Share

Pernikahan Di Ujung Tanduk
Pernikahan Di Ujung Tanduk
Penulis: Waternim

Berlinang Air mata

Penulis: Waternim
last update Terakhir Diperbarui: 2022-01-11 15:14:38

Tampak sepasang sejoli yang masih terbaring di bawah selimut tipis berwarna putih untuk menutupi tubuh telanjang mereka berdua dari mata dunia, pakaian yang mereka kenakan pun tampak berserakan dimana-mana. Sudah bisa diketahui dari sini bahwa sepasang sejoli tersebut telah menghabiskan malam panas bersama di sebuah motel yang sengaja mereka pesan agar tidak mendapatkan gangguan dari orang terdekat.

Keduanya begitu lengket dengan lengan sang lelaki yang dijadikan bantal oleh sang wanita, sementara tangan yang satunya lagi memeluk erat pinggang kekasihnya. Begitu hangat dan nyaman terasa dalam ruangan yang dipenuhi oleh sisa-sisa cinta di udara atau tumbuh bermekaran layaknya bunga yang sedang dalam fase cantik-cantiknya.

Tidak ada yang salah untuk keduanya sampai sejauh ini, kecuali dering ponsel dari saku celana yang tergeletak di lantai mulai berdering dengan keras memenuhi seluruh ruangan kamar yang sunyi.

Kerutan diwajah sepasang sejoli tersebut menandakan bahwa keduanya merasa terganggu dengan suara dering ponsel tersebut yang tak mau berhenti, kelopak mata masih ingin tertutup rapat akan tetapi gendang telinga terus dimasuki oleh gelombang suara yang ingin segera diprioritaskan.

Akhirnya, sang wanitalah yang menjadi orang pertama membuka mata. Mengerjap-ngerjapkan matanya sejenak lalu melirik sang kekasih hati sebelum terduduk bangun dan mengedarkan pandangannya ke sekeliling, mencari darimana suara ponsel tersebut berasal.

Dengan langkah yang begitu ringan dan tak tahu malu karena ia tidak memakai satu helai benangpun untuk menutupi tubuh telanjang yang penuh dengan bekas kemerahan, orang-orang biasa menyebutnya dengan tanda cinta.

Sesekali ringisan kecil keluar dari bibir penuh tersebut karena bagian bawahnya terasa ngilu, bibirnya pun tampak sedikit robek akibat dari keganasan sang kekasih prianya diranjang tadi malam.

Ponsel yang terus berdering kini sudah dalam genggamannya, sebuah nama Id yang tertera dilayar membuat senyumnya tampak muram. Namun, sedetik kemudian kedua sudut bibirnya tertarik ke atas.

“Halo, Mas. Kamu dimana? Kenapa semalam tidak pulang?” Sederet pertanyaan dari orang yang menelpon dari seberang sana terdengar begitu gelisah, akan tetapi nada suaranya terdengar halus nan lembut. Tak ada nada pengakiman disana.

“Hai, selamat pagi. Kamu tidak perlu khawatir Ran, Pahing tidur denganku semalam di motel.” Jawab wanita tersebut sambil duduk dipinggir ranjang dengan nada yang tak kalah lembut dari seorang penelpon diseberang sana yang bisa dipastikan juga seorang wanita seperti dirinya.

Tawa renyah yang keluar dari bibir penuhnya terdengar begitu syahdu bagai madu yang membuat candu, tangannya terulur menyapu wajah pria yang masih terlelap dalam tidurnya.

“Ah, benar. Tubuhku terasa sakit disana disini, sakit sekali.” Lanjutnya tanpa merasa bersalah, seolah-olah rutinitas tersebut adalah hal yang wajar untuk dilakukan diantara keduanya.

Adegan intim yang mereka lakukan, berputar kembali di dalam otaknya sehingga senyum makin merekah terlukis dibibirnya.

Merasa tak ada tanggapan dari wanita diseberang sana, ia memutuskan sambungan telepon secara sepihak lalu menaruh ponsel tersebut di nakas dekat ranjang.

Dia pun beringsut mendekat pada pria yang matanya masih tertutup rapat, kemudian mengubur wajahnya pada bahu lebar pasangannya.

Pasangan yang telah memiliki wanita lain di rumahnya yang berstatus sebagai istri resmi, adapun dia tak lebih dari seorang kekasih hati yang sedang merangkak bermain secara terang-terangan.

Ia pun memilih untuk tertidur kembali, bergabung bersama prianya merajut mimpi yang tadi sempat tertunda.

***

Sementara disisi lain, seorang wanita yang ponselnya masih menempel di daun telinga harus menelan pil pahit karena sambungan telelpon yang diputuskan secara sepihak.

Ia mencengkeram ponsel tersebut sampai buku-buku jarinya memutih dengan wajahnya yang merah padam, perutnya serasa bergejolak ingin memuntahkan sarapan yang tak lama masuk ke dalam perutnya. Jika tahu begini, dia tidak akan repot-repot untuk menelpon sang suami dan mengkhawatirkannya bagai orang gila semalaman.

Dan benar saja, tak berselang wanita tersebut berlari ke arah mandi dan langsung memutahkan isi perutnya ke mangkuk kloset duduk.

Setelah merasa puas, ia pun mengusap sudut bibirnya yang meninggalkan jejak cairan bening. Kemudian dia menekan tombol flush kecil sebelum keluar dari mandiri.

Rongga mulutnya terasa asam, kepala pun ikut terasa pening. Mungkin memakan sesuatu yang manis bisa sedikit menekan rasa asam dirongga mulutnya, tidak dengan hatinya.

Ia baru menikah dengan Pahing dua bulan lalu tapi merasa hidupnya sedang mengalami siksa neraka dunia, angan-angan ingin memulai hidup yang bahagia setelah pernikahan malah berujung disiksa secara perlahan.

Sungguh ironi, tak berarti terus diinjak hingga bernanah dan berdarah. Bercampur menjadi satu yang harus dia teguk walau begitu tak tertahankan.

Begitu menjijikan hingga ia bertanya-tanya, apakah dirinya masih termasuk ke dalam spesies manusia? Manusia normal mana yang ingin menjalani hidup seperti ini? Kecuali dia benar-benar sakit, mentalnya sakit seperti dirinya.

Kiran, nama dari wanita yang sedang mempertanyakan dirinya tersebut ke dalam jenis apa dan bagaimana dia bisa kuat sejauh ini. Tidak tahu esok, lusa atau satu minggu kemudian. Akahkah ia tetap bersikukuh menjadi orang akan tetap memegang teguh pernikahannya dengan Pahing? Atau malah mundur secara perlahan untuk mengakhiri segala rasa sakit yang kini sudah menjadi penyakit?

Kiran memilih permen rasa jeruk, rasa manis dan asam melebur menjadi satu dilidahnya. Sejujurnya ia ingin sekali berteriak bagai orang kesetanan serta menangis tersedu-sedu sampai air matanya kering, ingin sekali begitu tapi disisi lain enggan juga bertingkah seperti itu.

Ia pun memejamkan matanya, mencoba menetralkan pikirannya yang sedang kacau tersebut serta mencoba untuk menenangkan diri sendiri karena siapa lagi jika bukan dirinya yang bisa untuk melakukannya?

Lelehan cairan panas keluar dari ujung tiap kanan matanya yang tertutup rapat itu, bibirnya berkerut sementara hatinya makin teriris oleh benda tajam yang kasat mata.

Pada akhirnya, Karin tidak bisa menahannya lagi. Menahan sakit hati yang menggunung yang telah menelam jiwanya dengan rapi, pertahanan yang dimiliki pun runtuh.

Ia menangis tanpa suara, air matanya keluar semakin deras. Saking sakit hatinya, pita suaranya pun sudah tidak bisa menyuarakan suara pilu ditengah tangisan.

Kiran juga lelah jika harus menjadi tonggak dalam rumah tangga mereka, yang selalu berdiri tegak dan menancap kuat ke tanah walau ada orang asing yang mencoba untuk menariknya.

Kiran sudah benar-benar lelah hingga rasanya ia ingin mati, untuk mengakhiri segalanya lebih awal. Karena pada dasarnya, dalam setiap napas yang dia ambil terasa sangat sesak.

Pahing, pria yang selalu dia cintai, yang selalu mengisi seluruh hatinya juga yang menghancurkan hidupnya.

Karin yang selalu berharap bisa menjadi istri dan Ibu dari anak-anak Pahing, harus mengubur harapan tersebut dalam-dalam.

Dan kini minatnya untuk dikubur didalam tanah semakin menjadi, melihat batu nisan atas namanya adalah harapan baru.

‘Pahing, jika aku mati. Sudikah kamu melihat jasadku? Sebelum tubuh ini hanya tersisa tulang belulang, sudikah kamu melihat jasadku untuk terakhir kali?’

Pikiran Kiran berkecamuk tak karuan, tanda-tanda hilang kewarasan mulai mengambil alih diri.

Ia tidak sudi mati dini, tapi apakah Pahing akan kembali seutuhnya padanya?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
nice opening cant wait to read the next chapter.. boleh kasih tau akun sosmed ga ya soalnya pengen aku share ke sosmed trs tag akun author :)
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Pernikahan Di Ujung Tanduk   Bolehkah?

    Sebelum Kiran melangkahkan kakinya keluar dari kamar, ia melihat pintu kamar mandi yang tertutup rapat biasanya dia akan meninggalkan sedikit celah di sana sehingga memudahkannya tahu bahwa ada orang di dalam sana atau tidak walaupun hanya mereka berdua yang menghuni kamar serta rumah ini. Sepertinya cara yang satu begitu efektif bagi Kiran, tujuan utamanya pun mendekat ke arah pintu kamar mandi. Tentu saja tidak mudah, bahkan beberapa kali ia hampir kehilangan keseimbangan tubuhnya serta kepalanya yang masih agak terasa sedikit pusing hingga membuat pandangnya juga ikut tidak fokus dan buram. Namun, karena memiliki tekad yang begitu kuat sampai pada akhirnya bisa mendorong Kiran sampai di tempat yang dia tuju dengan postur tubuhnya yang sedikit membungkuk ke depan. Lalu Kiran pun mengetuk pintu kamar luar dengan tenaga terakhir yang dia miliki karena sesungguhnya ia merasa tubuhnya akan tumbang sebentar lagi, napasnya juga terengah-engah. “M-mas.. Pahing.” Akhirnya Kiran

  • Pernikahan Di Ujung Tanduk   Cemas Membara

    Kiran berusaha untuk membuka paksa matanya agar bisa terbangun dari mimpi buruk yang bisa membuatnya gila, dadanya pun naik turun tidak karuan. Kedua tanganya mencengkeram seprei dengan erat, keringat memenuhi dahinya yang tadinya hanya sebiji jantung saja. Jantung pun berdebar lebih cepat akan tetapi napas terasa tersendat. Jika Kiran tidak bisa bangun dari mimpi buruk ini, mungkin dia bukan hanya akan di buat gila melainkan akan mati secara perlahan. Entah itu karena rongga dadanya yang terasa menyempit sehingga menyumbat oksigen yang akan masuk ataupun bisa membuat lidahnya patah karena terlalu keras mengigitnya. Gerakan Kiran tampak makin abnormal dalam tidur yang kali ini tampak tidak damai, badai memang terlalu menghantam terlalu keras walaupun masih terlalu dini. Efek yang di berikan luar biasa bukan main, membuat seluruh tubuhnya bekerja sama untuk memproduksi tingkat kecemasan yang meningkat tajam. Ketakutan yang memeluk erat tubuh, dari ujung rambut hingga ujung

  • Pernikahan Di Ujung Tanduk   Ketakutan

    Pahing sudah berusaha untuk menghubungi kekasihnya, akan tetapi tetap tidak tersambung dan terus di alihkan. Ini sudah masuk yang kelima kali, membuat dirinya kalut. Biasanya Eri tidak pernah mengabaikan panggilan darinya, biasanya dalam deringan kedua langsung di angkat. Namun, sekarang bahkan dalam panggilan yang kelima tak kunjung di angkat juga. ‘Apa yang sebenarnya terjadi pada Eri?’ Pertanyaan tersebut terus berputar di dalam pikirannya sembari menatap ponsel yang berada dalam genggamannya yang sudah ia remas sekuat tenaga, seperti berniat menghancurkan benda persegi panjang tersebut dengan urat-urat di tangan yang begitu menonjol. Pahing memang baru berpisah dalam hitungan jam tapi rasa rindu ingin mendengar suara Eri sudah menyeruak dalam hati dan rasa rindu tersebut ingin segera ia bebaskan, walau hanya mendengar tanpa wujud fisik dari kekasihnya di depannya. Itu sudah sedikit mengobati rasa rindu miliknya dan bagian lainnya yang memang tidak bisa di puaskan jika tidak

  • Pernikahan Di Ujung Tanduk   Alasan Lain

    Eri menatap ponselnya dengan tatapan tidak percaya, ketika ia sedang mencoba untuk menghubungi Pahing dan tersambung lalu sambungan telepon terputus begitu saja karena pihak lain mematikan ponselnya secara tiba-tiba.“Mengesalkan saja.” Keluh Eri sembari mencebikkan bibirnya, hari ini sungguh sial baginya.Ketakutan sedari tadi yang dimilikinya menjadi kenyataan, ia gagal untuk menemui orang penting tersebut karena terlambat datang ke tempat perjanjian yang telah disepakati.Eri hanya menggerutu kesal dan menyalahkan kesialannya pada Pahing karena Pahing merupakan sumber kesialan itu sendiri, jika saja dia bisa memaafkan masa lalu mungkin dia tidak akan repot-repot untuk membalaskan dendamnya.Pasalnya, kesalahan Pahing tidak bisa dimaafkan begitu saja. Tidak semudah itu memaafkan seseorang yang bisa dengan mudahnya mengambil orang penting dalam hidup Eri, begitu dengan Kiran.Mereka berdua pa

  • Pernikahan Di Ujung Tanduk   Percayalah Padaku

    Keheningan udara untuk kedua kalinya, suara napas dari keduanya tak terdengar jelas. Yang satu bernapas lebih lambat dan lainnya bahkan tidak bisa mengontrol napasnya. Ketegangan yang dirasakan Pahing begitu kentara, bahkan tangan tangannya ikut basah. Bulir-bulir keringat sebiji jagung diproduksi oleh dahinya padahal AC tidak pernah dimatikan. Kiran yang sedari mengamati perubahan wajah ekpresi Pahing membuat hati bergetir, apakah wanita gatal yang mencoba untuk menghubungi suaminya? Ia tidak akan membiarkan begitu saja, dia akan berusaha untuk melindungi mili

  • Pernikahan Di Ujung Tanduk   Dengarkan Aku Saja

    Suasana hening menyelimuti mereka berdua, ketegangan terjadi diudara. Seluruh tubuh Pahing terasa terpaku ke tanah, bibirnya kelu tidak bisa mengecap kata sementara Kiran mulai mengatur napasnya yang memburu akibat dari tangisan yang kian ingin dihabiskan.Rentetan kalimat sedang Pahing susun dalam benaknya agar tidak tertangkap dan Kiran pun tidak menaruh curiganya padanya, ia pun mulai berpikir untuk mengecek ponselnya. Namun, segera dia urungkan niatnya tersebut. Tidak mungkin, Pahing mengecek daftar panggilan dihadapan Kiran, itu pasti akan membuat istrinya menaruh curiga padanya.Pahing tidak sempat menyusun kalimat jika suatu saat Kiran mulai curiga, ia tidak tahu hari itu akan datang secepat ini. Seharusnya sudah jauh-jauh hari ia persiapkan, dia muali meruntuki kebodohannya sendiri.“Mas..” Panggil Kiran pelan dan terdengar begitu lirih, jadi apa diamnya Pahing ini adalah iya?“Jadi itu benarkan?

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status