Share

Membujuk Terapi

Jam dinding menunjukkan pukul 3 pagi, Amirah bangun dari tidurnya untuk menunaikan sholat malam, kebiasaan yang selalu Amirah kerjakan, meskipun tadi Amirah tidur hanya sebentar, tidak lebih dari setengah jam, matanya masih terlihat sembab akibat menangis semalaman.

Sebelum menuju kamar mandi dia melihat Abizar sedang terlelap di ranjang king sizenya.

Amirah mengerjakan sholat malam dengan khusyuk, hanya kepada Allah Amirah menumpah ruahkan keluh kesahnya, tangisan yang berupa isakan supaya tidak membangunkan makhluk tampan nan sombong yang sedang terlelap di ranjang sebelahnya mengerjakan sholat.

"Aku harus kuat, aku harus bisa bertahan, aku harus menjalankan tugasku sebagai seorang istri dengan baik, meskipun Pak dokter tidak pernah menganggapku," tekadnya dalam hati.

***

Mentari pagi mulai beranjak dari peraduannya, menyambut manusia yang mulai melakukan aktivitasnya.

Setelah sholat Subuh Amirah turun ke bawah menuju dapur membantu bik Na yang sedang menyiapkan sarapan pagi.

"Boleh saya bantu, Bik?" tanyanya masih canggung.

"Eh, Non Amirah, mangga atu kalau tidak merepotkan Non Amirah."

"Tentu tidak merepotkan atu, Bik, malahan saya senang bisa bantu-bantu Bibik di dapur," jawabnya sambil tersenyum tulus.

"Hari ini masak apa, Bik?" tanyanya.

"Ini masak nasi goreng udang kesukaannya Den Abizar."

"Saya bantu ngurus udangnya, ya, Bik."

"Terima kasih, Non."

"Iya, Bik, saya senang kok bisa membantu Bibik."

Setelah selesai membantu Bik Na memasak, Amirah menyiapkan sarapan pagi tersebut di meja makan.

"Itu minuman apa, Bik?" tanyanya saat melihat cangkir yang akan dibawa bik Na.

"Ini minuman teh herbal buat Nyonya, juga kopi buat Den Abizar."

"Boleh saya bantu yang mengantarkannya, Bik?"

"Tentu boleh atu, Non, sekalian bilang sarapan sudah siap, ya, Non."

"Iya, Bik," ucap Amirah. Segera ia mengambil alih nampan berisi minuman itu.

Tok ... tok ... tok ....

Amirah mengetuk pintu kamar mama mertuanya.

"Masuk, Bik! Pintunya ndak dikunci,"

Amirah masuk sambil membawa nampan berisi teh herbal untuk mama mertuanya, dan meletakkannya di atas nakas.

"Lho, Mama pikir tadi Bik Na, ternyata kamu, Sayang," ucap Ambar senang.

"Ini diminum tehnya, Ma. Sarapan juga sudah siap," ucapnya sopan.

"Maaf, Ma, saya antar kopinya pak dokter dulu, nanti Amirah kembali ke sini lagi untuk menjemput mama ke ruang makan," ucapnya lagi, sebelum meninggalkan mama mertuanya untuk mengantar kopi Abizar.

"Kok manggilnya Abizar Pak Dokter, sih?" tanya Ambar heran.

"Panggil Mas atau Aa' kan lebih pantas dan bagus, Nak."

"Maaf, Ma, tapi manggilnya pak dokter juga sudah buat Mira nyaman kok."

"Owalah gitu ya, terserah kamu aja senyamannya kamu, Nak."

"Saya permisi dulu, Ma."

"Iya, Nak. Terima kasih, ya!"

Amirah membalasnya dengan anggukan dan tersenyum tulus.

Sesampainya di atas Amirah masuk ke kamarnya Abizar, ternyata Abizar baru keluar dari kamar mandi sudah memakai pakaian lengkap dan bersiap-siap untuk pergi ke rumah sakit

"Permisi, Pak. Ini kopinya," ucapnya.

"Saya tidak menyuruhmu untuk membuatkan kopi untukku," jawabnya dengan sombong.

"Tapi ini yang buat Bik Na," ucapnya sambil menunduk.

"Kenapa kamu yang antar??"

"Saya tidak suka kamu yang mengantarnya, meskipun bukan kamu yg buat," ucapnya dingin dan sinis.

"Ini peringatan dan perlu kamu ingat, kamu tidak harus mengantarkannya apalagi membuatkannya, karena aku tidak akan meminumnya," ucapnya marah.

Diraihlah cangkir berisi kopi tersebut dan ditumpahkan isinya di depan Amirah, sambil berlalu pergi dari kamar.

Jatuhlah sudah rinai air mata yang dari tadi ditahannya, sakit hati dan kecewa itu sudah pasti, begitu hinakah dirinya di hadapan Abizar? memang Amirah miskin tapi tak seharusnya Abizar menperlakukannya dengan kasar.

Setelah membersihkan kopi yang ditumpahkan Abizar di lantai, Amirah segera menuju kamar mama mertuanya untuk mengajak sarapan dan mendorong kursi rodanya.

"Lho kok udah rapi, emangnya kamu mau kemana?" tanya Ambar.

"Hari ini ada operasi, Ma. Jadi Abi harus masuk," ucapnya berbohong.

Padahal dia memang sengaja tidak ambil cuti bahkan tidak memberitahu teman-teman seprofesinya perihal pernikahannya

"Ya sudah kalau begitu, padahal mama sudah siapin tiket ke Bali untuk bulan madu kalian," ucap Ambar kecewa.

"Gak usahlah, Ma. Lagian untuk bulan ini dan bulan-bulan berikutnya Abizar sangat sibuk," tolaknya.

"Apa kamu gak kasihan istrimu, kamu sibuk terus, bulan madukan bisa mempererat hubungan kalian, mama juga pingin cepat-cepat nimang cucu," ucap Ambar menggoda.

"Bulan madu! sedikit pun aku gak mengharapkannya, untuk apa toh pernikahan ini hanya sementara, setelah mama sembuh dari lumpuhnya aku akan menceraikan wanita itu," batinnya.

"Gampanglah, Ma. Nanti setelah mama sembuh, kita berdua akan pergi bulan madu, iya kan, Sayang?" ucap Abizar sambil menyentuh pundak Amirah.

"I-iya, Ma. Sekarang mama fokus sama terapi untuk kesembuhan kaki mama dulu aja ya," bujuk Amirah pada mama mertuanya.

"Baiklah hari ini mama putuskan akan mulai ikut terapi," ucap Ambar.

"Alhamdulillah, akhirnya Mama mau terapi," ucapnya senang.

Abizar bahagia sekali karena akhirnya mamanya mau terapi, dengan begitu setelah mamanya sembuh dia bisa segera menceraikan Amirah dan menikahi kekasihnya dokter Amanda.

***

Hari ini Amirah mengantarkan mama mertuanya ke tempat terapi, Amirah sangat telaten dan sabar menemani mama mertuanya, hal itu tak luput dari penglihatan Ambar mama mertuanya, sehingga Ambar semakin menyayangi menantunya ini.

"Sudah cantik, baik, dan sabar pula," batin Ambar.

Ambar memang tidak setuju Abizar berhubungan dengan dokter Amanda, meskipun Amanda seorang dokter tapi Amanda itu gadis yang sombong dan juga matre, licik, manja pula, tapi sayangnya Abizar sudah dibutakan oleh cinta jadi apapun dilakukannya untuk mendapat restu sang mama, bahkan pernikahannya dengan Amirah juga atas saran Amanda.

Setelah terapi Amirah dan mama mertuanya langsung memutuskan pulang.

"Alhamdulillah, Mama akan sembuh kalau rutin terapi, kemungkinan kata dokter ortopedinya sekitar lima sampai enam bulan kalau Mama rutin," ucap Amirah senang.

"Iya Alhamdulillah, Sayang. Mama senang sekali akhirnya Abizar mau menikah dengan wanita sebaik kamu, maka dari itu Mama jadi semangat ikut terapinya," ucapnya senang.

"Mama senang sekali Abizar tidak menikahi Amanda dan lebih memilih kamu karena mama tidak pernah setuju hubungan Abizar dengan Amanda," tuturnya lagi sambil tersenyum lembut penuh kasih sayang.

"Maaf, Ma. Siapa Amanda itu?" tanya Amirah.

"O iya Amanda itu, mantan kekasihnya Abizar, Abizar sangat mencintainya, tapi Mama tidak setuju," ceritanya.

"Kenapa, Mama tidak setuju?"

"Meskipun Amanda itu seorang dokter, tapi dia itu tidak sabaran, manja, matre, dan egois, Mama tidak suka itu."

"Sejak pertama bertemu kamu, Mama langsung sreg, apalagi saat Abizar bilang kalian akan menikah, Mama bahagia sekali," ucapnya senang.

"Boleh Mama tanya, Sayang?"

"Silakan, Mama mau tanya apa?"

"Kamu kan berasal dari Bandung, ke Jakarta memang sengaja cari pekerjaan atau apa, dan di mana kamu kenal Abizar?"

Deg ….

"Aku harus jawab apa? Tidak mungkinkan aku jujur kalau aku bertemu dengan putranya karena sebuah kontrak pernikahan," batin Amirah memberontak. Dia tidak mau terus-terusan membohongi mama mertuanya.

"Sayang, kok malah diam, sih,"

"E i-iya, Ma. Saya ke Jakarta untuk mencari pekerjaan sekaligus ingin melanjutkan pendidikan saya, Ma," jawabnya tidak sepenuhnya bohong.

Meskipun tidak semuanya bohong, memang Amirah ke Jakarta sedang kuliah kedokteran melalui jalur beasiswa. Namun, cita-citanya menjadi dokter itu harus dikuburnya dalam-dalam

"Terus ketemu Abizar pertama kali di mana?"

"Di rumah sakit, Ma. Ngantar teman," Jawabnya bohong.

"Maafkan aku, Ma. Aku terpaksa berbohong," gumamnya.

"Lalu kalian saling jatuh cinta, iya kan?" goda mama mertuanya . Ambar tersenyum lembut pada Amirah.

Amirah hanya mengangguk sambil tersenyum malu, meskipun hatinya menangis dan kecewa, kecewa atas ketidakberdayaanya, kecewa atas perilaku dan ucapan kasar Abizar, tidak tahu sampai kapan hubungan seperti ini akan dia jalani

Amirah hanya berharap pernikahan ini tidak akan berakhir sesuai kontrak perjanjian karena pernikahan mereka sah baik menurut hukum maupun agama. Namun sekuat apapun harapannya kalau Abizar tidak menginginkannya, dia bisa berbuat apa? Tidak mungkin ia bertahan hanya untuk tersakiti terus menerus.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status