169 MEMBERI PENJELASAN“Pah! Dengarkan penjelasanku! Aku tidak melakukan apapun. Aku hanya ....”Bugg. Satu pukulan lagi mendarat di wajah putranya. Dia tak memberi kesempatan kepada putranya untuk memberi penjelasan.“Kau masih menyangkal? Semua bukti sudah mengarah kepadamu!”“Bukti apa?!”Pertanyaan Elang membuat Baskoro makin emosi. Pria paruh baya itu menekan dagu putranya dengan keras. “Kau pasti sudah tahu buktinya!”“Bukti apa? apa karena aku tak berpakaian? Begitu?!”“Terserah apa katamu. Kau akan tahu sedang berhadapan dengan siapa! aku sendiri yang akan menyeretmu ke kantor polisi!” ucap Baskoro dengan geram.“Kalau memang aku bersalah, aku sendiri yang akan menyerahkan diri kepada polisi. Katakanlah memang hal itu terjadi. Tapi apa papah tidak malu melaporkan suami yang berhubungan badan dengan istrinya?”Baskoro melepas dagu putranya. Sesaat dia terdiam dan mencerna ucapan Elang.“Benar juga apa yang diucapkan Elang. Bisa-bisa polisi mentertawakanku.” Ucap Baskoro dalam h
Elang menjatuhkan tubuhnya ke lantai seraya meninju ranjang dengan kesal.“Kenapa kesalahpahaman ini bisa terjadi? Aku tidak melakukan hal itu. Istriku, Aku tak ingin kita bercerai!” Elang meratapi kebodohannya. Dia pun menyesal karena sudah berniat buruk terhadap istrinya yang mengakibatkan sang istri menjadi marah dan menuduhnya telah menodainya.“Aku memang bodoh. Mungkin ini cara Tuhan menghukumku! Dan aku harus menerimanya!”Elang mencoba menerima kenyataan dengan lapang dada, walaupun sulit. Dia menghapus air matanya dan berusaha pasrah dengan takdir yang harus dijalaninya.Elang berlari menuju balkon. Dengan harapan bisa melihat istri tercinta walau mungkin untuk yang terkahir kali karena sang istri sudah tak ingin bertemu lagi dengannya.Benar saja, dia masih bisa melihat istrinya yang sedang naik ke mobil taxi on line. Separuh nyawa pria itu terasa hilang. Merasa begitu sedih yang tak tertahankan. Tubuhpun terasa lemas membuatnya terduduk dilantai. Kembali pria itu mengeluark
“Bu. Kali ini keputusanku sudah bulat dan tak mungkin menyesalinya. Apa yang dilakukan Elang sudah tak bisa termaafkan. Jadi tolong, Ibu mendukungku. Untuk kali ini saja, cobalah percaya dengan keputusanku ini.” ucap Zahra sembari menyentuh jemari sang bunda sembari menatap lekat wajah wanita yang sudah mulai terlukis kerutan pada wajah senjanya.“Apa kau mau bicara dengan Ibu penyebab dari keputusanmu yang mendadak ini?”“Aku belum bisa cerita sekarang, Bu. Tapi suatu hari nanti, jika aku sudah siap, aku pasti akan cerita kepada ibu.” Zahra menggengam tangan ibunya dengan erat.“Tapi ... ““Astuti! Biarkan anakmu mengambil keputusan sesuai dengan hatinya! Jangan mencampurinya karena dia yang lebih tahu tentang kondisi rumah tangganya.” Ucap Mustafa kepada istrinya. Tanpa mereka sadari, sang kepala keluarga mendengar obrolan keduanya.“Tapi, Yah.”Mustafa melangkah ke arah putri dan istrinya dan duduk di depan keduanya.“Zahra. Kau tenang saja. Biar nanti ayah yang akan menghubungi za
‘Ini Elang. Aku sudah mentransfer nafkah bulanan untukmu. Kau masih istriku dan masih menjadi tanggung jawabku untuk memberimu nafkah.’Tentu saja hal itu membuat wajah gadis itu memerah. Dia pun langsung menghubungi nomor yang tertera di sana.“Elang kau ...”“Aku berada di depan rumah Budi. Kalau kau ingin bicara denganku, temui saja aku!”Klik. Elang menutup sambungan secara sepihak. Dia tahu istrinya tak bisa menyimpan apa yang dirasakannya lebih lama. Dan dia yakin sang istri akan menemuinya.Elang sudah bisa menerima keputusan istrinya. Dan kali ini dia hanya ingin bertemu sekali saja sebelum sidang perceraiannya.Sementara itu, Zahra kesal karena merasa disepelekan oleh pria yang masih berstatus sebagai suaminya. Dia pun berniat untuk turun dan menemui suaminya.“Zahra! kau mau ke mana?” tanya Budi yang melihat Zahra meninggalkannya tanpa sempat berpamitan.“Nanti aku ceritakan!” jawab Zahra sembari menutup pintu.***Zahra terlihat begitu emosi. Dia membuka pintu gerbang dan b
Zahra merasa hatinya kian teriris. Kini pria yang telah membuatnya jatuh cinta tak mau menyentuhnya lagi walau hanya sekedar menghapus air mata.“Ayo. Ambil sapu tangan ini dan hapuslah air matamu. Jangan sampai perpisahan kita menyisakan kesedihan di hatimu.” Elang masih mengulurkan sapu tangan.“Tidak usah. Terima kasih.” Zahra menghapus air mata dengan jemarinya.“Apa setelah kita resmi bercerai, kau akan menikah dengan Budi?”“Itu bukan urusanmu lagi!” jawab Zahra dengan ketus.“Oke. Sorry.”“Apa hanya itu yang ingin kau sampaikan?” tanya Zahra kepada suaminya. Tatapan matanya lurus ke depan. Tak sedikitpun menatap ke arah suaminya. Bukan karena tak ingin memandangnya, tetapi karena takut untuk jatuh cinta lagi dan membuatnya sulit untuk pergi darinya.“Iya. Hanya itu,” jawab Elang singkat.“Sekarang aku yang akan bertanya kepadamu. Kenapa kau masih mentransfer uang bulanan untukku. Bukankah sudah jelas kalau sebentar lagi kita akan bercerai?” tanya Zahra dengan datar.Elang menar
“Siapa yang menggugat?’ tanya Budi dengan serius.“Aku,” Jawab Zahra dengan singkat.Budi menarik napas dan membuangnya perlahan. Dia merasa bersalah karena pasti dia juga ikut andil dalam keputusan Zahra.“Boleh aku memberi masukan?”Zahra menganggukkan kepala.“Tolong pikirkan ulang keputusanmu. Dan aku juga tidak ingin orang berpikir aku menjadi salah satu penyebab dari perpisahanmu. Apapun yang terjadi, cobalah untuk membuka pintu maaf untuk suamimu. Aku yakin Elang orang yang baik dan tepat untuk menjadi pendampingmu.”“Keputusanku tidak ada hubungannya denganmu!” jawab Zahra singkat.“Apa yang transfer tadi itu dari Elang?”“Iya.”“Sebesar itu?”“Iya. Di setiap bulannya memang segitu. Dia juga memberikan aku credit card yang unlimited.”“Zahra-Zahra. Kau benar-benar bodoh jika melepas pria sebaik dia. Bayangkan saja, dia sudah tahu kau menggugatnya, tapi masih memberikan nafkah untukmu. Aku heran kepadamu, tertutup apa sih hatimu sampai tidak bisa melihat kebaikan suamimu yang b
Elang menghentikan kendaraannya di depan rumah Budi. Tak ada angin tak ada hujan tiba-tiba mantan kekasih istrinya itu menghubunginya dan ingin bertemu. Saat Elang bertanya ada keperluan apa, Budi tak menjawabnya secara jelas. Dia hanya ingin bertemu dan berbicara dengannya.Elang terus mengamati rumah Budi. Ada sedikit keraguan untuk melangkah. Berbagai pikiran buruk berkecamuk dalam otaknya. Bagaimana nanti jika Budi hanya ingin menjebak saja dan ingin mempertontonkan kemesraan dia dengan istrinya. Tentu saja tujuannya ingin membuat cemburu.Tapi benarkah demikian atau malah sebaliknya. Entahlah. Pikiran Elang terasa penuh dan tak lagi bisa berpikir jernih.“Mungkin saja mereka akan segera menikah. Dan Budi akan mengucapkan terimakasih kepadaku karena ikhlas melepas wanita yang pernah dipacarainya itu.” Ujar Elang seraya tersenyum kecut.Mengambil ponsel untuk menghubungi Budi. Tak perlu waktu lama untuk mendapat jawaban dari seberang.“Halo. Saya sudah berada di depan rumah Anda!”
“Aku tidak akan menikah dengan Zahra. Hubungan kami saat ini hanya sebatas teman, layaknya kakak dan adik. Dulu aku memang mencintainya. Tapi setelah aku menikah, cintaku sudah tercurah seluruhnya kepada Vero, istriku. Begitu juga dengan Zahra yang sangat mencintaimu. Jadi tidak mungkin kami menikah!” Budi menatap wajah Elang dengan tersenyum.“Benarkah? Kamu serius?” tanya Elang tak percaya. Selama ini dia selalu berpikir jika hubungan keduanya telah terjalin kembali.“Untuk apa aku bohong?”“Tapi kenapa Zahra begitu ngotot untuk merawatmu setiap hari. Bahkan dia mengabaikanku sebagai suaminya. Dan aku pikir itu juga keinginanmu. Kau sekarang tak punya istri, dan aku pikir kalian ingin merajut kembali cinta yang sempat berakhir karena diriku.”“Itu tidak benar! Aku tak pernah berpikir seperti itu!” jawab Budi dengan tegas. Dia benar-benar jujur dan memang sudah tak ada lagi cinta untuk Zahra. Bagi Budi semua masa lalu sudah terkubur rapat.“Budi. Jujurlah padaku. Aku ikhlas kalau kau