“Aku tidak akan menikah dengan Zahra. Hubungan kami saat ini hanya sebatas teman, layaknya kakak dan adik. Dulu aku memang mencintainya. Tapi setelah aku menikah, cintaku sudah tercurah seluruhnya kepada Vero, istriku. Begitu juga dengan Zahra yang sangat mencintaimu. Jadi tidak mungkin kami menikah!” Budi menatap wajah Elang dengan tersenyum.“Benarkah? Kamu serius?” tanya Elang tak percaya. Selama ini dia selalu berpikir jika hubungan keduanya telah terjalin kembali.“Untuk apa aku bohong?”“Tapi kenapa Zahra begitu ngotot untuk merawatmu setiap hari. Bahkan dia mengabaikanku sebagai suaminya. Dan aku pikir itu juga keinginanmu. Kau sekarang tak punya istri, dan aku pikir kalian ingin merajut kembali cinta yang sempat berakhir karena diriku.”“Itu tidak benar! Aku tak pernah berpikir seperti itu!” jawab Budi dengan tegas. Dia benar-benar jujur dan memang sudah tak ada lagi cinta untuk Zahra. Bagi Budi semua masa lalu sudah terkubur rapat.“Budi. Jujurlah padaku. Aku ikhlas kalau kau
Hari ini akan menjadi hari tersulit sepanjang hidup yang dijalani oleh Zahra. Sidang pertama perceraian akan dilaksanakan hari ini. Kesedihan begitu terlukis pada wajahnya yang sembab. Entah sudah sebanyak apa air mata yang keluar.Semalaman gadis itu tiada henti menangis. Berjuta penyesalan yang merasuk dalam dadanya. Kenapa dengan mudah memutuskan untuk mengajukan gugatan perceraian.Gadis cantik itu duduk di depan meja rias sembari memegang sepucuk surat yang masih tersegel di dalam amplop dan berada di tangannya. Dia menimbang-nimbang akan membukanya atau tidak sama sekali karena apapun hasilnya tak diperlukan lagi. Sidang tetap saja berjalan sesuai yang sudah dijadwalkan.Surat itu berisi tentang hasil pemeriksaan dari rumah sakit tentang persoalan yang menggangu pikirannya. Surat itu sudah keluar dua hari yang lalu. Namun Zahra tak berani membacanya.Hari ini Zahra memutuskan akan membuka untuk memenuhi rasa penasarannya. Apapun hasilnya nanti dia sudah siap dengan semuanya.“Bi
“Tidak mungkin! Ibu tahu Elang begitu mencintaimu!”“Elang sendiri yang sudah bilang kepadaku, kalau dia sudah ikhlas untuk melepasku. Dan dia juga memintaku untuk melakukan pemeriksaan agar kebenaran terungkap.”“Itu artinya Elang masih mengharapkan dirimu, Nak.”“Tidak, Bu. Dia hanya ingin memulihkan nama baiknya.”Sejenak keduanya terdiam dan sibuk dengan pikiran masing-masing.“Loh, kok malah masih santai. Ini udah siang. Nanti kita terlambat!” suara Mustafa mengagetkan keduanya.“Ayah. Ada yang perlu kita bicarakan. Sebenanrnya ....”“Ibu!” Zahra menggelengkan kepala dan mencegah ibunya untuk berbicara kepada ayahnya.“Ada apa? kamu masih gak ikhlas, Nak? sudahlah. Jangan memikirkan dia lagi. Masih banyak lelaki diluaran sana yng seratus persen lebih baik dari Elang! Cepat! Ayah tunggu di mobil!”Mustafa berlalu meninggalkan keduanya yang sedang dalam kebimbangan.“Nak. Cobalah temui suamimu dan bicaralah. Ibu tahu kau masih mencintainya. Jangan pertaruhkan masa depanmu hanya unt
Ingin rasanya menjerit dan berkata bahwa yang seharusnya berada di posisi wanita itu adalah aku. Namun bibir tak mampu berucap. Lidahpun terasa kelu. Hanya air mata yang masih setia menemani.Benar-benar tak menyangka jika semudah itu suaminya berpaling kepada wanita lain. Ternyata semua ucapan cintanya hanya palsu belaka.Tanpa disadari sang suami sudah berada di hadapannya. Zahra segera menghapus air matanya. Dia tak ingin terlihat lemah di hadapan pria yang membuatnya sakit hati.Yang lebih menyakitkan lagi, pria itu hanya berhenti beberapa detik menatapnya dan tanpa sepatahkatapun pergi begitu saja. Seolah dirinya sudah tak ada artinya lagi.Zahra menatap ke arah suaminya hingga punggung pria itu tak terlihat lagi. Gadis itu menarik napas untuk mengatur perasaannya yang tidak stabil.“Aku harus kuat!” Zahra memejamkan mata seraya memberi motivasi kepada dirinya sendiri.Kemudian gadis itu melangkah menuju ruang tunggu. Dan pada saat itu, sang bunda datang tergopoh-gopoh untuk mene
Pada saat akan menaruh tas di bangku mobil, zahra terlupa belum menutup tas dengan sempurna. Alhasil tas tersebut memuntahkan beberapa barang yang berada di dalamnya.Ada satu yang menarik perhatiannya, yaitu kertas hasil pemeriksaan dari rumah sakit. Gadis itu memungut lalu menatapnya lekat. Ada sesuatu yang mendesak dalam dadanya untuk memberi tahu hasilnya kepada Elang.Walau hal ini takkan berpengaruh bagi hubungan mereka, tapi Zahra ingin membersihkan nama baik Elang supaya tak ada beban dalam dadanya.Gadis itu segera mengambil kertas dan turun dari mobil. Sejenak dadanya dipenuhi berjuta keraguan. Namun rasanya tidak adil jika membiarkan kesalahpahaman ini terjadi.Dengan berat, gadis itu melangkah menuju pria yang masih berstatus sebagai suaminya.‘Tunggu! Aku ingin berbicara sebentar saja!” Zahra menghentikan suaminya yang sedang membuka pintu mobil.Elang menatap ke arah suara. Dia tak percaya bahwa wanita yang menggugatnya berada di hadapannya.“Apa begitu penting?” tanya E
Mobil Elang sudah tiba di kantor. Pria itu terlihat murung.“Turunlah! Bonus yang aku janjikan, akan segera ditransfer!” ucap Elang kepada wanita yang duduk disampingnya. Pria itu sama sekali tak menatap ke arah wanita yang sudah menenamninya untuk datang ke persidangan.“Baik, Pak. Terimakasih!” jawab wanita cantik tersebut. Kemudian turun dari mobil dan berjalan menuju kantor.“Siapa dia, Lang?” tanya baskoro yang duduk di samping sopir. Dia menatap wanita cantik itu sekilas, lalu mengarahkan pandangan kepada putranya yang duduk di belakang.“Dia sekertarisku, Pah!” jawab Elang lemah.“Papah sudah menebaknya. Tak mungkin kau bisa secepat itu membuka hati untuk wanita lain. Jadi apa tujuanmu sebenarnya?” tanya Baskoro.Elang menarik napas panjang dan membuangnya perlahan. “Kita bicara di ruanganku saja!” jawab Elang sembari merapihkan jas yang dipakainya. Kemudian turun dari mobil bersama papahnya. Keduanyapun melangkah menuju ruang kerja sang direktur yang berada di lantai empat.“M
182 KETUK PALUKetukan palu hakim terasa bak petir menyambar di siang bolong. Pertanda semuanya sudah berakhir. Hari ini hakim mengabulkan permohonan gugatan perceraian yang diajukan oleh Zahra. Keduanyapun kini resmi berpisah.Zahra menangis terisak dalam pelukan sang bunda. Dia merasa dunia seperti hancur. Tak ada harapan lagi untuk hidup. Dia sangat menyesal dengan keputusannya yang begitu merugikan dirinya.“Ibu. Aku sekarang sudah menjadi janda!” Zahra menangis terisak pada pelukan ibunda tercinta.“Yang sabar ya, Nak.” Sang ibu mengusap-usap kepala putrinya dengan lembut. Hatinya juga hancur melihat putri satu-satunya bersedih. Tak ada yang bisa dilakukan karena semua sudah terjadi.“Jadikan ini sebagai pembelajaran. Jangan pernah memutuskan segala sesuatu dalam keadaan emosi. Karena kau bisa menyesal nantinya. Seperti yang terjadi saat ini. Kau harus menebusnya dengan penyesalan seumur hidupmu.”Wanita yang melahirkan Zahra melonggarkan pelukan. Kemudian mengusap air mata sang
“Banyak yang bilang kalau aku cerdas, tapi itu salah. Aku hanyalah wanita bodoh yang menyianyiakan pria sebaik dirimu. Tapi aku bahagia karena pernah menjadi bagian dari hidupmu. Aku yakin kau suami yang baik. Kelak di akhirat nanti, aku ingin bersaksi bahwa kau adalah suami yang sangat baik. Aku pasti merindukanmu! Aku sangat menyesal!”Zahra menangis terisak. Diapun hendak berlari meninggalkan mantan suaminya. Namun dia mrngurungkan niat saat mendengar ucapan sang mantan.“Bukankah kau yang menginginkan perpisahan ini? tapi kenapa kau bilang menyesal dan akan merindukan aku?! Tolonglah, jangan membuat langkahku menjadi berat karena kau merajuk! Semua kenginanmu sudah aku penuhi termasuk juga dengan perpisahan ini. Dan kenapa kini kau menangisi semuanya pada saat aku tak bisa lagi memelukmu atau hanya sekedar mengusap airmatamu!” ucap Elang dengan nada tinggi. Kekecewaan dan kekesalan bercampur menjadi satu dan memenuhi dadanya.“Elang. Aku ... ““Cukup! Semua sudah berakhir. Kau car