Bab 9 Istrimu Hanyalah Beban Bagimu, Galih!
"Galih, istrimu itu sudah keterlaluan. Dia sungguh-sungguh telah menjadi pembangkang sekarang," ujar Bu Farah dengan muka bersungut kesal."Maksudnya bagaimana ya Bu?" Galih bertanya.
"Maksud ibu, istrimu sudah berani melawan ibu dengan ucapan yang kasar. Menolak permintaan ibu, padahal kau tahu ibu cuma meminta tolong padanya untuk memasak. Lihat di dapur, bahan-bahan makanan yang sudah ibu beli masih berada utuh di dalam kulkas tanpa tersentuh olehnya," ucap Bu Farah berapi-api.
Fyuuh...
Galih menghirup udara perlahan. Hatinya semakin bimbang dengan ucapan sang ibu.
"Apa benar Kiara bersikap sebegitu buruknya sama ibu?" tandas Galih.
"Kamu masih tidak percaya juga? Alangkah b*dohnya kamu! Ramuan apa yang telah Kiara sodorkan padamu sehingga kau menjadi sebegitu tunduknya sama dia," Megan turut menimpali percakapan tersebut.
"Tidak usah bilang-bilang ramuan, Mbak. Mana mungkin Kiara kenal soal begituan." Jawab Galih.
"Jangan bersikap terlalu naif, Galih. Seorang wanita yang berasal dari kalangan rendahan seperti dia, tentu saja tahu betul perihal perbuatan yang mengarah ke mistis," lanjut Megan tidak mau kalah.
"Tapi aku tidak pernah melihat Kiara pergi ke dukun atau sebagainya, Mbak,"ujar Galih.
"Punya otak dipakai buat mikir, Galih. kalau dia benar-benar melakukan perbuatan itu, tidak mungkin juga dia pergi bersama kamu atau dilihat secara langsung sama kamu. Perlu kau ketahui, bahwa orang dari kalangan miskin seperti dia pasti nekat menghalalkan segala cara demi bisa hidup dan masuk ke keluarga terpandang seperti keluarga kita," jelas Megan dengan kepercayaan diri yang tinggi.
Galih nampak manggut-manggut. Ucapan sang kakak ada benarnya juga. Begitulah ia membatin di dalam hati.
"Lihatlah istrimu sekarang, sudah berani melawan ibu sedemikian rupa, sudah berani berlagak nyonya di rumah ini. Seharusnya sebagai menantu dia sadar posisinya bagaimana. Istrimu itu tidak bersyukur, Galih. Dia itu penjilat, hanya menginginkan uangmu saja. Seharusnya kau sadar itu!" Lanjut Megan dengan nada kebencian yang besar. Terlihat dari sungut wajahnya.
Galih nampak berpikir. Dalam hatinya sebenarnya dia juga menangkap kejanggalan pada sikap Kiara tadi yang menolak uang jatah bulanan secara mentah-mentah.
Padahal biasanya Tiara selalu menerima tanpa banyak tanya.
Tapi kalau seperti anggapan Megan, yang mengatakan jikalau Kiara adalah penjilat, Galih mempunyai keraguan akan anggapan itu.
'Seandainya saja Kiara benar-benar, dia tidak mungkin menolak pemberianku secara mentah-mentah sebagaimana layaknya tadi. Tapi memang benar sikapnya berubah drastis dan lebih berkesan pada membangkang padaku. Apa salahku pada Kiara? Sepertinya Kiara memang bersalah dalam hal ini. mengapa dia tidak mencoba untuk berusaha menjadi menantu yang baik buat ibu, dan mencoba untuk menjadi adik ipar yang baik untuk Mbak Megan. Kiara memang kelihatan ingin menang sendiri,' batin Galih dalam hati.
"Sebaiknya kau berpikir jernih sekarang. Pantas ataukah tidak untuk melanjutkan rumah tanggamu bersama Kiara. Jujur Nak, ibu takut hidupmu akan tertekan jika selamanya menanggung beban hidup seperti Kiara. Dia bahkan tidak berperan sebagai istri. Tapi menurut ibu dia lebih tampak seperti seseorang yang membebanimu," tutur Bu Farah menimpali.
"Benar, Galih. Seharusnya kau berpikir jauh ke depan. Bukan hanya memikirkan tanggungan seperti Kiara. Hidupnya hanya membuat kau tak bisa berpikir bebas. Sedangkan dia di rumah ini nampaknya tidak berperan apa-apa. Mengolah keuangan dia tak pandai, menjadi menantu dia tak becus, jadi adik ipar pun dia tak mengerti bagaimana cara menghormati fan menghargai. Maaf Galih, bukan maksudku untuk menaburkan api di rumah tanggamu. Aku adalah kakak kandungmu. aku sayang sama kamu dan tentu saja menginginkan yang terbaik untukmu. Soal Kiara, seperti pendapat ibu, aku sangat yakin bahwa Kiara bukanlah seorang istri yang pantas untukmu," Megan memberikan pengertian yang cukup panjang.
Kembali galih berpikir. Dilema menghampiri.
"Lalu apa yang harus aku lakukan, Mbak? Otak Mbak kan cukup pandai, aku yakin Mbak bisa memberikan solusi yang baik untukku," ucap Galih meminta pendapat Megan.
Megan menatap adiknya dengan tatapan bersungguh-sungguh.
"Demi kebaikanmu, ceraikan Kiara!"
Bab 10 Dia Wanita Yang Akan Menggantikan Posisimu Aku baru saja selesai mandi ketika kudengar suara deru mobil masuk ke halaman. Tapi itu bukan deru mobil mertua ataupun mobil Mas Galih. Soalnya aku kenal betul suara mobil mereka. Kusibak tirai jendela, melihat siapa yang datang. Oh ternyata Bu Farah dan seorang wanita cantik dan menawan. Siapa dia? Ah peduli amat kucoba untuk masa bodoh. Benar saja, sebentar kemudian, suara high heel mereka beradu dengan lantai marmer menimbulkan bunyi khas yang kian mendekat memasuki rumah. "Kiara, tolong buatkan minuman. Ini ibu ada tamu istimewa!" Terdengar suara Bu Farah memberikan perintah seperti biasanya. "Kiara, tolong cepat ya, tidak pakai lama. Ibu tak suka perempuan yang suka bersikap lambat. Jangan lupa juga hidangkan makanan diatas m
Bab 11 Aku Tidak Mau Lagi Ditindas! "Kalau Ibu merasa Celine tidak pantas mengerjakan pekerjaan dapur termasuk dalam menghidangkan makanan, berarti ibu yang harus melayaninya, bukan aku," imbuhku cepat. Berusaha aku melapangkan dada dengan kenyataan yang dibuat oleh Bu Farah. Nyata-nyata beliaulah yang memperkeruh rumah tangga kami. Mengotori rumah tangga anaknya sendiri dengan menghadirkan orang ketiga. Dengan kekuatan hati yang telah ku bangun, aku siap dengan kenyataan. Baiklah, Bu Farah. Ternyata memang ini yang kau inginkan. "Bu, silakan ibu ingin menjodohkan Mas Galih sama Celine. Aku tidak masalah. Tapi satu yang juga harus ibu tahu, aku bukan pembantu dan tidak mau diperlakukan seperti pembantu. Oleh karena itu Ibu jangan pernah memerintahku sesuka hati seperti selama ini," tandaku tegas dan lugas. &nbs
Bab 12 Menikah Lagi, Tak Perlu Izin Istri! "Galih, ibu ingin bicara sama kamu!" Bu parah mendekati Galih. "Kiara, bisa kamu menyingkir dulu aku ingin bicara empat mata sama Galih!" Bu Farah memberi isyarat tangan kepada Kiara yang tengah duduk di sebelah galih untuk segera pergi. "Kalau kalian yang ingin bicara, berarti kalian yang harus menyingkir, bukan aku." Jawab Kiara ketus. "Kiara...?" Galih mengernyitkan dahi dengan keketusan sikap Kiara. "Kenapa Mas? Ada yang salah?" timpalku. "Coba kalau bicara itu baik-baik, apalagi sama ibu," "Iya aku tahu, tapi ibumu dulu yang bicara tak sopan apa salahnya aku membalas." Ucapku seraya menyeruput teh panas. "Sudahlah tidak usah pedulikan dia, Galih. Dia memang pembangkang. sekarang, ayo ikuti ibu. Ada hal penting yang in
Bab 13 Lihatlah, betapa borosnya Istrimu!" "Iya Bu. Perkataan ibu memang tidak ada salahnya. Tapi aku masih punya nurani. Rasanya tidak pantas aku menikahi wanita lain di tengah kehamilan istri sahku." Jawab Galih lagi. Megan dan ibunya semakin kesal saja dengan jawaban Galih yang masih saja berusaha untuk menyinggung masalah nurani. "Kau selalu saja bicara soal nurani, coba kau pikir, apakah istrimu punya nurani? Tidak, Nak. Ibu rasa istrimu itu adalah wanita yang tidak punya sopan santun. Lihatlah tingkahnya! Sekarang dia malah ingin bertingkah bak seorang bos di rumah ini. Wanita seperti seperti itu yang ingin kau ukur dengan nurani? Sangat tidak pantas," ucap Bu Farah mulai geram. "Ucapan ibu benar, Galih. Jujur ya, aku saja muak mendengarmu bicara mengait-ngaitkan Kiara dengan hati nuranimu. Kiara itu wanita yang tidak memikirkan masa depan. Buat apa kamu te
Bab 14 Uang Adikmu, Mana Cukup Buat Shopping! "Mbak, dugaan kalian salah!' sambar Galih cepat. "Tidak usah banyak pembelaan, Galih. Mengapa kau sekarang amat bod*h. Di bod*hin sama Kiara, ya?" Serobot Megan dengan congkaknya. "B*doh sekali kau Galih, seenaknya saja diperalat sama istri. Sampai rela kalau uangmu dihabiskan Kiara buat berfoya-foya bershoping ria," cibir Kiara berniat untuk mempengaruhi Galih. "Hei, Mbak Megan! Siapa juga yang membodohi adikmu ini? Mbak menuduhku? Hati-hati bicara, Mbak! Aku tidak pernah berbelanja seperti ini menggunakan uang adikmu! Huuuh... uang adikmu yang hanya lima ratus ribu mana cukup untuk membeli barang-barang seperti ini," Kiara balas mencibir. "Hey, darimana kau bisa nerbelanja sebanyak itu jika tidak da
Bab 15 Rencana Mertua dan Ipar busuk "Dek, maafkan Ibu dan Mbak Megan ya," Mas Galih menghampiriku yang sedang menata baju-baju dan sebuah tas bermerk yang baru saja kubeli. "Lain kali Mas mohon sama kamu, jangan lagi bicara sembarangan di depan mereka. Kamu tahu sendiri kan bagaimana sifat keduanya? Mereka sangat tidak mau diganggu. Apalagi caramu tadi sangat menguji kesabaran mereka," Mas Galih menasehatiku. Fyuuuuh... Aku menghela nafas. "Mas, aku tidak mungkin berkata kasar pada mereka jika mereka tidak memulai," jawabku. Aku tidak peduli jika Mas Galih tak suka dengan ucapanku. "Dek, Mas mohon. Maklumi saja ibu dan Mbak Megan. Sifat mereka memang begitu. Lihat selama ini, jikalau kamu tidak meladeni, rumah ini terasa damai tanpa perselisihan kalian. Mengalah tidak ada salahnya, Dek," ucap Mas Gali
Bab 16 Ingat Mbak, Jangan Main-main Denganku! "Enak saja kau ingin pergi berfoya-foya, lihat dapur masih berantakan, cepat sana beresin!" Perintah Megan bak seorang majikan yang sedang memberi perintah pada asistennya. "Enak saja, kamu pikir aku babu apa? Kalau mau ke rumah kalian rapi, ya bersihin aja sendiri! Aku ada urusan!" Kiara berucap tanpa takut. "Astaga, Kiara! Terbuat dari apakah hatimu ini? Dikasih tau baik-baik malah ngeyel! Tugasmu belum selesai, beresin dulu rumah, baru kamu boleh pergi!"ucap Megan kembali. "Mbak kira semua pekerjaan rumah ini semuanya tugasku? Begitu? Sorry mbak, masih banyak pekerjaan lain yang lebih baik daripada tugas gratisan seperti itu!" tanggap Megan. "Apa katamu? Tugas gratisan? Astaga Kiara! Punya otak dibuat untuk mikir! Bukan untuk ngeyel sembarangan. Kau k
Bab 17 Kalian Hanya Bisa Mengendalikan Galih, Tapi Tidak Denganku! "Bu! Sini ..! sini ...!" Megan mengisyaratkan pada Bu Farah agar mendekat. Wajah Megan mengekspresikan seolah melihat sesuatu hal yang besar. "Ada apa, Megan? Kok nampaknya serius sekali? Santai ajah kali," Bu Farah agak menyipitkan mata. "Aduh, Ibu. Coba lihat ini, Kiara ngapload foto makan siang di resto mahal. Waduuh... Sepertinya dia semakin berani bersikap keterlaluan sama kita," ujar Megan. Mendadak Bu Farah terkaget mendengarnya. "Resto mahal?" Gumamnya seraya mendekat. "Nih, coba ibu perhatikan!" Megan menyodorkan handphonenya pada Bu Farah. "What ...?" Bu Farah melongo, melihat tempat dimana Kiara duduk dan menikmati santapan lezat kelas atas yang tidak sembarangan orang bisa datang