Bab 10 Dia Wanita Yang Akan Menggantikan Posisimu
Aku baru saja selesai mandi ketika kudengar suara deru mobil masuk ke halaman. Tapi itu bukan deru mobil mertua ataupun mobil Mas Galih. Soalnya aku kenal betul suara mobil mereka.Kusibak tirai jendela, melihat siapa yang datang.
Oh ternyata Bu Farah dan seorang wanita cantik dan menawan. Siapa dia?
Ah peduli amat kucoba untuk masa bodoh.
Benar saja, sebentar kemudian, suara high heel mereka beradu dengan lantai marmer menimbulkan bunyi khas yang kian mendekat memasuki rumah.
"Kiara, tolong buatkan minuman. Ini ibu ada tamu istimewa!" Terdengar suara Bu Farah memberikan perintah seperti biasanya.
"Kiara, tolong cepat ya, tidak pakai lama. Ibu tak suka perempuan yang suka bersikap lambat. Jangan lupa juga hidangkan makanan diatas meja makan. Sekalian sama es tehnya. Cepetan ya! Seorang pembantu kerjanya harus cepat,"
Astaga, beliau memanggilku dengan sebutan pembantu? Seketika darahku mendidih.
"Maaf Bu aku sedang sibuk." Jawabku ketus.
Aku tahu jawaban yang kuberikan pasti akan mengundang amarah Bu Farah.
Dugaanku benar, tidak berselang lama suara high heels Bu Farah mendekati.
Seketika juga pintu terbuka. Sial, mengapa tidak kukunci saja pintu kamarku tadi? Tapi sudahlah sekarang sudah terlambat. Biarkan saja beliau berbicara.
"Kiara, kamu jangan bikin malu ibu ya!" Bentaknya tanpa ba bi bu.
"Aku tidak bikin malu ibu kok. Hanya saja aku bukan pembantu di rumah ini, sebagaimana yang ibu katakan tadi!" sergahku cepat.
"Kamu memang secara status bukan pembantu, tapi dalam keseharian kau sangat cocok dengan peran itu. Ingat kata-kataku, jangan membangkang lagi. Atau kalau tidak, akan kusuruh Galih untuk segera menceraikanmu!"
Astagfirullahaladzim, berkali-kali aku mengusap dada untuk mencoba menahan kesabaran.
"Sekarang cepat pergi ke belakang, dan siapkan apa yang kuperintahkan. Aku tidak suka menantu pembangkang. Dikasih hidup enak kok suka belagu. Sudah cukup selama ini kau membuat hubunganku dan Galih renggang. Hanya karena wanita gelenjotan sepertimu, anak laki-lakiku jadi suka menentang ibunya sendiri. Ingat Kiara! kau takkan bisa memisahkanku dan Galih. Harus kau ketahui, bahwa sekarang Galih sudah bisa ku kendalikan. Kau tidak bisa menguasainya lagi," tutur Bu Farah tanpa menjaga perasaanku.
"Bu, aku tidak pernah berniat memutuskan hubungan kalian. harus juga ibu ketahui bahwa ibu lah yang selalu menginginkan kerenggangan diantara kami," balas ku tak kalah sengit.
Biarlah, kali ini kepalang basah aku disebut sebagai pembangkang. Aku tidak takut sama sekali kepada mertuaku maupun terhadap Mbak Megan. Cukup selama ini mereka sok berkuasa. Seperti pesan Papa, sekarang sudah waktunya aku bangkit dari penindasan.
Aku tidak akan keluar dari rumah ini sebelum membalas semua perbuatan mereka. Mereka semua berpikir hanya mereka yang bisa menindasku seperti yang mereka lakukan selama ini?
Soal risiko, aku siap menghadapi. Bercerai pun aku tak masalah sama sekali.
"Sekarang cepatlah ke dapur dan siapkan apa yang telah kuperintahkan," Bu Farah mengulang kembali perintah dengan nada kasar bak seorang majikan besar.
"Bukankah ibu bisa melakukannya sendiri? atau kalau ibu mau silakan ajak tamu istimewa ibu itu untuk turut menyiapkan hidangan buat kalian," jawabku.
"Astaga, apa kau tidak tahu siapa yang ku ajak ke rumah ini? Apakah kau belum tshu siapa wanita cantik yang datang bersamaku?" Tanya Bu Farah dengan cibiran yang merendahkan.
"Rasanya aku tidak perlu tahu siapa dia, Bu," jawabku.
Bu Farah berdiri berkacak pinggang membusungkan dada. Sikap congkak melekat erat pada dirinya.
"Huuuh, wanita dari kalangan miskin seperti kamu ini memang lebih lihai dalam bersikap sombong. Kiara, semoga kau tidak terkejut. Sekarang aku beritahu sama kamu, bahwa wanita yang datang bersamaku adalah Celine. Dia seorang wanita yang akan menggantikan posisimu sebagai istrinya Galih. Tentu saja dia wanita berkelas yang tidak patut dan tidak pantas mengerjakan pekerjaan dapur sebagaimana pembantu sepertimu,"
Bab 11 Aku Tidak Mau Lagi Ditindas! "Kalau Ibu merasa Celine tidak pantas mengerjakan pekerjaan dapur termasuk dalam menghidangkan makanan, berarti ibu yang harus melayaninya, bukan aku," imbuhku cepat. Berusaha aku melapangkan dada dengan kenyataan yang dibuat oleh Bu Farah. Nyata-nyata beliaulah yang memperkeruh rumah tangga kami. Mengotori rumah tangga anaknya sendiri dengan menghadirkan orang ketiga. Dengan kekuatan hati yang telah ku bangun, aku siap dengan kenyataan. Baiklah, Bu Farah. Ternyata memang ini yang kau inginkan. "Bu, silakan ibu ingin menjodohkan Mas Galih sama Celine. Aku tidak masalah. Tapi satu yang juga harus ibu tahu, aku bukan pembantu dan tidak mau diperlakukan seperti pembantu. Oleh karena itu Ibu jangan pernah memerintahku sesuka hati seperti selama ini," tandaku tegas dan lugas. &nbs
Bab 12 Menikah Lagi, Tak Perlu Izin Istri! "Galih, ibu ingin bicara sama kamu!" Bu parah mendekati Galih. "Kiara, bisa kamu menyingkir dulu aku ingin bicara empat mata sama Galih!" Bu Farah memberi isyarat tangan kepada Kiara yang tengah duduk di sebelah galih untuk segera pergi. "Kalau kalian yang ingin bicara, berarti kalian yang harus menyingkir, bukan aku." Jawab Kiara ketus. "Kiara...?" Galih mengernyitkan dahi dengan keketusan sikap Kiara. "Kenapa Mas? Ada yang salah?" timpalku. "Coba kalau bicara itu baik-baik, apalagi sama ibu," "Iya aku tahu, tapi ibumu dulu yang bicara tak sopan apa salahnya aku membalas." Ucapku seraya menyeruput teh panas. "Sudahlah tidak usah pedulikan dia, Galih. Dia memang pembangkang. sekarang, ayo ikuti ibu. Ada hal penting yang in
Bab 13 Lihatlah, betapa borosnya Istrimu!" "Iya Bu. Perkataan ibu memang tidak ada salahnya. Tapi aku masih punya nurani. Rasanya tidak pantas aku menikahi wanita lain di tengah kehamilan istri sahku." Jawab Galih lagi. Megan dan ibunya semakin kesal saja dengan jawaban Galih yang masih saja berusaha untuk menyinggung masalah nurani. "Kau selalu saja bicara soal nurani, coba kau pikir, apakah istrimu punya nurani? Tidak, Nak. Ibu rasa istrimu itu adalah wanita yang tidak punya sopan santun. Lihatlah tingkahnya! Sekarang dia malah ingin bertingkah bak seorang bos di rumah ini. Wanita seperti seperti itu yang ingin kau ukur dengan nurani? Sangat tidak pantas," ucap Bu Farah mulai geram. "Ucapan ibu benar, Galih. Jujur ya, aku saja muak mendengarmu bicara mengait-ngaitkan Kiara dengan hati nuranimu. Kiara itu wanita yang tidak memikirkan masa depan. Buat apa kamu te
Bab 14 Uang Adikmu, Mana Cukup Buat Shopping! "Mbak, dugaan kalian salah!' sambar Galih cepat. "Tidak usah banyak pembelaan, Galih. Mengapa kau sekarang amat bod*h. Di bod*hin sama Kiara, ya?" Serobot Megan dengan congkaknya. "B*doh sekali kau Galih, seenaknya saja diperalat sama istri. Sampai rela kalau uangmu dihabiskan Kiara buat berfoya-foya bershoping ria," cibir Kiara berniat untuk mempengaruhi Galih. "Hei, Mbak Megan! Siapa juga yang membodohi adikmu ini? Mbak menuduhku? Hati-hati bicara, Mbak! Aku tidak pernah berbelanja seperti ini menggunakan uang adikmu! Huuuh... uang adikmu yang hanya lima ratus ribu mana cukup untuk membeli barang-barang seperti ini," Kiara balas mencibir. "Hey, darimana kau bisa nerbelanja sebanyak itu jika tidak da
Bab 15 Rencana Mertua dan Ipar busuk "Dek, maafkan Ibu dan Mbak Megan ya," Mas Galih menghampiriku yang sedang menata baju-baju dan sebuah tas bermerk yang baru saja kubeli. "Lain kali Mas mohon sama kamu, jangan lagi bicara sembarangan di depan mereka. Kamu tahu sendiri kan bagaimana sifat keduanya? Mereka sangat tidak mau diganggu. Apalagi caramu tadi sangat menguji kesabaran mereka," Mas Galih menasehatiku. Fyuuuuh... Aku menghela nafas. "Mas, aku tidak mungkin berkata kasar pada mereka jika mereka tidak memulai," jawabku. Aku tidak peduli jika Mas Galih tak suka dengan ucapanku. "Dek, Mas mohon. Maklumi saja ibu dan Mbak Megan. Sifat mereka memang begitu. Lihat selama ini, jikalau kamu tidak meladeni, rumah ini terasa damai tanpa perselisihan kalian. Mengalah tidak ada salahnya, Dek," ucap Mas Gali
Bab 16 Ingat Mbak, Jangan Main-main Denganku! "Enak saja kau ingin pergi berfoya-foya, lihat dapur masih berantakan, cepat sana beresin!" Perintah Megan bak seorang majikan yang sedang memberi perintah pada asistennya. "Enak saja, kamu pikir aku babu apa? Kalau mau ke rumah kalian rapi, ya bersihin aja sendiri! Aku ada urusan!" Kiara berucap tanpa takut. "Astaga, Kiara! Terbuat dari apakah hatimu ini? Dikasih tau baik-baik malah ngeyel! Tugasmu belum selesai, beresin dulu rumah, baru kamu boleh pergi!"ucap Megan kembali. "Mbak kira semua pekerjaan rumah ini semuanya tugasku? Begitu? Sorry mbak, masih banyak pekerjaan lain yang lebih baik daripada tugas gratisan seperti itu!" tanggap Megan. "Apa katamu? Tugas gratisan? Astaga Kiara! Punya otak dibuat untuk mikir! Bukan untuk ngeyel sembarangan. Kau k
Bab 17 Kalian Hanya Bisa Mengendalikan Galih, Tapi Tidak Denganku! "Bu! Sini ..! sini ...!" Megan mengisyaratkan pada Bu Farah agar mendekat. Wajah Megan mengekspresikan seolah melihat sesuatu hal yang besar. "Ada apa, Megan? Kok nampaknya serius sekali? Santai ajah kali," Bu Farah agak menyipitkan mata. "Aduh, Ibu. Coba lihat ini, Kiara ngapload foto makan siang di resto mahal. Waduuh... Sepertinya dia semakin berani bersikap keterlaluan sama kita," ujar Megan. Mendadak Bu Farah terkaget mendengarnya. "Resto mahal?" Gumamnya seraya mendekat. "Nih, coba ibu perhatikan!" Megan menyodorkan handphonenya pada Bu Farah. "What ...?" Bu Farah melongo, melihat tempat dimana Kiara duduk dan menikmati santapan lezat kelas atas yang tidak sembarangan orang bisa datang
Bab 18 Ketika Saatnya Tiba, Galih akan Di Pecat Dari Kedudukannya "Kiara ...! Kiara ...! Dimana kamu?" Bu Farah berteriak. "Kemana tuh orang?" gerutu Bu Farah ketika tidak mendapati keberadaan Kiara di kamarnya. "Ada apa, Bu? Kok teriak-teriak segala," Tanya Megan yang baru saja pulang kerja. "Ini, ibu nyari Kiara! Tapi dia tidak ada dimana pun," jawab Bu Farah. "Buat apa nyari-nyari Kiara, Bu? Peduli amat sama dia. Biarin ajah dia mau kemana. Mau kesana kek, kesini kek, mau pulang, ataupun tidak, itu terserah sama dia. Tidak usah kitanya yang repot-repot. Liat mukanya saja aku udah muak," imbuh Megan mencibir. "Masalahnya, ibu sedang butuh dia sekarang!" tandas Bu Farah. "Butuh da buat apalagi, Bu? Kalau bisa nggak usahlah minta-minta bantuan dari dia! Buang-buang waktu saja," gerutu Megan