Share

Bab 4

Di lain tempat, Maura menggandeng tangan kecil sang buah hati. Mereka turun dari taksi dan menuju kediaman. Lengan mungil yang halus, tawanya membuat di sekitar ikut mengembangkan bibir. Maura lekas mengeluarkan kunci dari tas dan bergegas membuka pintu, Delia langsung berhampuran bermain mainanan baru di karpet dari Oma.

"Delia, mau Bunda buatin susu?" tanya Maura.

Wanita itu ikut selonjoran di karpet bulu tebal. Gadis kecil tersebut mengangguk tanda setuju, sangat fokus bermain sampai tidak mengalihkan tatapannya. Maura tertawa melihat tingkah menggemaskan sang buah cinta dari Hamdan dan dirinya. Ia bergegas ke dapur membuatkan pesanan yang tersayang. Berusaha menguatkan hati, agar selalu melihat kebahagiaan Delia.

"Aku harus semangat demi Delia," kata Maura.

Dia mengembangkan senyuman saat menyuguhkan sebotol susu ke anaknya.

"Ayo, Sayang diminum sampai habis ya. Jangan dibuang-buang! Ingat ada yang lebih susah dari kita, kamu harus bersyukur karena memiliki semua ini," nasehat Maura.

Ucapan wanita itu membuat Delia mengangguk walau di kepala kecilnya hanya ada kata bermain, makan dan tidur.

"Bunda, Ayah mana?" tanya Delia.

Dia bertanya saat dirinya tengah berbaring di paha Maura sambil menonton televisi yang menayangkan kartun.

"Ayah, kan, kerja, Sayang." Maura melirik ponsel yang berkedip, ia mendapatkan pesan dari suaminya. 

[Sayang, aku pulang sedikit malam. Mawar menangis sedari tadi ditelepon, gara-gara dapatkan bully-an. Gosip cepat banget beredar.] - Hamdan

[Kamu pulang jangan sampai terlambat! Delia menunggumu, awas saja kalau pulang larut malam, suruh Mawar habis ngampus langsung pulang.] - Maura

Maura menaruh handphone, ia kesal karena Hamdan ingin berdua dengan Mawar secara tidak langsung. Dia melirik jam sudah yang ternyata sudah sangat siang, lekas menyiapkan makanan untuknya dan Delia. Gadis kecil itu makan sangat lahap.

"Pelan-pelan, Sayang. Makanan kamu tidak akan lari kok." Maura membelai rambut Delia, hanya gadis kecil ini yang mampu memperbaiki suasana hatinya.

Di lain tempat Mawar tengah berdecak kesal, karena Hamdan membatalkan pergi ke hotel bersama. Padahal ia ingin berdua dengan sang suami, mencurahkan segala keluh kesah. Kejadian ini membuat banyak orang yang menghina. 

"Kenapa jadi aku yang selalu disalahkan oleh mereka, harusnya Mbak Maura dong. Dia, kan, gak bisa jaga suaminya," gerutu Mawar.

Perempuan itu berada di kampus, dikira tidak akan mendapatkan bully-an lagi orang karena dia kuliah. Ternyata dugaannya salah.

Suara dering ponsel membuat Mawar tersadar, matanya melihat nama yang tertera di layar. Setelah mengatur emosi dan nada suara, ia langsung mengangkat telepon. Memamerkan senyuman walau sang empu tak melihat.

"Walaikumsalam, Bu."

Mawar benar-benar berusaha agar nada suara tidak bergetar.

"Kamu di mana sekarang? Nduk. Kata Ce Idah kamu udah gak di kontrakan lagi, karena saat Ibu mau bayar uang kontrakan dia gak mau," cecar wanita itu.

"Anuuuu, Bu. Mawarrr ...."

Ucapan Mawar terdengar gemetar, takut diomeli oleh wanita yang melahirkannya. Apalagi mendengar hinaan tersebut.

"Ibumu pasti malu karena memiliki anak pelakor!" Perkataan seseorang terngiang-ngiang di benaknya, sampai sang ibu memanggil berkali-kali baru tersadar.

"Kamu kenapa, War? Sekarang kamu tinggal di mana?"

pertanyaan itu terucap bersamaan masuknya kampus membuat Mawar tersenyum lega.

"Bu, sudah dulu ya. Aku harus masuk kampus. Assalamualaikum."

Setelah mendengar jawaban sang ibu, Mawar langsung mematikan sambungan telepon.

 Jam sudah menunjuk angka setengah lima, Mawar bergegas untuk pulang. Karena tubuh yang benar-benar letih, ia langsung mendorong pintu membuat Delia yang hendak membuka terjatuh. Mawar terkejut sedangkan Maura berada di dapur menyiapkan susu untuk anaknya lekas berlari ke arah suara.

"Astagfirullah ... kamu kenapa, Sayang?" pekik Maura.

Dia membawa Delia dalam gendongannya, terlihat kening gadis itu benjol.

"Maaf, Mbak. Mawar gak tau," ucap Mawar membela dirinya. Dia takut dituduh sengaja melukai anak kakak madunya.

Maura menatap tajam Mawar, lalu beralih pada Delia yang menjerit kesakit. Berusaha mendiamkan sang anak, sedangkan Mawar mengikuti langkah mereka. Rasa kantuk hilang berganti menjadi rasa takut. 

"Awas kamu, anakku  sampai benjol gini!" hardik Maura sambil mengompres kening Delia seraya meniup-niup.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Tri Wahyuni
kmu itu terlalu sabar itu maura dgn mawar padahal dia jahat sama kmu ko kmu malah kmu diemin aja kmu hrs bikin mawar dn Hamdan kapok ..
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status