Jantungku terasa copot dari tempatnya, kedua lelaki itu terus saja menggedor kaca jendela mobil. Nafasku naik turun, aku semakin panik saat satu dari mereka mengayunkan balok ke mobilku.
Brak!Satu hantaman balok mendarat keras di kaca jendela, kaca itu langsung retak seketika."Keluar!! Atau gua hancurkan mobil ini!!" Teriak lelaki berkepala botak itu tak main-main.Dug... dug ...Satu lelaki memukul kaca jendela dengan tangannya, lalu menempelkan wajah dikaca dengan mata melotot tajam.Dengan tangan bergetar, aku meraih pintu mobil. Firasat mengatakan jangan membuka, namun gedoran bertubi-tubi kembali terdengar. Membuat aku membuka pintu juga."Lama lu!!" sentaknya sambil menarik badanku dengan kasar."Ada apa ini?" tanyaku cemas.Bugh. .. bugh ...Tanpa bisa kucegah bogemnya langsung mendarat keras di wajah dan perutku, membuat nafas langsung tercekat ditenggorokan."Aaarhhgg!!"Apa ini? Kenapa begini. Jangan-jangan dua ke--parat itu ....Tidak ... aku melangkah mundur, jantungku berdetak ngilu. Tanganku bergetar menyentuh bekas sayatan itu, rasa sakit luar biasa seketika menyerang barang pusakaku.Rasa kebelet sudah tidak tertahan lagi, dengan menahan nafas dan menggigit bibir bawah dengan kencang aku mencoba mengeluarkan air seni.Ampun ... sakit sekali rasanya!!Apa aku terbius? Tadi tidak seperih ini.Aku kalut, kacau. Rasa dihati bercampur aduk, melihat kenyataan ini. Detak jantung semakin tidak menentu, peluh terus saja membasahi keningku."Tidak!!" teriakku histeris. Kusapu dengan tangan apapun yang ada diatas westapel. Bibirku bergetar begitu pun dengan badanku.Aku berteriak sekuat tenaga. Melepas sesak yang menjalar direlung hati."Aaaaaa ....""Mas! Kamu kenapa Mas ..." suara Anitta terdengar dibalik pintu.Air mat
Menghempaskan bokong dibangku panjang, tangan meremas kuat kulit kepala dengan fikiran kacau tidak menentu. Rasanya, aku ingin kematian datang saat ini juga.Hati begitu gamang, serentetan pristiwa silam seakan menari-nari dikepala.Suara gawai mengusik lamunan, dengan lemas aku merogoh saku celana."Halo Mih," sahutku sambil menempelkan gawai ditelinga."Dan ... pulang sekarang," suara Mamih terdengar bergetar."Ada apa Mih?" sahutku cemas."Pulang sekarang Dan ...huhu. Dara minum racun serangga, huhu ..," isak Mamih diujung telpon.Tubuhku membeku seketika, kekhawatiranku kini menjadi keyataan."Kok bisa ... kan sudah aku bilang Mamih harus ngawasi dia!" sentakku dengan nafas yang menggebu. Emosiku benar-benar meletup, mendengar kabar buruk ini."Sudah ... kau jangan menyalahkan Mamih saja bisanya. Pulang sekarang!" balas Mamih tak kalah sengit lalu memutuskan panggilan.
Pov Fiona.Tok ... tok.Suara ketukan pintu terdengar dari luar."Masuk ..." ucapku dengan mata terfokus pada layar."Buk, ada yang mau bertemu," wajah Dinda menyembul dibalik pintu."Siapa?""Kak Fiona ..." Adik Mas Daniel menerobos masuk. Dinda tersenyum kearahku, kubalas dengan anggukan kepala dan melibaskan tangan."Hei ... Dara," sapaku dengan senyum tipis menghiasi bibir.Dara nampak sendu, lalu berlari kearahku dan meringsek tubuh ini."Kak ... aku kangen," ucapnya hangat. Kubalas dengan menepuk-nepuk punggungnya.Setelah puas memeluk tubuhku, Dara melonggarkan pelukannya lalu mentapku dan tersenyum lebar. Dari sorot matanya, aku melihat ada kesedihan yang terpancar disana.Dara ... ada apa denganmu?"Mari kita ngobrol disitu," ucapku sambil menuntunnya menuju sofa, yang ada diruangan."Kamu sama siapa?" tanyaku setelah mengh
Setelah memastikan Dara kembali kerumah, aku langsung menuju Dealer kembali. Melanjutkan pekerjaan yang sempat tertunda.Banyaknya pekerjaan membuat waktu tanpa terasa berputar. Badanpun sudah terasa lelah, pukul 20:00 aku memutuskan menutup pembukuan.Bangkit dari kursi, badanku bergeliat meregangkan otot-otot yang terasa membeku. Setelah membersihkan diri dan memoles bedak tipis, aku berjalan keluar ruangan.Berjalan menuju parkiran, kulihat ada laki-laki muda yang bersender dimuka mobilku. Saat menyadari kedatanganku dia langsung bangkit dan tersenyum ramah."Malam Non," sapanya dengan senyum yang merekah.Aku hanya tersenyum tipis lalu menengok kedalam mobil, takku lihat Pak Karim didalamnya."Ehm ... permisi Non Fi-ona ..." ucapnya sambil mengeja namaku.Alisku mengkerut, dari mana dia tahu namaku."Saya Yasir ... keponakan Pak Karim," jelasnya kemudian."Lalu?""Saya d
Dengan tangan yang bergetar, kutekan gambar berita, agar lebih jelas membaca isi didalamnya.Seorang pemilik, sekaligus pengusaha restoran berinisial (D) dengan sengaja menabrak mahasiswa berinisial (R) dikawasan industri.Berkat cctv yang terdapat dibahu jalan, setelah pencarian satu bulan, akhirnya polisi dapat menangkap (D) di kediamannya. Belum diketahui motif tersangka pembu-nuhan, kini tersangka sudah diamankan dikantor polisi terdekat.Lututku terasa lemas, aku berharap inisial (D) itu bukan Mas Daniel. Delapan tahun mengenalnya, aku tahu betul Mas Daniel seperti apa, dia orang penyayang dan lemah lembut. Tidak mungkin dia melakukan keja-hatan, semoga fikiranku salah dan semua hanya kebetulan.Ahh ... kenapa aku harus mencemaskan dia. Seharusnya aku senang dia ada didalam penjara. Bukankah dia pantas mendapatkannya?***Ofd.Semua berjalan dengan biasanya, tentang berita dipagi hari pun aku sudah melupakannya. P
Nadia terus saja bercerita, aku hanya tersenyum menatapnya dengan fikiran yang kemana-mana."Fi ... kesalon yuk," ajaknya sumringah."Hah?""Kesalon ... kok malah bengong sih," sungutnya."Eh ... iya, mau ngapain?" tanyaku seperti orang bo-doh."Mau luluran, gue tidak mau ada kotoran sedikitpun dikulit gue," jawabnya dengan senyum malu-malu."Oh ....""Ayok," ajak Nadia, kini dia sudah bangkit dari duduknya.Aku ikuti langkah kakinya, Nadia terlihat bersemangat dari biasanya. Yah ... dia sudah menemukan pasangan hidupnya, sudah jelas dia akan sangat bahagia."Nad ..." ucapku saat tiba didepan pintu salon."Ya?" balasnya dengan langkah yang terhenti."Gue ketoilet sebentar ya.""Oh ... ya sudah," ucapnya dengan senyum.Aku menganggukan kepala lalu berjalan menuju toilet, sementara Nadia sudah memasuki pintu salon.Kupandangi pantula
Huft ... bisa aku rasakan pipi ini menghangat, aku mengalihkan pandangan berusaha memasang wajah datar. Meski bibir memaksa untuk tersenyum.Yasir membuka pintu mobil dan melempar senyum kearahku, sebelum menduduki jok sopir. Aku tersenyum kaku lalu berpura sibuk memainkan ponsel. Mengatur nafas berulang kali, mencoba menetralkan jantung yang sangat berdetak kencang.Hai ... ada apa denganmu wahai hati. Sadarlah, sosok didepanmu ini sudah dimiliki orang lain, jangan pernah menaruh harapan apapun. Akan ada hati yang tersakiti, entah hatimu atau hati yang lain."Non ..." Yasir menyodorkan tisu didepanku."Apaan?" sentakku dengan alis yang mengkerut.Yasir sedikit kaget mendapati reaksiku, lalu kembali tersenyum ramah."Ini ...."Yasir menunjuk kearahku lalu menunjuk sudut bibirnya sendiri. Seperti kerbau yang dicucuk hidungnya, tangan ini langsung mengikuti
"Hallo Nad?" sapaku setelah menggeser tombol hijau."Hei ... Nyonya, jangan lupa tiga hari lagi acara pernikahan gue. Please, lo harus dateng. Dan gue mau, lo jadi pengiring pengantin buat gue," ucapnya diujung telepon.Aku meringis mendengar ucapannya. Ada rasa tak nyaman sesungguhnya.Sudah seminggu ini, Yasir memang tidak menjadi supirku. Wajarlah namanya mau menjadi pengantin. Pasti dia tengah sibuk akhir-akhir ini."Kok diam? Jangan bilang kalau lo ada acara ya?" sengit Nadia, tak sabar menungguku berbicara."Iya ... gue pasti dateng kok," balasku kemudian."Nah ... gitu dong, ya sudah sehari sebelum acara lo dateng ya kerumah. Nginep temani gue," pinta Nadia.Aku menghembuskan nafas, acara ini begitu penting untuk, Nadia sahabat terbaikku. Aku harus menjadi saksi diacaranya."Iya bawel," sahutku kemudian. Kudengar Nadia terkekeh, lalu menutup panggilan."Huftt ... oke Fio, dunia