Share

Berganti Nama

Pahing turun dengan mantap dari mobil setelah memakirkannya disamping rumah, memang perumahan yang dia huni bersama Kiran tidak memiliki gerbang depan.

Tidak lupa ia membawa makanan seafood untuk Kiran yang telah dibelinya tadi, langkahnya terasa hingga sampai ketika ia mengetuk pintu tapi tidak ada respon dari dalam.

Pahing sedikit mengerutkan dahinya, apakah Kiran tidak ada di rumah? Tapi tidak mungkin juga, biasanya jika Kiran akan berpergian keluar akan menghubungi dirinya terlebih dahulu.

Merasa tidak sabar, Pahing pun menekan gagang pintu dan mencoba untuk mendorongnya ke dalam akan tetapi ia merasa seperti ada benda berat dibalik pintu yang menghalangi jalan masuk.

Ia berhasil membuat sedekit celah sehingga pandangan jatuh pada apa yang ia anggap benda tadi yang menghalangi pintu masuk ternyata sesosok manusia, apakah itu Kiran? Sepertinya iya. Dia langsung mengenalinya ketika Pahing mengamatinya lamat-lamat.

Pahing membeku ditempat sebelum berhasil mengambil tindakan, ia terlebih dulu menyimpan bungkusan seafood menggantungkannya digagang pintu kemudian memberikan sedikit dorongan agar dirinya dapat masuk ke dalam dan melihat keadaan Kiran.

Tak butuh waktu lama, Pahing pun berhasil masuk ke dalam. Ia bahkan terlalu berhati-hati karena takut tidak sengaja menginjak tubuh Kiran ketika melangkahi tubuhnya yang meringkuk dilantai.

Pertama-tama, Pahing mencoba untuk menggoyangkan tubuh Kiran secara perlahan agar bisa menyadarkannya lalu ia tempelkan telapak tangannya pada dahi Kiran dan merasakan suhu yang tidak normal. Kiran tampaknya sedang dilanda demam lantas kenapa ia malah tiduran di atas lantai yang dingin ini?

Terdengar erangan halus dari bibir Kiran yang tampak pucat, ketika ia berusaha untuk membuka kedua matanya rasanya terlalu berat apalagi kepalanya seperti ingin pecah. Dia merasakan ada seseorang yang berada disisi tapi Kiran tidak bisa menebak siapa itu, ia hanya bisa merasakan tubuhnya yang tadi terbaring dilantai menjadi melayang, Kiran tidak bisa menebak siapa itu. Apakah mungkin itu suaminya? Namun, dia tidak berusaha untuk memeras pikirannya ketika bau parfum yang sering Pahing masuk ke dalam indera penciumannya dan Kiran memilih untuk memejamkan matanya dan membaringkan kepalanya pada dada bidang Pahing. Selain karena Kiran sudah tahu Pahing yang sudah menggendongnya, ia juga merasakan rasa pusing yang semakin terus berputar-putar didalam otaknya.

Pahing segera membawa Kiran yang berada di dalam gendongannya menuju kamar tidur mereka berdua, ia menggunakan siku kanan untuk menekan gagang pintu setelah itu dia membaringkan tubuh Kiran secara perlahan di atas ranjang.

Sebelum keluar dari kamar, Pahing tidak lupa menyelimuti tubuh Kiran sampai dagu dan menurunkan suhu AC.

Ia memandang Kiran sesaat sebelum benar-benar keluar dari kamar, Pahing merasa sangat terganggu dengan keadaan Kiran saat ini. Bagaimana istrinya tersebut bisa jatuh sakit?

Pahing pun benar-benar keluar dari kamar dan kembali melangkahkan kaki panjangnya ke pintu depan, tempat dimana ia menaruh bungkusan seafood lalu membawa masuk ke dalam.

Dia menaruh bungkusan seafood tersebut diatas meja makan sebelum fokus utamanya berubah, ia menggulung lengan kemajanya sampai ke siku kemudian mencari tempat dimana Kiran menyimpan kompresan dan air hangat dalam wadah yang sebelumnya sudah ia masak terlebih dulu lalu menyusunnya di atas nampan. Tidak lupa juga membawa tablet obat penurun demam

Setelah selesai, Pahing kembali menuju kamar. Ia menaruh nampan tersebut di atas nakas lalu merendam kain kompresen ke dalam wadah kemudian memerasanya dan ditaruh di atas dahi Kiran yang kini sedang menginggau memangil namanya.

Pahing menatap Kiran dengan pandangan yang rumit “Kiran, apa kamu begini karena aku?” Gumamnya ambil mengelus pipi Kiran halus.

“Ah, aku lupa membawa segelas air.” Ucap Pahing pada dirinya sendiri ketika melihat pil di atas nampan, ia segera bergegas kembali ke dapur.

“Kiran, ayo bangun sebentar dulu. Kamu harus minum obat.” Titah Pahing dengan suara yang selembut mungkin yang masuk ke gendang telinga Kiran dengan samar karena kepalanya yang masih terasa pusing dan berat tersebut.

Pahing duduk di samping ranjang, tangannya yang panjang mencoba untuk menelusup pada belakang leher Kiran agar memudahkannya istrinya meminum obat.

Dia menahan kepala Kiran dengan lengan kiri sementara tangan kanannya menaruh obat diujung bibir sebelum membukanya dengan perlahan lalu menyodorkan segelas air agar obat sukses masuk ke dalam tubuh Kiran.

Kiran yang masih tidak sadar sepenuhnya tersebut hanya menerima semua perlakuan dari Pahing dengan pasrah dan sejujurnya di dalam lubuk hati yang terdalam yang tadinya terasa dingin kini terasa menghangat.

Pahing masih mengkhawatirkan, masih sama seperti dulu ketika mereka saling mencintai satu sama lain dengan kadar yang sama.

Setelah selesai, Pahing pun menidurkan Kiran lagi seperti posisi di awal dengan penuh kehati-hatian. Takut dia bisa membangunkan Kiran jika tidak hati-hati, ia merawatnya begitu telaten sama seperti Kiran merawatnya ketika Pahing jatuh sakit.

Pahing mengelap permukaan wajah Kiran yang mulai berkeringat dengan handuk putih bersih yang berada dilaci nakas, pandangannya tidak lepas sedikitpun dari Kiran.

“Kamu harus cepat sembuh, aku tidak suka melihatmu sakit Kiran.”

Ia menghela napas panjang lalu mencelupkan kain kompresan kembali dan memerasnya, melakukan hal yang sama terus berulang sampai suhu tubuh Kiran tidak terlalu panas seperti tadi.

Akhirnya Pahing pun bisa beranjak dari duduknya setelah keadaan Kiran cukup membaik, ia berencana untuk membuat bubur di dapur jadi ketika Kiran bangun tadi dia bisa langsung mengisi perutnya.

Pahing juga memperhatikan sedari tadi bahwa Kiran begitu tampak kurus, tulang rahangnya agak terlihat mencolok. Pipinya yang dulu agak berisi sekarang terlihat tirus, apakah selama ini Kiran tidak makan dengan baik? Pahing terus bertanya-tanya dalam pikirannya.

Ketika menggendong tubuh Kiran pun rasanya terlalu ringan untuk Pahing untuk seukuran wanita dewasa kemudian dia tersadar bahwa beberapa minggu ke belakang, ia sudah tidak lagi begitu memperhatikan Kiran sama ketika mereka memadu kasih.

Mungkin tepatnya ketika Eri mamasuki hidup Pahing, nama Kiran dalam hidup serta hatinya tergeser dengan mudah digantikan oleh Eri tanpa ia sadari.

Pahing pun lagi-lagi hanya bisa membuang napasnya dengan kasar, rasanya untuk beberapa hari ke depan hidup menjadi tidak mudah.

Menurut Pahing, definisi seorang dari Eri adalah dari yang selama ini ia cari dan tidak tertahankan berbeda dengan Kiran yang harus dia pupuk untuk mengembangkan yang namanya cinta dan kasih sayang.

Hanya dengan bersama Eri, Pahing bisa menjadi dirinya yang sepenuhnya berbeda dengan Kiran. Ah, mungkin tidak bedanya hanya hatinya saja yang memang sudah berganti nama.

Pahing menyimpan dulu permasalahan tersebut di belakang kepalanya dan fokus untuk membuat bubur terlebih dahulu.

Dia tidak bisa memungkiri seberapa bejat dirinya ketika, istrinya yang bahkan sedang terbaring sakit pikirannya malah lari memikirkan wanita lain? Apakah cinta untuk Kiran benar-benar sudah mati?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status