"Siapa ini?" jantungku berpacu cepat begitu terdengar seruan dari arah belakang.Tubuhku bergerak kaku dan terkesan patah-patah saat berbalik tubuh. Ku dongakkan sedikit kepalaku agar bisa melihat dengan jelas orang yang tengah menatap tajam padaku, tatapannya seperti ingin membunuh.Dengan susah payah aku menelan ludah sampai akhirnya aku mulai mengerakkan mulutku."Ah i-itu dia tem-""Malam bang!" belum siap aku berbicara walaupun tergagap, Dion memotong pembicaraanku dan dengan santainya menyapa pria tua di depanku ini dengan senyuman manis dan ia menyempatkan untuk menunduk tanda hormatmatnya.Aku mempelototi Dion tak percaya dengan apa yang ia lakukan barusa. Tidak ada yang salah di sini, kalau yang ia tegur itu bukanlah pria ini. Hei apa yang kau pikirkan Yara? Tidak ada masalah yang terjadi nanti, jadi kenapa kau jadi secemas ini. Bukankah Om Aska selalu ramah pada tamu yang datang ke rumah mereka ini. Lantas apa yang kau takutkan.Ya itu benar. Aku mulai menegakkan tubuhku,
Tatapanku dan dia saling beradu, suasana di sekitar kami kini menjadi sunyi dan senyap. Hanya nafas kami yang saling bersaut-sautan mengisi rasa ke gugupan yang sudah mendatagiku sejak tadi.Dia memajukan wajahnya, membuatku semakin was-was dan perlahan memundurkan tubuhku. Menjauhinya.Alisnya terangkat sebelah seolah sedang bertanya sekaligus menggodaku. "Apa?" tanyaku sewot mengalihkan rasa gugupku.Dia tertawa pelan, terdengar aneh, membuat wajah tampannya tampak jadi mneyeramkan. Aku tahu ekspresi wajah ini.Aku melihat ke bawah, ke arah kursi yang ku duduki, kalau aku mundur lagi maka aku akan jatuh. Dan aku tidak suka dia menertawaiku nantinya.Saat ku rasakan deru nafasnya sudah menerpa wajahku, hal yang aku lakukan selanjutnya hanyalah memejamkam mataku. Tanganku di genggam olehnya. Aku pasrah kalau dia akan berbuat apapun padaku. Ya, pikiranku sudah mulai di penuhi dengan pikiran kotor lagi.Beberapa detik terlewat tidak terjadi apapun. Karena penasaran aku membuka satu mata
Pada akhirnya aku hanya bisa terus berpura-pura tidak terjadi apa-apa antara aku dan dia malam itu. Bukan karena aku sok kuat atau apapun itu, tapi biarlah hal ini berjalan dengan seiringnya waktu. Rasa kantukku semakin menjadi, akibat rasa pusing yang mendadak datang karena terus-menerus memikirkan hal itu. Aku tersentak kuat saat menyadari sesuatu yang sudah berbeda di sekitar ku.Suasana kelas yang tadinya anteng ayem kayak di hutan kini berubah menjadi ribut begitu beberapa orang masuk ke dalam. Terhitung ada tiga orang cewek dan dua orang cowok, salah satu cowok itu adalah yang kemarin tidak sengaja bertatap muka denganku.Hal yang sama juga tidak di rasakan saja olehku, beberapa yang lainnya juga melihat ke arah mereka. Mungkin merasa terganggu karena suara-suara teriakan heboh yang mereka keluarkan. Semangat sekali mereka, maklum sih ini masih pagi. Berbanding terbalik denganku yang merasa sangat tidak bertenaga sama sekali.Mereka yang menjadi pusat perhatian karena beberapa
Hawa panas mulai menyerang pertahanan tubuh kami. Bahkan sudah terdengar dari tadi beberapa orang yang mengeluhkan rasa tidak nyamannya.Sama seperti hari kemarin, hari ini setelah perkenalan yang terkesan boring itu Dosen pun keluar, setelah sebelumnya mengatakan bahwa mulai minggu depan kami sudah bisa memulai kuliah dengan normal.Ya baiklah, itu terserah mereka saja.Para pelajar yang baru saja menyandang status sebagai Mahasiswa, sudah bersiap-siap dengan barang-barang bawaan mereka. Begitu di lihat Dosen benar-benar menghilang dari ambang pintu merekapun langsung bangkit dari kursinya. Beberapa terlihat meregangkan tubuh mereka dengan cara memutar-mutar pelan pinggang mereka atau melakukan peregangan ringan pada leher.Terlihat lebay karena pada dasarnya kami tidaklah melakukan kegiatan yang begitu melelahkan dan menguras tenang. Lagak mereka sudah mirip para Petapa yang duduk selama berhari-hari tanpa makan dan minum."Kok gerah banget ya ini ruangan? AC nya hidup gak sih tu? P
Dinginnya malam seakan menusuk jauh ke dalam tubuhku, menjalar cepat seperti aliran darah ke seluruh tubuh. Membawa tanganku yang tadinya berpegang erat pada pinggiran pagar balkon ke arah perutku, memeluknya dengan erat.Jalanan kompleks yang biasanya tidak terlalu ramai, kini di padati para pengendara motor yang sibuk berlalu lalang. Aku bisa memakluminya karena besok adalah hari minggu.Ku alihkan fokusku ke arah samping kanan rumah dan langsung mendapati pekarangan rumah Bu Ayu yang memang bersebelahan dengan rumah kami. Di sebelah rumahnya bu Ayu ada rumahnya Bu Indri. Kalau di samping kiri ku ada rumah Bu Uci, ah di antara yang lainnya dia memang yang paling cocok untuk di panggil kakak. Umurnya juga belum terlalu tua mungkin baru menginjak ujung dua puluhan atau mungkin awal tiga puluhan kayaknya. Dan dari yang ku dengar-dengar juga, katanya Bu Uci juga belum terlalu lama tinggal di sini. Berbeda jauh dengan Bu Ayu dan Bu Indri yang sudah menempati perumahan ini lebih dari sep
Baru beberapa meter aku pergi meninggalkan gedung pencakar langit itu, kini suara teriakan heboh dan alunan musik yang sedari tadi mengganggu telingaku tak lagi terdengar, yang aku dengar sekarang hanyalah suara desingan mobil yang sedang kunaiki.Menurutku suasana senyap di dalam mobil ini lebih buruk daripada ke adaan pesta pernikahan yang baru saja aku tinggalkan beberapa menit yang lalu. Gila apa, aku sekarang merasa sedang berada di kuburan. Tiba-tiba saja aku jadi merinding saat tak sengaja mataku bertubrukan dengan mata tajamnya.Aku mencoba memberikan senyum manisku padanya, berharap rasa canggung yang kualami bisa pergi. Tapi lihatlah! Dia bahkan menghiraukanku dan kembali fokus melihat ke jalan di depan. Ingin sekali kumaki laki-laki di sampingku ini yang sekarang sudah berstatus sebagai suamiku.Hah, aku rasa aku tidak bisa menjalani masa mudaku yang indah lagi sekarang. Ya itu sudah pasti, karena semenjak aku menikah dengannya beber
Capek.Itulah yang aku rasakan sekarang, bagaimana tidak. Aku sudah sekuat tenaga mengomel, berteriak bahkan menarik kakinya agar hempas dari tempat tidur. Tapi, dia bergerak sedikitpun tidak.Dan akhirnya aku mengalah, jadinya malam ini aku akan tidur di sofa.Aku merasakan kalau tubuhku sudah lengket karena keringat, jadinya aku memutuskan untuk mandi."Awas ya kalau om ngintip!" Aku menimbulkan kepalaku dari ruang ganti baju. Dia tidak menjawab, tidak masalah yang penting aku sudah mengingatkan. Aku membuka lemari baju pintu kedua di depanku. Kalau aku tidak salah ingat, kemarin aku menyusun baju-bajuku di sini."Aaaaaa." Aku berteriak kuat, sumpah aku syok melihat isi lemariku. Baju-baju yang aku susun di sini menghilang semua. Sebagai gantinya ada beberapa baju-baju yang tampak kekurangan bahan dan pendek yang tergantung di situ. Aku memeriksa pintu lemari lainnya, hanya ada baju Om itu, selebihny kosong. Oh my god, ini
Aku duduk sambil menekuk kaki di pinggiran tempat tidur, menjadikan lututku sebagai sandaran daguku. Huh, masih pagi-pagi begini dia sudah marah-marah seperti itu, lagipula aku tidak salahkan kalau mengatainya om-om tua. Aku menangis tadi itu hanya akting agar dia tidak bersikap kasar seperti itu lagi. Dasar tua.Baru tinggal sebentar dengannya aku sudah tau kalau dia itu memiliki tempramen yang buruk. Dan lagi yang membuatku sangat kesal dengannya ialah wajah datarnya dan sikap anehnya itu.Tok tok tok.Aku melihat ke arah pintu yang di ketuk. Mau apa dia? Apa dia akan memarahiku lagi? Apa tidak puas tadi dia melihatku ketakutan?Tok tok tokKetukan itu tidak berhenti, malah terdengar semakin brutal. Aku berjalan gontai menuju pintu. Menyiapkan diri untuk hal buruk yang akan terjadi.Cklek. Dengan sangat pelan aku membuka pintu, menatapnya takut-takut.Dia langsung nyelonong masuk begitu pintu kubuka. Mataku mengikutinya yang k