Keesokan harinya.Itu adalah hari yang dipenuhi kesedihan dalam klan Sanjaya. Madam Chiyo memimpin acara pemakaman hari itu. Ribuan orang dari klan Sanjaya dan klan Atmaja memadati hampir seluruh area pemakaman. Pemakaman seluas dua puluh hektar tersebut, tampak menjadi lebih kecil karena saking banyaknya orang yang hadir untuk menghadiri acara pemakaman masal hari itu.Mereka yang hadir disana hanya dari klan Sanjaya dan Klan Atmaja saja, dan beberapa lainnya dari kenalan terdekat mereka. Sesuai ramalan nenek Chiyo sebelumnya, pertempuran sehari sebelumnya telah menelan banyak korban nyawa. Jadi sangat wajar, semua orang tampak begitu sedih dan merasa kehilangan dengan banyaknya korban yang berjatuhan. Tidak termasuk orang-orang Sanjaya yang berkhianat, karena mereka semua di urus oleh pihak divis zero dan militer.Saat semua orang sedang berduka, sekelompok orang baru datang meminta ijin pada penjaga yang berjaga di luar gerbang pemakaman. Sekelompk orang ini dipimpin oleh pange
"Guysss, kangeenn." "Iya, gue juga kangen ma kalian semua." "Hmn, tidak terasa waktu lima tahun begitu cepat berlalu." "Iya, gue sudah gak sabar menunggu seminggu lagi. Rasanya, kalendernya pengen gue sobek biar bisa segera bertemu kalian semua." Dalam video call tampak 7 orang, yang terdiri dari lima wanita dan dua pria saling melepas rindu satu sama lain. Suasana tampak begitu ceria dan penuh kehangatan. "Novi, dari tadi diam aja. Mentang-mentang sebentar lagi mau jadi jaksa." "Iya, kah? Pantesan Shiren dari tadi juga ikutan kalem banget, gak kayak biasanya." "Loh, Siska, lu gak tahu kalau Shiren sebentar lagi bakal jadi 'ibu' jaksa?" "Vebyyy, ember deh." "Hahaha, orangnya ngamuk. Biar yang lain pada tahu, Ren." "Tapi, gak gitu juga kali! Ah, lu juga sih. Jadi, gak surprise kan." "Hem-hem, jadi cinta lama bersemi kembali nih ceritanya." "Hahaha, lagian siapa yang bisa menolak pesona seorang jaksa sih?" "Ih, jadi karena itu Novi bawaannya kalem sekarang." "Hahaha, tidak
Awan baru saja menyelesaikanmeetingdengan para petinggi perusahaan RA Corporation, sebuah rapat yang tidak biasa. Karena pertemuan itu sendiri hanya bisa dihadiri oleh para petinggi perusahaan, mulai dari level Direktur teratas di setiap perusahan yang dinaunginya.Acara itu cukup membuat dirinya lelah.Sekarang hanya tinggal dirinya dan sang direktur utama yang menjadi tangan kanannya selama ini, Zack Lee. Seorang pria berusia 50an bergaya kalem namun sangat berkharisma. Dialah yang diutus Ayahnya Awan sebagai mentornya pertama kali. Namun, ketika Awan sudah bisa mengendalikan perusahaan sepenuhnya, posisi Zak bergeser menjadi tangan kanan Saktiawan Sanjaya, sekaligus Direktur Utama.Sebuah alasan sederhana, kenapa bukan nama Saktiawan Sanjaya yang menjadi D
"Lupakan sedikit tentang pekerjaan dan bersenang-senanglah, tuan muda.""Pfft.." Awan sedikit tersedak dan tertawa masam mendengar saran sederhana Zack."Anda terlalu banyak menghabiskan waktu untuk kemajuan perusahaan, tidak ada salahnya sesekali anda menikmati masa muda dan bersenang-senang diluar sana." Zack tidak takut jika dianggap lancang menyarankan itu padanya, justru Ia memberanikan diri bicara seperti itu karena kedekatan mereka selama ini.Awanpun terlihat biasa dan tidak marah karena ucapan Zack barusan."Kata Susan, Anda hanya menghabiskan kurang dari seratus juta setiap bulannya. Saya bisa dimarahi Tuan Kelvin karena disangka tidak melayani anda dengan baik." Lanjut Zack dengan sedikit bercanda sambil menatap Awan yang d
Awan baru saja selesai ganti pakaian begitu Mikha masuk ke dalam kamar apartemennya, sementara diatas kasur mewahnya masih berserakan belasan stel pakaian yang baru saja datang, dikirimkan oleh kurir salah satu toko online.Melihat pakaian yang dipakai oleh Awan, lalu pandangannya tertuju pada pakaian yang masih dalam bungkusan diatas kasur, tak ayal membuat kening Mikha berkerut dengan alis terangkat karena saking herannya.Bagaimana tidak ?Jika pakaian yang terpampang didepannya sangat tidak pas untuk seorang Awan, sehingga membuat dirinya tidak tahan untuk berkomentar."Awan, yang benar saja kamu mau pake ini buat kuliah ?" Tanyanya seolah tak percaya."Hehehe, kenapa ? Bagus kan
"Tuan Muda, maaf tadi saya kebelakang. Tuan muda mau keluar ya ?" kata Pak Bahar supir pribadi Awan yang baru saja tiba dari arah belakang mereka. "Oh tidak usah pak. Saya mau bawa motor saja. Ada yang bawa motor gak ? Saya pinjem dulu." Jelas semua orang pada melongo seakan tidak percaya, mereka sempat mengira salah dengar kalau sangbig bossakan meminjam motor. "Eh, motor bos ?" Tanya Yunfa memastikan. "Iya, ada ?" Melihat Awan yang serius, jelas saja kalau Ia sedang tidak bercanda. "Bawa motor saya aja kalau gitu bos." Yunfa menawarkan dengan semangat.
Jika Awan masih orang yang sama ketika Ia pertama kali menginjakkan kaki di Ibu Kota, mungkin sekarang Ia benar-benar akan terlihat layaknya orang bodoh yang sedang tersesat. Tapi Awan yang sekarang jelas sudah jauh berbeda. Ia bukan orang gaptek lagi dengan hp jadul yang akrab dengan museum lawas. Melaluismartphoneditangannya, Ia dengan mudah mengakses seluruh denah gedung tempat perkuliahannya. Sehingga dengan mudah mengetahui dimana kelas yang harus ditujunya saat itu. Namun keasikan melihathandphone, ada seorang wanita dengan setelan formal namun berkelas serta kecantikan yang elegan, sedang berjalan terburu menuju kelas tempatnya mengajar, dan... Buugghhh Tubuh semampai tersebut terlambat b
"Maaf Bu, saya terlambat. Boleh saya masuk ?" Tanya Awan coba seramah mungkin. "Ka-kamu mahasiswa disini ?" Tanya Calista lebih kaget lagi. Suatu hal yang tidak terduga, pria yang ditabraknya tadi adalah mahasiswanya sendiri dan pria itu telah memeluk dirinya. Walau itu terjadi karena kecelakaan, membuat Calista salah tingkah dan wajahnya semakin memerah karena malu. Namun cepat-cepat, ia menguasai keadaan kembali dan menganggap kejadian sebelumnya adalah hal yang biasa dan cuma kecelakaan. Untuk menutupi gugupnya, Ia mempersilahkan Awan untuk masuk ke dalam ruang kelas. "Eh, iya.. Silahkan." Calista bergeser kesamping untuk memberi jalan. Awan juga tidak menyangka s