Aku sedang memakan sarapanku di cafe terkenal, di Invit. Di Bumi dulu, anak muda suka sekali mengobrol dan menikmati waktu sambil untuk eksplorasi makanan.
Aku pun juga sama, menikmati makan pagi dengan menu baru yang ada di Invit. Aku memesan menu bernama Atlantic cod fillet and poached lobster, dan itu sangat enak. Ikan yang lembut dan segar membuat mulutku begitu berair, dan lobster yang kaya rasa sungguh membuatku terbang.
“Hmm ....”
Tanpa sadar aku mengeluarkan suara karna saking enaknya. Tanka dan levian memperhatikanku yang tampak seperti bocah, “Apakah begitu enaknya, Tuan Akion?"
Aku mengangguk. Selama datang di dunia ini, aku tidak pernah memakan hasil laut, hasil laut termasuk langkah, itu karna laut Sanktessy penuh dengan monster laut.
“Kau cobalah makan." Aku mendekatkan piring yang sedari tadi di depannya. Dia tampak ragu.
Seorang kesatria duduk bersama dengan tuannya. Itu saja dianggap tidak sopan.
“Makanlah. Tidak ada yang tahu siapa kita di sini.”
“Aku mengizinkan, Guruku.”
Aku sengaja menggunakan kata guru, agar dia tahu aku sekarang sedang berbicara padanya sebagai murid. Sewajarnya, murid menghormati guru dan menganggap dirinya dibawah gurunya.
Dia mengangguk pelan, dan memotong lobster itu. Memasukkannya ke mulut, aku melihatnya mengunyah. Wajah Levian bersinar. Aku tahu itu. Dia pasti merasa mabuk dengan keenakannya.
“Tanka, kau juga makan.”
Aku melirik ke arahnya dan menemukan sesuatu yang mengejutkan, Tanka telah selesai makan tanpa diperintah. Dia tersenyum tanpa rasa bersalah.
Seorang pelayan datang dan meletakan dessert-ku yang bernama Classic Invit baked cheesecake with strawberry compote. Wah, tampilan yang menarik.
Masing-masing dessert kami tiba. Ketika kami sedang menikmati dessert kami, terjadi keributan di luar. Beberapa prajurit berlari menuju satu arah. Aku cuma tersenyum, pasti mereka menemukan sesuatu yang sangat menarik pagi ini.
“Ini sarapan terenakku." Aku berucap setelah menyelesaikan makan.
Sanktessy yang miskin, tidak mampu menyediakan banyak makanan berkualitas tinggi.
“Apa Akion mau membawa kokinya ke rumah?”
Aku melihat Tanka dengan cepat. Itu adalah ide yang menarik untuk membawa koki mereka ke rumahku. Tapi, kondisi wilayah Sanktessy belum stabil.
Aku harus menyelesaikan ini dan itu. Masih banyak pekerjaan rumah untuk diselesaikan. Aku menggerakan tangan.
“Tidak. Masih banyak yang lebih penting." Aku menolak ide Tanka dengan kecewa.
Kami meninggalkan cafe sarapan pagi itu. Kerumunan bertambah banyak, mereka tampak kesulitan mengaturnya.
Kami berjalan berlawanan dengan pusat kerumunan. Siapa yang peduli dengan dua manusia, ayah dan anak yang kutelanjangi dan kugantung di ladang kosong dengan tulisan menghina mereka?
Aku mencoba keras mengatupkan kedua bibirku agar tidak tertawa membayangkan mereka dengan posisi memalukan.
Daripada menghabisi mereka, membuat mereka kehilangan muka jauh lebih baik. Menyakiti dalam sekali serang itu mudah, tapi membuat mereka menderita sakit yang lama itu lebih bagus.
Levian tampak curiga denganku. Dia pasti sedang berpikir aku yang menyebabkan kerumunan itu.
“Hei, Count Invit dan anak pertamanya digantung terbalik di pohon di ladang kosong itu!"
“Itu karma bagi mereka yang selalu menaikkan pajak!” Gadis itu tertawa.
Bisik-bisik mereka yang tanpa ragu itu, membuat Levian menatap tajam padaku. Ya, dia tahu sekarang akulah penyebabnya.
Aku berpura-pura tidak tahu dan mengajak Tanka berbicara untuk mengalihkan kecurigaannya.
**
Aku telah membeli oleh-oleh untuk Renia, adikku yang paling cantik.
Kubelikan dia dres yang cantik dan manis untuknya, Tanka sedikit memberikan saran untuk itu.
Dres ini pasti sangat cocok dengan rambut blonde-nya, dia akan terlihat seperti boneka.
Sayang sekali, kami menggunakan kuda bukan kereta kuda, jadi, aku hanya bisa membawa dua dres saja untuknya. Ya, aku juga harus berhemat agar bisa membangun wilayah Sanktessy.
Kami menaiki kuda, semua urusan di Invit telah selesai. Ayahku pasti akan kaget dengan fakta aku telah melunasi semua hutang kami. Lebih kaget lagi, jika dia tahu tentang harta keluarga kami yang sangat banyak.
Aku membayangkan wajah terharunya. Dia sosok ayah yang lembut, yang sebenarnya tidak begitu suka dengan kekuasaan. Sehingga dia sering kali bergulir sendiri tanpa memihak pihak manapun, dan berakhir dengan dimanfaatkan. Hutang yang menumpuk menjadikan itu kekangan kuat untuk Sanktessy.
Ayah Terlalu naif. Mereka terlalu naif
Kami berjalan saat matahari berada di atas kepala kami. Tanka berlindung di balik jubahku, dia bilang, dia akan tidur untuk menambah energi alamnya.
Para peri mengumpulkan energi sama seperti manusia, mereka bermeditasi. Dalam kasus Tanka, karna dia peri tingkat tinggi, bahkan dalam tidur pun dia mampu mengumpulkan energi alam itu.
Sedangkan aku belum paham bagaimana Mana itu. Akion seorang swordmaster, dia bisa menggunakan aura, tapi tidak dengan sihir. Swordmaster pengguna sihir adalah sesuatu yang lebih langkah lagi. Mereka paham penggunaan Mana dengan baik.
Ketika kami melewati gerbang keluar, aku melihat Verion melambaikan tangan padaku. Senyumannya yang ramah membuatku tidak nyaman.
Rambutnya yang sedikit berwarna merah menutupi sebagian matanya karna tertiup oleh angin. Tahi lalat hitam pekat berada dibawah mata kanannya, saat tersenyum, entah kenapa aku ingat karakter samurai x yaitu kenshin.
Tapi aku tetap merasa tidak nyaman.
“Tuan Akion, saya Verion. Kemarin kita bertemu.” Dia menyapaku ramah.
Dengan wajah tidak ramah ini, aku berusaha membalasnya sebaik dirinya.
“Tentu aku mengingat anda, Pendeta Verion.”
Dia masih tersenyum, ada sesuatu yang dia sembunyikan tampaknya.
“Bisakah anda meluangkan waktu?”
Kami menggunakan kuda untuk menuju ke lokasi yang diarahkan pendeta Verion. Dia tampak begitu ahli mengendarai kuda, gayanya terlihat sama gagahnya dengan Levian.
Aku menatap punggung putihnya. Dibawa sinar matahari, dia tampak seperti anak panah yang melesat menuju bulleyes.
“Tuan Akion, kenapa anda setuju mengikutinya?”
Levian berbicara padaku sambil tetap mengendalikan laju kudanya.
“Entahlah.”
Levian bungkam dengan jawabanku. Dia menghormati jawabanku, dan tahu bahwa aku memilih untuk bungkam sekarang
Sebenarnya, aku sendiri juga tidak tahu kenapa mengikuti Verion. Dalam dirinya, aku merasa ada sesuatu yang misterius dan itu menarikku. Senyumannya membuatku tidak nyaman, tapi bukan berarti aku ingin menjauhinya.
Di bagian dalam hutan wilayah Invit, aku melihat tenda besar berdiri. Beberapa prajurit waspada saat melihat kami.
Aku melirik Levian.
“Waspada akan sesuatu,” perintahku.
Verion turun dari kudanya, memasuki tenda lalu kembali ke hadapanku.
“Tuan Akion, silahkan masuk," pintanya.
Aku masuk kedalam tenda, di sana terbaring sosok tua seperti ayahku. Aku mengenal wajah itu, wajah seorang yang penuh kharisma dan pemikir ulung.
Dia adalah pengendali perdagangan, jantung pusat perdagangan di kekaisaran Elperanda.
Marquis Kingston.
Verion membantu Marquis Kingston untuk duduk.
“Terima kasih sudah bersedia datang ke sini, tuan Akion Naal Sanktessy.” Suaranya lemah.
“Maaf, kau harus melihat wujudku yang menyedihkan.” Dia tertawa lirih.
“Tidak apa, aku dapat mengerti itu. Ada urusan apa tuan Marquis Kingston ingin bertemu denganku?”
Aku langsung ke intinya.
Dia tertawa, “Kau memang anak muda yang pemberani,”
“Wajar, kau seorang swordmaster." Dia melirikku tajam, dalam kesunyian, aku tahu Levian bersiap mengangkat pedangnya.
“Jangan terlalu waspada, Kesatria.”
Marquis Kingston tampaknya selain mempunyai otak yang tajam, juga mempunyai penglihatan yang tajam.
“Aku ingin minta tolong padamu.”
Aku menyeret kursi, dan duduk di atasnya.
“Tampaknya penjelasannya akan panjang, dan penuh rahasia.” Aku tersenyum padanya.
Marquis Kingston kaget. Dia paham siapa aku, orang yang terlalu serius hingga urat wajahnya kaku.
“Anda memang mempunyai intuisi tajam, Tuan Akion.”
Mana mungkin aku tidak mengerti. Dia adalah seorang Marquis, dan kami tidak jauh dari pusat wilayah Invit. Dibandingkan bertemu di sana, dia lebih memilih untuk bertemu denganku di sini.
“Jelaskan padaku. Menerima atau menolaknya, akan kupikirkan setelah menerima penjelasan anda, tuan Marquis Kingston.”
Dalam serikat dagang yang dipimpin olehnya, ternyata banyak tikus-tikus busuk yang mengintai nyawanya. Tidak heran jika dia dijebak saat melewati hutan wilayah Invit, yang padahal tidak terkenal berbahaya.
Itu alasannya kenapa dia duduk dengan lemah, sebuah sihir penyerangan elemen api berhasil menembus pertahanan tubuhnya dan menyebabkan luka yang cukup parah.
Verion telah mengobatinya, tapi itu tidak bisa terobati dengan sempurna.
Lalu, dia mendengar tentangku yang berada di Invit, sebuah kebetulan yang sangat baik baginya. Dia ingin Aku untuk mengawalnya, dan dia akan melunasi hutang kami.
“Sayang sekali Marquis Kingston, aku telah melunasi hutang kami.”
Wajahnya memucat.
“Aku juga harus segera kembali ke wilayahku untuk mengurusi banyak hal.”
Dia memutar otaknya, “Tuan Akion, bagaimana kalau aku membantu membangun wilayahmu? “
“Bukankah itu bayaran yang berlebihan untuk wilayah miskinku?” Aku sengaja merendah agar tahu maksud sebenarnya.
“Tidak, ini untukku dan anakku.”
Aku memicingkan mata. Anak?
“Dari wajah anda, aku tahu anda terkejut.” Marquis Kingston tersenyum. Dia mengambil segelas air yang diberikan Verion, dan meminumnya beberapa teguk.
“Seperti yang anda tahu, saya harus kembali ke wilayah Kingston secepat mungkin untuk mengurusi bajingan gila itu." Dia mengeram, wajahnya memerah.
“Mereka menginginkan kekuasaanku untuk mendukung keluarga Kekaisaran. Anda pasti tahu bahwa gelar putra mahkota masih diperebutkan.”
Aku mengangguk pelan sekali.
“Bayangkan, jika mereka mempunyai serikat dagang, membuat keluargaku tunduk diantara mereka. Maka pihak yang berhasil membuat itu, akan mempunyai andil besar untuk menang.”
Aku setuju tentang itu. Kekayaan yang tinggi, jalur perdagangan baik, dan berdagang yang cerdas, mempunyai benefit tinggi untuk mendapatkan suara.
Marquis Kingston memang belum memihak pada siapapun. Sama seperti Sanktessy, dia dalam posisi putih yang sebenarnya merugikan.
Keluarga sebesar Marquis Kingston saja mereka berani menyerang, dan tampaknya mereka memanfaatkan putra Marquis Kingston satu-satunya.
“Jadi anda bilang, nyawa anda dan putra anda diincar? Dan jika kalian berdua mati di tangan mereka, mereka akan menggunakan orang lain atas kekayaan itu?”
“Tepat sekali ....” jawabnya lirih.
“Putra anda tidak diketahui oleh siapapun. Bukankah itu bagus? Dia akan aman,” jawabku santai.
Dia memandang Verion disampingnya, pandangan mata itu terlihat seperti telepati.
“Tuan Akion,” katanya ragu.
“Jika anda ingin bertransaksi, maka yakinkan aku dan jangan menyembunyikan terlalu banyak hal,” keluhku.
“Ayah, tidak apa. Perkenalkan, aku Verion Kingston.”
Pendeta bernama Verion itu membungkuk hormat padaku, terlihat merasa bersalah akan kebohongan kecil yang mereka mainkan.
“Jadi selama ini anda menyembunyikannya di kuil suci di Invit?”
“Saya baru dua tahun di sana, Tuan Akion.”
Aku memandang wajah Verion, mungkin dia seumur denganku. Dia bisa mewarisi gelar Marquis Kingston di umur sekarang jika terjadi sesuatu pada ayahnya.
“Kenapa sekarang?”
Seharusnya dia tetap bersembunyi.
“Mereka telah berhasil mengendus keberadaan anakku. Verion bukanlah seorang petarung, Tuan Akion.”
“Baiklah. Kesampingkan masalah itu terlebih dahulu,”
“Sekarang tentang keuntunganku jika membantu kalian? Wilayah Kingston cukup jauh dari sini. Sebulan. Aku punya banyak urusan untuk diselesaikan di Sanktessy.” Dahiku sedikit berkerut. Ya, tumpukan pekerjaan menumpuk.
Lalu, anak tertua Sanktessy entah sedang dimana. Harzem sih pemain gila wanita itu.
“Anda hanya perlu mengantar saya ke desa Redvet. Di sana ada penyihir kami yang menunggu,”
“Tetap saja memakan waktu empat hari menuju kesana. Terlebih dengan kondisi Anda sekarang.”
“Kami punya kertas sihir yang bisa teleportasi. Saya akan memberi Anda kertas itu, dan tidak hanya satu,”
Wajah Marquis Kingston penuh keyakinan akan itu. Tatapannya yang dalam seolah tenggelam di denyut jantungku, aku tahu ini sesuatu yang langkah dan berharga.
Bukankah aku akan menghemat hari-hari lainnya?
BERSAMBUNG.....
Aku tersenyum tipis akan tawaran itu, tapi aku belum menyetujuinya. Itu hanya ucapan terima kasih menurutku. Dan inilah namanya berbisnis. Kantong jubahku bergerak, aku tahu Tanka pasti terbangun sekarang. Pembicaraan ini lebih menarik. “Berikan aku setengah dari sahammu.” Aku tersenyum. Senyumanku disambut dengan wajah masam dari Verion. Ekspresi baru yang kulihat dari diwajahnya. “Ayah, itu terlalu berlebihan.” Verion berbisik di telinga kanan ayahnya, tapi ayahnya mengangkat tangan menghentikan semua perkataannya. “Baiklah. Jika anda bisa membawa anakku,. Aku melirik Verion.
Kami tidak mengambil banyak waktu untuk beristirahat. Setelah kami menyelesaikan sarapan, Marquis Kingston dikirim pulang oleh penyihir Madaf. Sebuah portal sihir yang cukup besar berada di desa ini, tampaknya ini semua adalah uang dari Marquis Kingston, sehingga orang-orang yang ada di sini menghormati dan melindunginya. Walaupun, ini desa kecil, tapi mereka tampak makmur. Portal sihir itu menggunakan tujuh buah batu Mana berukuran sebesar telapak tanganku, lalu Madaf merapalkan sihir. Sihir pertama telah dia rapalkan, lalu untuk kali keduanya dia merapalkan sihir lagi. Sihir itu menyatu seperti sebuah roda ya dan membuka portal. “Aku tidak akan melupakan jasamu. Untuk urusan p
Tanka mengeluh padaku, dia marah karna rumah ini tidak terurus. Bisa dilihat banyak dinding yang retak, perabotan yang lama, dan kebun yang tidak mewah. Sepengingatannya, rumah Sanktessy mempunyai pemandangan indah. Aku menanggapinya dengan tertawa. Mau bagaimana lagi, inilah kenyataannya. Waktu memakan segalanya. Aku malah lebih penasaran dengan apa yang Tanka bawa dari Redvet. Aku belum bertanya saat di Redvet, karna baru sekarang dia mengeluarkan apa yang dia bawah. Di dalam kamarku, dia meletakan semua tanaman itu di atas meja. Ada semacam tumbuhan seperti lobak dengan dua sisi berkelok berdaun coklat, lalu seperti beri berwarna merah, dan rerumputan berbagai jenis.
“Tidak kusangka Akion begitu hangat pada adiknya,” Tanka duduk sambil menggerakkan kakinya. Aku mengelap rambutku yang basah dengan handuk. “Memangnya apa yang kau pikirkan?” Aku dan Tanka bertemu untuk kali pertamanya tanpa Tanka pernah mengenal sosok asli Akion yang kaku. Tidak mungkin untuknya memikirkan aku yang kejam. “Aku hanya menggodamu,” celetuknya. “Sekarang, apa kau ingin melihat tubuhku?” Aku geli saat mengatakan ini. Bagaimana bisa aku begitu percaya diri mengatakan hal yang menjijikkan ini?
Ini pesta yang tidak terlalu mewah. Hanya dilaksanakan di taman mansion Sanktessy. Walaupun begitu, pesta ini dipersiapkan dengan sangat baik oleh kepala pelayan Sanktessy, Bastian. Pesta dengan gaya garden party. Sebuah konsep untuk ksatria yang menyukai kebebasan, dan untuk merekatkan hubungan bersama. Setiap kesatria yang menjalan tugas dengan tuan yang sama, mereka harus mempunyai ikatan yang jelas, agar bisa menyelesaikan tugas dengan baik. Aku muncul setelah para kesatria telah berdatangan, sambil memegang tangan Renia, aku memandangi mereka. Renia menggunakan gaun kuning yang kupilihkan, gaun kuning yang kuberikan sangat cocok padanya. “Dia persis seperti Lily emas."
Akhirnya aku tahu kenapa mabuk itu berbahaya. Mataku menyipit saat matahari masuk dari jendela, kepalaku masih pusing, telingaku berdenging. Ini adalah waktu bangun tidurku yang paling siang. Pukul sepuluh, aku melewatkan sarapan, dan latihan serta urusan lainnya. Tampaknya, tubuh ini tidak kuat dengan alkohol. Salahku menganggap bahwa Akion yang bisa minum segelas wine, bisa minum sebanyak kemarin. Aku tersenyum lirik. Kujatuhkan badanku lagi di atas kasur, hari ini lebih baik aku bermalas-malasan. Terkadang masa muda harus diisi dengan kemalasan kecil untuk mencari inspirasi. “Dasar lemah." Itu adalah suara ya
Bagaimana wajah ibuku? Dia mempunyai rambut berwarna coklat terang, dan mata yang biru. Rambut panjang, khas wanita Kekaisaran mana pun yang menjunjung tinggi mahkota wanita itu. Rambut selalu menjadi penghias terbaik bagi para wanita. Dia elegan, terdapat lesung pipi di pipi kanannya, dan tahi lalat kecil di dagunya. Dia sangat cantik. Ibuku adalah putri dari Count Invit sebelumnya, ya dia sedarah dengan paman brengsek itu. Ibuku adalah anak bungsu, dari 4 bersaudara dan 3 saudara perempuannya. Merekalah yang mengusir ibuku ke Sanktessy, beranggapan sebagai hama yang harus dibuang pada tempatnya. Ibuku mencintai ayahku, bahkan dalam hard
“Renia awas!” Bugh! Aku menangkap kursi itu. Teriakan Tanka dan perasaanku yang tajam berhasil menghentikan kursi itu mengenai Renia yang asik memakan makanannya. Siapa yang berani berbuat seperti ini?! Aku meremas kursi besi itu hingga penyok. Bukan hanya Renia saja yang kaget di sana, tapi orang-orang yang memperhatikan juga. Mata mereka bergetar, berpendar dengan rasa takut. Auraku keluar karna marah. “Akion, kontrol dirimu. Renia dalam bahaya jika kamu begini ....” Tanka menenangkanku, bagi oran