Share

Bab 6: Begitu Menggoda

Sejak sampai kembali ke apartemen Naya merasa gelisah. Dia memandangi jam dinding dan jam pada ponselnya bergantian. Setelah berhasil meminta Lukas untuk pulang lebih cepat dengan alasan ingin istirahat, Naya berharap apa yang dikatakan oleh Evan adalah sebuah kebenaran. Benar jika itu merupakan janji untuk bertemu.

Lagipula Lukas baik-baik saja dan terlihat senang ketika ia meminta pulang, tidak memakan banyak waktu di mall, tempat yang membosankan bagi Lukas. Lalu bagaimana Naya bisa yakin bahwa Evan akan muncul di lobby nanti?

"Ah, udahlah… Cowok kayak dia juga punya bakat jadi cowok brengsek, goda sana, goda sini." Naya membanting ponsel, pergi ke kamar mandi dan membersihkan tubuhnya. Dia memutuskan untuk menghabiskan malam dengan menonton series sambil menikmati camilan yang ia beli saat pergi tadi.

Jam 9.43 malam. Naya memandangi jam dinding sambil mengucek mata. Tanpa direncanakan dia ketiduran entah dari kapan, yang jelas ia adegan di layar televisi di hadapannya terlihat asing dan tidak dimengerti. Mungkin sudah terlewat satu sampai dua episode, entahlah, Naya berjanji akan menontonnya kembali besok.

Naya loncat dari sofa, berdiri, mencari cardigan yang tadi ia taruh di atas sandaran. Bagaimana kalau Evan benar-benar ada di lobby? Bagaimana kalau dia sudah menunggu dari lama? Sesungguhnya Naya mengutuk dirinya akan sendiri harapan dan rasa khawatir akan kehadiran Evan.

Naya beranjak pergi, coba turun ke lantai dasar. Setidaknya dia bertanggung jawab karena tidak menolak tawaran Evan jika memang ada di sana. Kosong. Tidak ada siapa-siapa dan hanya ada penjaga yang duduk di balik mejanya, mengetahui kedatangan Naya, tapi terlihat tidak peduli.

Siap, batin Naya kesal, merasa dipermainkan. Dia merogoh kartu dari dalam saku, bersiap menaiki lift, kembali ke atas.

"Lama banget, sih?" Evan muncul entah dari mana memeluknya dari belakang. 

Sontak Naya melepas pelukan itu, menoleh ke arah penjaga yang masih dalam posisi yang sama.

"Jadi, kamu mau apa ke sini?" Naya mengecilkan volume suaranya.

"Kan udah aku bilang, aku bersedia nemenin kamu. Kapanpun. Kamu kelihatan kesepian, Naya." Evan menatap tulus wajah Naya, memperhatikan semua bagian yang ada di wajahnya. 

Naya kembali menoleh ke arah penjaga. "Astaga… Kita bicara di atas."

Naya mengajak Evan menaiki lift menuju unit apartemennya. Mempersilakan pria itu masuk ke area pribadinya untuk kedua kali.

"Aku tahu kamu butuh aku, Naya." Evan memperhatikan Naya yang berjalan ke sofa kecil, di depannya terdapat televisi yang menyala. Tepat di samping sofa itu terdapat sebuah kasur berukuran sedang.

Naya meningkatkan suara volume televisi sedikit. "Maksudnya? Apa yang kamu mau?"

"Nggak ada. Aku cuma mau bikin kamu seneng." Evan melepas sepatu converse hitamnya, menyusul Naya yang sejak tadi berdiri di antara sofa dan kasur. 

Evan menarik tangan Naya, mengecupnya. "Dari kemarin kamu nggak kelihatan bahagia, padahal kamu lagi jalan dan habisin waktu bareng orang terdekat."

Naya hanya memperhatikan gerakan Evan, merasakan tangannya yang hangat saat bersentuhan dengan bibir Evan, juga mendengar kata-kata dari mulutnya yang tidak tahu mengapa terasa menenangkan.

Evan menarik tubuhnya, kedua tangannya melingkar di pinggang Naya. "Kalau kamu mau bantuan aku buat bikin kamu seneng atau bahagia, kamu bisa ngomong sekarang juga."

Naya menaikan alisnya. Tidak begitu paham dengan apa yang Evan katakan, tapi dia sangat paham dengan perasaannya sendiri. Memang, berpacaran dengan Lukas tidak benar-benar membuatnya merasa bahagia selama ini. Ada sesuatu yang mengganjal dalam hatinya dan sampai saat ini Naya tidak tahu apa itu.

Evan mendekatkan wajahnya. "Please bilang sama aku. Kamu mau bahagia."

Naya hanya mengangguk. Dia berbisik lirih. "Iya, aku mau bahagia dan dia nggak pernah buat aku bahagia."

Dalam sekejap Evan mencium Naya, mulutnya meraba dan memainkannya. Dia melumat bibir Naya tanpa jeda. Naya mengikuti ciuman liar itu. Dia merasa ingin melakukannya.

.

.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status