai bosnya tidur di sampingnya. Sepertinya benar kalau dia hanya bermimpi selama ini. Suci bangun dan menurunkan kakinya ke atas lantai, baru saja akan menginjakkan kedua kakinya. Suci kembali terduduk karena merasa pangkal pahanya sangat sakit. "Aww…." ringisnya kembali terduduk di atas ranjang. "Kenapa sakit sekali?" 
"Ma-maaf Pak." Suci ragu-ragu mendongak, menatap pria tampan dengan rahang yang tegas di depannya.Pria yang sempat dia ledek waktu itu bersama Olivia tampak sangat tampan dari arah sini.Bayangan wajah pria ini pun begitu jelas dalam mimpinya. Bagaimana pria itu tidur di sampingnya, serta bagaimana pria ini menyetubuhinya dengan sangat lembut semalam. Suci merasa kepalanya sudah tidak waras sekarang."Ambil barangmu dan ikut aku!" ujar Rey lagi berjalan meninggalkan Suci yang masih tertegun dengan ketampanan sosok atasannya."Aku hitung sampai lima, kalau kamu belum juga masuk ke ruanganku. Aku akan memberimu hukuman!" ancamnya.Suci bergegas mengambil barang miliknya yang berserakan di lantai, dan melangkah cepat masuk keruangan Rey."Ternyata kamu cukup sigap untuk seorang wanita." Rey tersenyum tipis melihat Suci yang terlihat takut mendapatkan huku
Suci melangkah mendekati pintu ruangan sekretaris atasannya yang tepat bersebelahan dengan ruangan Rey."Permisi, Pak." ujarnya mendorong pintu, menyembulkan kepala. "Aku diminta, Pak Rey kesini untuk menanyakan apa pekerjaanku."Seorang pria yang tadi pagi menyapanya di lift dengan sangat ramah, mendongak menatap Suci yang berjalan masuk ke ruangannya."Jadi kamu yang akan bekerja disini?" tanya Michael bangkit berdiri dari kursi."Iya, Pak. Aku diminta kepala divisi keuangan kesini.""Baik. Silahkan duduk…," ujar Michael hangat.Suci mengangguk dan duduk berhadapan dengan pria yang tidak kalah tampannya dengan bos besar mereka di kantor.Pandangan mata Michael tidak sengaja melihat perban luka di tangan kanan Suci. "Jarimu kenapa?""Oh, tidak apa-apa, Pak. Aku hanya tergores sedikit tadi."
Wanita itu sontak menatap ke depan dan tidak mendapati atasannya bersama sosok asing yang menghalangi mobil mereka tadi. Kemana mereka? Bukannya tadi Rey baru saja berada di sana?"Lalu apa yang kamu katakan tadi … kamu bilang kamu tidak mengenaliku?" sambung Fourd lagi. "Apa perlu aku mengingatkan kamu bagaimana pertemuan kita sebelumnya?"Suci beralih menatap Fourd, bingung dengan maksud ucapan pria itu padanya."Turunlah, biar aku menunjukkannya padamu…," bujuk Fourd."Terima kasih Tuan, tapi aku akan tetap menunggu Pak Rey disini!" sahut Suci bersikukuh."Rey mungkin akan lama. Kamu bisa pulang semakin larut karenanya. Lagipula aku ini kakak atasanmu, dia pasti akan merasa lebih aman kalau kamu pulang bersamaku.""Tapi aku—""Kamu bicara dengan siapa Suci?" sela Rey baru masuk ke dalam mobilnya.
Tepat pukul tujuh pagi, Suci tiba di depan pintu apartemen bosnya. Menekan tombol bel cukup lama, pria berkulit tubuh pucat itu akhirnya membukakan pintu untuknya.Rey hanya memakai celana boxer berwarna nude dengan tubuh bagian atas yang polos. Pemandangan itu berhasil mengalihkan perhatian Suci yang kaget melihat perut kotak-kotaknya."Lain kali kamu tidak perlu menekan bel lagi! Password apartemenku adalah ulang tahunmu!" Rey berjalan masuk meninggalkan Suci di depan pintu."A-apa, Pak? Ulang tahunku?" tanya Suci memastikan."Iya. Jangan menggangguku, aku mau tidur sebentar." Rey masuk ke dalam kamar dan membanting pintu cukup kuat.Kenapa lagi dengan pria itu? Suci mengernyit, melangkah masuk ke dalam apartemen mewah bosnya.Apa benar Pak Rey memakai tanggal ulang tahunku untuk password apartemennya? Suci bergumam sendiri, memperhatikan ruangan di depanny
"Bangun Suci…." Suara bariton terdengar di telinga wanita berwajah mulus tanpa noda itu.Manik mata cokelat tuanya terbuka perlahan, dan tertegun menatap wajah tampan di depannya."Ayo bangun, kita sudah sampai…," ujar suara itu lagi.Seakan tersadar, Suci melompat bangun dari tidurnya dan menyadari kalau dia tengah berada di dalam sebuah mobil."Aku di mana?"Rey berdecak menatap Suci tajam. "Tentu saja ada di bumi, kamu pikir kamu ada di bulan sekarang!"Suci menatap ke sekelilingnya, mendapati mobil yang sedang mereka tumpangi berhenti di depan sebuah gedung mewah yang terlihat seperti hotel."Ayo turun!" ajak Rey lagi.Pria berkulit pucat itu keluar lebih dulu meninggalkan Suci yang masih kebingungan di kursi mobil.Wanita itu bergegas turun saat menyadari Rey s