Share

Kartu Seorang Raja

Davin siap pergi ke perusahaan mantan kekasihnya.

Meski sudah resmi jadi pewaris terkaya semua aset Nayama, Davin tidak mau identitasnya terungkap begitu saja. Dia ingin balas dendam pada Claudia dan semua orang yang telah merendahkannya.

Jika identitasnya terungkap lebih cepat, balas dendam tidak dapat dilakukan.

Baru beberapa langkah meninggalkan villa mewahnya, telepon Davin kembali berdering. Kali ini dari Melvin. "Halo, ada keperluan apa menelepon pagi-pagi begini?"

"Tuan Besar Juta meminta Anda datang ke sini."

"Mendadak sekali. Apa tidak bisa pertemuannya ditunda siang atau agak sorean nanti? Aku ada urusan di luar villa. Aku harus pergi ke Indaluna untuk membalas perbuatan Claudia."

"Sebentar, Tuan, saya coba rayu Tuan Besar, semoga berkenan menggeser jam pertemuannya sampai nanti sore." Melvin tidak menutup teleponnya, sengaja agar Davin mendengar langsung percakapannya dengan Juta. "Anda bisa dengar sendiri, kan? Beliau minta Anda segera datang ke sini. Saya bisa jemput kalau Anda tidak punya kendaraan."

"Tidak perlu dijemput, aku bisa berangkat sendiri. Toh villa Kakek hanya berjarak seratus meter dari villa milikku."

...

Davin mendengus kesal begitu mendengar permintaan kakeknya.

Pertama disuruh membereskan tumpukan berkas, membacanya dengan teliti, menandatangani berkas-berkas yang sekiranya menguntungkan Nayama. Kedua disuruh beli mobil mewah. Sekarang apalagi? Membeli perusahaan besar, atau membeli satu kota secara keseluruhan?

Menginjakkan kaki di gerbang villa, Davin mendapat info bahwa Tuan Besar Juta sedang pergi ke luar negeri untuk menghadiri meeting darurat bersama ekonom-ekonom dunia.

Davin menghampiri Melvin, bertanya tentang apa yang diminta kakeknya.

“Tuan Muda, saya mendapat perintah dari Tuan Besar. Saya harus menemani Tuan Muda mencari tempat tinggal yang lebih strategis, terutama dalam hal keamanan.” Melvin menghadap pada Davin.

“Hehh! Beli rumah?” Davin heran bukan main.

“Benar, Tuan, saya diminta menemani Anda.”

“Tepat sekali. Tinggal dekat kakek terkadang merepotkan. Aku tidak bisa bergerak bebas. Setiap langkahku tidak bisa lepas dari kamera CCTV villa kakek. Tapi, apa kamu tahu daerah mana yang cocok dan aman untuk ditinggali?” tanya Davin.

“Saya sudah mencari informasi seputar perumahan elit dengan pengamanan maksimum. Saya sarankan Tuan Muda memilih villa di ujung kota, di sana ada villa mewah yang akan dijual oleh pemiliknya. Tuan Muda pasti tahu perumahan yang bernama Heaven Garden?”

“Aku pernah mendengarnya, tapi lupa di mana.”

“Perumahan itu dihuni para miliarder. Beberapa miliarder ternama Asia menginvestasikan harta mereka untuk membeli villa-villa mewah di sana. Ada satu villa bernama Phoenix yang dijual dengan harga miring. Saya rasa Tuan Muda cocok tinggal di villa tersebut.”

“Bagaimana dengan kawasannya?” tanya Davin.

“Setiap tamu atau penghuni Heaven Garden diwajibkan menggunakan pakaian rapi karena kawasan tersebut menjunjung tinggi kerapian dan elegansi pakaian.””Oke. Kita berangkat siang ini!”

“Baik, Tuan, saya siapkan dulu pakaian Anda,” ujar Melvin, lalu pergi meninggalkan Davin.

Melvin menyiapkan semua pakaian Davin, setelan jas hitam elegan dengan sepatu merk terkenal. Tak lupa, Melvin menyediakan tiga minyak wangi berbeda agar Davin bisa memilih mana yang dia suka.

Mereka berangkat menggunakan pakaian mewah menaiki mobil Lamborghini Aventador merah ke Heaven Garden. Sesampainya di sana, mereka langsung disambut oleh petugas keamanan dan ditanyai apa urusan mereka datang ke kawasan elit ini.

“Maaf, Tuan, apa ada orang yang ingin Anda temui?” tanya lelaki dengan kumis tebal.

“Tuan Muda ingin membeli salah satu villa mewah di sini,” jawab Melvin.

“Baik. Saya hubungi dulu pemilik Heaven Garden. Tuan bisa menunggu di taman dekat persimpangan.”

Lima menit menunggu, akhirnya datang lelaki yang beranama Kuncoro, pemilik sekaligus pewaris sah semua aset kekayaan Heaven Garden.

“Selamat datang, Tuan, saya Kuncoro, saya akan memandu Tuan memilih rumah dan villa yang ada di sini. Ngomong-ngomong, bagaimana kriteria rumah atau villa yang Tuan inginkan?” Kuncoro menyambut mereka dengan sangat sopan.

“Mmm, mungkin aku lihat-lihat dulu,” jawab Davin.

“Baiklah!”

Davin diajak berkeliling hingga tak terasa mereka sudah mengitari Heaven Garden sampai tiga kali. Semua villa sudah ditawarkan, mulai dari harga termurah sampai paling mahal. Namun Davin tidak menemukan villa yang bernama Phoenix.”

“Maaf Tuan Kuncoro, saya dengar di kawasan ini ada villa bernama Phoenix yang ingin dijual. Jika berkenan, Tuan Muda ingin melihat kondisi villa tersebut,” pinta Melvin pada Kuncoro.

“Tapi Tuan Muda, villa itu harganya setara tiga mobil Lamborghini Anda, belum ada seorang pun yang berani membelinya. Jangankan membeli, menawar saja tidak ada yang berani!”

“Tidak masalah,” dingin Davin.

“Maaf, Tuan, kalau boleh tahu Anda siapa ya...”

“Namaku Davin, aku ingin segera melihat Phoenix!”

“Saya harap Tuan memiliki uang cukup untuk membeli villa super mahal yang pernah kami miliki. Saya akan menyesal jika Tuan hanya ingin melihat-lihat villa itu!”

Melvin dan Davin sama-sama menggunakan kacamata hitam. Jika Melvin membuka kacamata, Kuncoro pasti langsung mengenalinya. Mereka sengaja menyamar untuk melihat sikap Kuncoro dalam menjamu para tamu.

Davin diajak ke ujung Heaven Garden yang langsung berbatasan dengan pantai. Harganya memang sangat mahal, tapi itu sebanding dengan suasana dan lingkungan yang terlampau indah.

Villa tiga lantai dengan taman dan kolam renang pribadi. Lantai tiganya memiliki ruang spa khusus yang langsung menghadap pantai. Garasi villa ada di bawah tanah dan bisa memuat belasan mobil sekaligus.

“Hmm, villa yang menarik, bagaimana jika aku membelinya sekarang?” tawar Davin.

“Saya turut senang mendengarnya. Tapi apa Tuan yakin ingin membeli Phoenix, harganya sangat mahal loh! Tuan bisa memilih villa-villa lain yang sedikit terjangkau dibanding villa ini.”

“Aku hanya mau villa ini!”

“Baiklah, Tuan, saya akan urus surat-suratnya. Tuan bisa duduk sambil menikmati pemandangan pantai."

Davin mengisi formulir yang diberikan Kuncoro.

Awalnya Kuncoro mengira kalau Davin tidak bisa membayarnya. Davin juga tidak menulis nama keluarganya di formulir. Kuncoro mulai curiga jika Davin hanya anak dari miliarder Klan Perak, bukan Klan Naga yang merupakan kasta pertama orang-orang terkaya di negeri ini.

Merasa dipermalukan, Davin membanting sebuah kartu hitam tepat di depan muka Kuncoro.

“Ka-kartu ini…”

Komen (81)
goodnovel comment avatar
Arya Culungga
bagus saya suka
goodnovel comment avatar
Ferlin
cerita nya sangat menarik namun sayang harus mengunakan koin
goodnovel comment avatar
Op Kimberly Sianturi
cara nyambungnya gimana?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status